Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jika "Koalisi Kekeluargaan" Hanya untuk Kalahkan Ahok, Pengamat Sebut Bisa Rugikan Parpol

Kompas.com - 08/08/2016, 18:59 WIB
Pascal S Bin Saju

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Tujuh partai politik telah membentuk koalisi besar yang mereka namakan "Koalisi Kekeluargaan" guna menghadapi Pilkada DKI Jakarta. Pengamat komunikasi politik, Maksimus Ramses Lalongkoe, menilai jika koalisi besar itu hanya untuk melawan petahana Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama, langkah itu bisa berbuah buruk.

Menurut pria yang akrab disapa Ramses ini, koalisi  PDI-P, Gerindra, PAN, PKS, PKB, PPP, dan Demokrat bisa membawa malapetaka berupa semakin hilangnya kepercayaan publik atas eksistensi partai politik.

“Sebab partai kerap melawan arus publik. Publik DKI Jakarta cenderung memberikan dukungan kepada Ahok, tapi para elit politik ini justru berbicara lain,” kata Direktur Lembaga Analisis Politik Indonesia (API) itu pada Senin (8/8/2016) di Jakarta.

Baca: "Koalisi Kekeluargaan" Pilkada DKI Belum Final

Dosen Universitas Mercu Buana Jakarta ini mengatakan, ada kesan bahwa tujuan koalisi tujuh partai itu hanya untuk melawan seorang Ahok. Walaupun sinyalemen ini dibantah oleh PDI-P.

"Jika motivasi mereka hanya untuk mengalahkan Ahok sehingga membentuk koalisi, menurut saya justru akan meningkatkan rasa ketidakpercayaan publik terhadap partai," ujar Ramses.

Penulis buku Ahok Sang Pemimpin “Bajingan” itu mengatakan, bila koalisi tersebut hadir untuk membangun Jakarta, maka mereka harus mencari figur yang lebih heroik dari seorang Ahok.

Figur-figur itu memiliki kemampuan, kompetensi, gagasan, konsep dan tentu bebas korupsi.

"Sehingga ada tawaran baik kepada masyarakat pemilih. Ahok ini ibarat petinju kelas berat dan juara bertahan di ring maka lawannya pun harus betul-betul selektif," jelasnya.

Menurut Ramses, Indonesia membutuhkan pemimpin yang mumpuni. Di antara mereka itu ada Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini, Gubernur Jateng Ganjar Pranowo, dan Wali Kota Bandung Ridwan Kamil.

Ramses mengatakan, sosok seperti mereka ini harus terdistribusi di semua wilayah di Indonesia. Jika perlu virus kepemimpinan mereka bisa tertular ke daerah lain di Indonesia.

“Tanpa kita melakukan riset ilmiah, riak-riak publik melalui media sosial dapat dijadikan sampel, bahwa publik kurang setuju dengan upaya mengalahkan Ahok, hanya dengan mencabut sosok pemimpin baik dari wilayah lain yang sedang memimpin,” katanya.

Ramses menjelaskan, sejumlah partai yang mau berkoalisi ini tentu berangkat dari ideologi berbeda.

Baca pula: PDI-P: "Koalisi Kekeluargaan" Bukan untuk Lawan Ahok

Perbedaan ideologi tersebut menjadi suatu tantangan berat bagi mereka untuk menentukan bakal bakal calon gubernur dan wakil gubernur.

Meski demikian, Ramses menilai, berpolitik itu menghadirkan segala kemungkinan yang bisa terjadi sepanjang ada ruang komunikasi politik yang dibangun oleh pimpinan partai politik.

"Dalam politik dikenal dengan istilah tidak ada lawan abadi karena yang abadi hanyalah kepentingan,” ujarnya.

Jika benar sejumlah partai ini bersama membentuk koalisi untuk Pilgub DKI Jakarta, kata Ramses, bisa saja terjadi, apalagi sampai detik ini, sejumlah partai besar ini belum juga menentukan bakal calon gubernur dan wakil gubernur.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PPK GBK Ungkap Riwayat Kepemilikan Tanah Tempat Berdirinya Hotel Sultan

PPK GBK Ungkap Riwayat Kepemilikan Tanah Tempat Berdirinya Hotel Sultan

Megapolitan
Perubahan Jadwal KRL, Transjakarta, MRT, dan LRT Saat Pencanangan HUT Ke-497 Jakarta 19 Mei

Perubahan Jadwal KRL, Transjakarta, MRT, dan LRT Saat Pencanangan HUT Ke-497 Jakarta 19 Mei

Megapolitan
Epy Kusnandar Isap Ganja di Atas Pohon pada Waktu Subuh

Epy Kusnandar Isap Ganja di Atas Pohon pada Waktu Subuh

Megapolitan
'Bullying' Siswi SMP di Bogor Diduga karena Rebutan Cowok

"Bullying" Siswi SMP di Bogor Diduga karena Rebutan Cowok

Megapolitan
KDRT dan Terlibat Kasus Penistaan Agama, Pejabat Kemenhub Dibebastugaskan

KDRT dan Terlibat Kasus Penistaan Agama, Pejabat Kemenhub Dibebastugaskan

Megapolitan
Mayat di Kali Sodong Ternyata Korban Perampokan dan Pembunuhan, Polisi Tangkap Pelakunya

Mayat di Kali Sodong Ternyata Korban Perampokan dan Pembunuhan, Polisi Tangkap Pelakunya

Megapolitan
Ini Rekayasa Lalu Lintas di Bundaran HI Saat Pencanangan HUT Ke-497 Jakarta pada 19 Mei

Ini Rekayasa Lalu Lintas di Bundaran HI Saat Pencanangan HUT Ke-497 Jakarta pada 19 Mei

Megapolitan
Epy Kusnandar Direhabilitasi sedangkan Yogi Gamblez Ditahan, Ini Alasan Polisi

Epy Kusnandar Direhabilitasi sedangkan Yogi Gamblez Ditahan, Ini Alasan Polisi

Megapolitan
Sidang Konflik Lahan, Hakim Periksa Langsung Objek Perkara di Hotel Sultan

Sidang Konflik Lahan, Hakim Periksa Langsung Objek Perkara di Hotel Sultan

Megapolitan
Dishub DKI Imbau Pengelola Minimarket Ajukan Izin Perparkiran

Dishub DKI Imbau Pengelola Minimarket Ajukan Izin Perparkiran

Megapolitan
Polres Bogor Buat Aplikasi 'SKCK Goes To School' untuk Cegah Kenakalan Remaja, Apa Isinya?

Polres Bogor Buat Aplikasi "SKCK Goes To School" untuk Cegah Kenakalan Remaja, Apa Isinya?

Megapolitan
Depresi, Epy Kusnandar Tak Dihadirkan dalam Konferensi Pers Kasus Narkobanya

Depresi, Epy Kusnandar Tak Dihadirkan dalam Konferensi Pers Kasus Narkobanya

Megapolitan
19 Mei, Ada Kahitna di Bundaran HI dalam Acara Pencanangan HUT Ke-497 Jakarta

19 Mei, Ada Kahitna di Bundaran HI dalam Acara Pencanangan HUT Ke-497 Jakarta

Megapolitan
Epy Kusnandar Ditetapkan sebagai Tersangka Kasus Dugaan Penyalahgunaan Narkoba, Kini Direhabilitasi

Epy Kusnandar Ditetapkan sebagai Tersangka Kasus Dugaan Penyalahgunaan Narkoba, Kini Direhabilitasi

Megapolitan
Istri Oknum Pejabat Kemenhub Sebut Suaminya Tak Hanya Injak Kitab Suci, tapi Juga Lakukan KDRT

Istri Oknum Pejabat Kemenhub Sebut Suaminya Tak Hanya Injak Kitab Suci, tapi Juga Lakukan KDRT

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com