Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kejanggalan-kejanggalan Fatwa MUI Menurut Kuasa Hukum Ahok

Kompas.com - 01/02/2017, 05:57 WIB
Akhdi Martin Pratama

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Tim kuasa hukum terdakwa kasus dugaan penodaan agama, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), melihat banyak kejanggalan dalam fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) tentang pidato kliennya di Kepuluan Seribu pada 27 Oktober 2016.

Oleh karena itu, dalam persidangan yang berlangsung pada Selasa (31/1/2017), kuasa hukum menanyakan proses keluarnya fatwa tersebut kepada Ketua MUI Ma'ruf Amin yang menjadi saksi.

"Dengan pertanyaan kita ke Ma'aruf Amin kita ingin buka kotak pandora apa yang sebenarnya terjadi hingga sampai MUI itu begitu kuat dan cepat keluarkan pendapat dan sikap keagamaan," ujar kuasa hukum Ahok, Humprey Djemat, seusai persidangan di Gedung Kementerian Pertanian, Selasa malam.

Humprey menambahkan, pada 9 Oktober, MUI DKI Jakarta telah memberikan teguran kepada Ahok mengenai isi pidatonya itu yang dianggap melakukan penodaan agama.

Namun, baru dua hari sejak surat teguran itu dikeluarkan, MUI pusat langsung mengeluarkan sikap keagamaan sebelum melakukan tabayyun atau minta penjelasan ke Ahok.

"Hanya dalam dua hari MUI sudah keluarkan sikap keagamaan yang katanya lebih tinggi dari fatwa. Sifatnya malah menghukum dan ini pertama kali pendapat sikap keagamaan dikeluarkan," ucap dia.

(Baca juga: Ahok Keberatan MUI Tunjuk Rizieq sebagai Ahli )

Humprey juga menyebut adanya komunikasi antara Ma'ruf Amin dengan Presiden keenam RI, Susilo Bambang Yudhoyono.

Menurut dia, ada yang janggal dari keterangan Ma'ruf dalam persidangan. "Kita punya dugaan bahwa ini punya satu perencanaan yang sedemikian rupa yang muncul di pengadilan sedikit demi sedikit," kata Humprey.

Ia mempermasalahkan keterangan dari Ma'ruf yang menyatakan telah melakukan penelitian di Kepulauan Seribu mengenai pidato Ahok itu.

Namun, Ma'ruf tidak menyebutkan identitas warga Kepulauan Seribu yang merasa dirugikan atas pidato Ahok tersebut. 

Humprey mengatakan, tim kuasa hukum telah mengecek kebenaran tersebut. Namun, warga Kepulauan Seribu tak ada yang mengaku telah melapor ke MUI soal pidato Ahok.

Mengenai ada tidaknya notulen saat MUI menggelar rapat untuk membahas pidato Ahok itu, menurut Humprey, Ma'aruf tidak menjawab secara gamblang.

(Baca juga: Ketua MUI: Mestinya Terdakwa Sebelum Ngomong Mikir Dulu)

Humprey juga menyoroti, dalam rapat pengambilan keputusan fatwa itu, MUI hanya melibatkan empat komisi.

Padahal, ada 12 komisi di MUI. Atas dasar itu, Humprey mempertanyakan apakah keputusan tersebut koroum atau tidak.

"Bahwa komisi di MUI ada 12 tapi yang dilibatkan 4 (komisi) saja dan ini enggak jelas suasana pembahasannya," ujarnya.

Kompas TV Ahok Jalani Sidang Ke-8 Dugaan Penodaan Agama
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Pemilik Rumah Tempat Brigadir RAT Bunuh Diri Minta Publik Tak Berasumsi

Pemilik Rumah Tempat Brigadir RAT Bunuh Diri Minta Publik Tak Berasumsi

Megapolitan
Jenazah Brigadir RAT Telah Dibawa Pihak Keluarga dari RS Polri Kramat Jati

Jenazah Brigadir RAT Telah Dibawa Pihak Keluarga dari RS Polri Kramat Jati

Megapolitan
Proyek LRT Jakarta Rute Velodrome-Manggarai Masuk Tahap Pemasangan Girder

Proyek LRT Jakarta Rute Velodrome-Manggarai Masuk Tahap Pemasangan Girder

Megapolitan
Polisi Sebut Brigadir RAT Bunuh Diri di Mampang saat Sedang Cuti

Polisi Sebut Brigadir RAT Bunuh Diri di Mampang saat Sedang Cuti

Megapolitan
Pemprov DKI Siapkan Stok Blanko KTP untuk Pemilih Pemula Pilgub 2024

Pemprov DKI Siapkan Stok Blanko KTP untuk Pemilih Pemula Pilgub 2024

Megapolitan
Sebelum Tewas, Brigadir RAT Sepekan Tinggal di Jakarta

Sebelum Tewas, Brigadir RAT Sepekan Tinggal di Jakarta

Megapolitan
Partisipasi Pemilih di Jakarta pada Pemilu 2024 Turun Dibandingkan 2019

Partisipasi Pemilih di Jakarta pada Pemilu 2024 Turun Dibandingkan 2019

Megapolitan
Pemerintah DKJ Punya Wewenang Batasi Kendaraan Pribadi di Jakarta, DPRD Minta Dilibatkan

Pemerintah DKJ Punya Wewenang Batasi Kendaraan Pribadi di Jakarta, DPRD Minta Dilibatkan

Megapolitan
Dua Begal di Depok Lakukan Aksinya di Tiga Tempat dalam Sehari

Dua Begal di Depok Lakukan Aksinya di Tiga Tempat dalam Sehari

Megapolitan
Unggah Foto Gelas Starbucks Tutupi Kabah Saat Umrah, Zita Anjani: Saya Berniat Mancing Obrolan...

Unggah Foto Gelas Starbucks Tutupi Kabah Saat Umrah, Zita Anjani: Saya Berniat Mancing Obrolan...

Megapolitan
Jenazah Brigadir RAT Belum Diotopsi, Polisi Tunggu Keputusan Keluarga

Jenazah Brigadir RAT Belum Diotopsi, Polisi Tunggu Keputusan Keluarga

Megapolitan
Keluarga Brigadir RAT yang Meninggal Bunuh Diri Tiba di RS Polri Kramat Jati

Keluarga Brigadir RAT yang Meninggal Bunuh Diri Tiba di RS Polri Kramat Jati

Megapolitan
Dua Begal yang Bacok Korban di Depok Incar Anak Sekolah

Dua Begal yang Bacok Korban di Depok Incar Anak Sekolah

Megapolitan
Pemprov DKI Disarankan Ambil Alih Pengelolaan JIS, TIM, dan Velodrome dari Jakpro

Pemprov DKI Disarankan Ambil Alih Pengelolaan JIS, TIM, dan Velodrome dari Jakpro

Megapolitan
Jenazah Brigadir RAT Diotopsi di RS Polri Sebelum Dibawa Keluarga ke Manado

Jenazah Brigadir RAT Diotopsi di RS Polri Sebelum Dibawa Keluarga ke Manado

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com