JAKARTA, KOMPAS.com - Dugaan pungutan liar yang dilakukan Kepala Taman Pemakaman Umum (TPU) Petamburan, Helmi, cukup disayangkan oleh teman satu profesinya, Abdulah Halik.
Kepala TPU Karet Bivak ini memandang kasus Helmi sebagai pelajaran bagi dirinya dan rekan seprofesinya.
(Baca: Kepala TPU Karet Bivak Akui Masih Ada Calo yang "Bermain" di Bisnis Pemakaman).
Ditemui Kompas.com di Kantor TPU Karet Bivak, Jakarta Pusat, Kamis (31/3/2016), Halik mengatakan, seharusnya kejadian tersebut bisa dicegah dikarenakan sistem yang telah berubah saat ini.
Menurut dia, saat ini tidak ada lagi transaksi uang yang dilakukan oleh warga dan TPU.
Ini karena setiap pembayaran telah dilakukan melalui Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) yang ada di Kelurahan.
"Jadi tidak ada lagi peredaran uang di sini, semuanya melalui PTSP," kata Halik, Kamis.
Ia mengatakan, sekretariat TPU hanya mendata warga ataupun ahli waris yang berencana memakai TPU tersebut.
Setelah itu, pihak TPU akan memberikan surat keterangan yang nantinya akan diteruskan oleh warga ke PTSP Kelurahan.
Selain itu, kata Halik, biaya yang harus dibayarkan oleh masyarakat juga saat ini sudah transparan. (Baca: Diduga Terima Pungli, Kepala TPU Petamburan Dinonaktifkan).
"Kami membuat spanduk atau informasi lainnya agar masyarakat tahu biayanya. Selain itu masyarakat juga bisa langsung datang ke kantor kami untuk mendapatkan informasi yang diperlukan," kata dia.
Untuk biaya retribusi, TPU Karet Bivak membaginya dalam empat jenis, yakni untuk TPU di Blok AA I sebesar Rp 100.000, Blok AA II Rp 80.000, Blok A I Rp 60.000, Blok A III Rp 40.000.
Selain itu, TPU ini menggratiskan taman pemakaman bagi ahli waris dengan surat keterangan tidak mampu.