JAKARTA, KOMPAS.com - Hasna (42) duduk di sebuah bangunan semi permanen di wilayah penggusuran Pasar Ikan, Penjaringan, Jakarta Utara. Bersama dua perempuan lainnya, bangunan itu kini jadi tempat bercengkrama bagi warga korban penertiban Pasar Ikan.
"Begini lah tinggalnya, seadanya. Rumah sudah hancur," kata Hasna saat ditemui Kompas.com di Pasar Ikan, Penjaringan, Jakarta Utara, Senin (18/4/2016).
Bersama sang suami dan tiga anaknya, Hasna tinggal dirundung cemas. Unit rumah susun sederhana sewa (rusunawa) yang ditawarkan Pemprov DKI Jakarta ia tolak lantaran berjarak jauh dari tempat kerjanya.
Ia bekerja di salah satu apartemen di Penjaringan. Sedangkan sang suami bekerja di daerah Muara Angke.
"Rusunnya dapat di Cakung (Rusun Rawa Bebek). Kan jauh," timpal Hasna.
Tinggal di bangunan semi permanen ala kadarnya itu diakui tak nyaman. Ia menjadi tak leluasa menjalankan aktivitas sebagai ibu rumah tangga.
Hasna bercerita, untuk makan dia harus beli atau mendapat bantuan dari sumbangan posko-posko kemanusiaan di Pasar Ikan. Keberadaan posko tersebut dianggap membantu lantaran rutin memberikan makanan gratis.
"Tapi saya juga harus bisa mandiri, gak mau minta terus," kata Hasna.
Bangun posko
Posko kemanusiaan di Pasar Ikan kini mulai bermunculan. Posko-posko tersebut bertujuan untuk membantu warga Pasar Ikan yang masih bertahan.
Jumlah warga yang memilih bertahan tidak sedikit. Banyak di antara mereka tinggal di atas perahu.
Salah satu posko didirikan ormas Front Pembela Islam (FPI). Posko kemanusiaan itu terletak di Masjid Keramat Luar Batang.
Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) FPI Jakarta Utara, Ustaz Muhammad Iqbal mengugkapkan bahwa posko tersebut dibangun untuk meringankan beban warga setelah penertiban. Berbagai jenis bantuan dusalurkan kepada warga, sama seperti posko lain yang terdapat di lokasi itu.
"Tujuan kita jelas membangun posko kemanusiaan untuk membantu umat muslim lainnya," kata Iqbal saat dihubungi, Senin (18/4/2016).