Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPU Sebut Punya Diskresi Atur Kampanye pada Putaran Kedua Pilkada DKI

Kompas.com - 24/02/2017, 23:17 WIB
Nursita Sari

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisioner KPU RI Hadar Nafis Gumay mengatakan, KPU memiliki diskresi untuk mengatur adanya pelaksanaan kampanye pada putaran kedua Pilkada DKI Jakarta. Hadar menyebut kampanye putaran kedua pada Pilkada DKI tidak dilarang.

"Kami sebagai penyelenggara punya ruang atau diskresi untuk mengatur hal (kampanye putaran kedua) tersebut," ujar Hadar di Rawamangun, Jakarta Timur, Jumat (24/2/2017).

Hadar menuturkan, Undang-Undang Pilkada maupun Peraturan KPU memang tidak mengatur pelaksanaan kampanye putaran kedua secara detail. Namun, peraturan-peraturan tersebut tetap membuka ruang pelaksanaan kampanye putaran kedua Pilkada DKI Jakarta.

"Saya kira itu ada ruangnya sebetulnya, bahwa undang-undang tidak mengatur (kampanye putaran kedua) secara detail dan rinci, itu iya. Apakah kemudian dilarang, itu kan tentu tidak," kata dia.

Hadar mengatakan, KPU mempertimbangkan semua hal dalam menentukan keputusan tertentu. Keputusan itu dilandasi prinsip keadilan. Ketentuan mengenai kampanye pada putaran kedua Pilkada DKI akan dituangkan dalam Surat Keputusan KPU DKI Jakarta.

"Nanti kita tunggu saja melalui keputusan KPU DKI akan seperti apa detailnya ini," ucap Hadar.

Sementara itu, Komisioner KPU DKI Jakarta Moch Sidik mengatakan, saat ini KPU DKI masih terus mendiskusikan aturan teknis pelaksanaan kampanye pada putaran kedua. KPU DKI akan menerbitkan SK terkait aturan teknis dan agenda putaran kedua Pilkada DKI Jakarta.

"Nanti KPU DKI akan membuat Surat Keputusan, kalau KPU RI kan peraturan. Aturan putaran kedua, termasuk kampanye, diatur dalam SK tersebut," kata Sidik, Jumat.

Komisioner KPU DKI Jakarta lainnya, Dahliah Umar, sebelumnya mengatakan, putaran kedua pelaksanaan pilkada tidak diatur dalam UU Pilkada. Namun, aturan putaran kedua tercantum dalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia. (Baca: Penyelenggaraan Kampanye pada Putaran Kedua Pilkada DKI Dipersoalkan)

Putaran kedua diadakan apabila tidak ada pasangan cagub-cawagub yang memperoleh suara lebih dari 50 persen. Sebab, pasangan cagub-cawagub yang ditetapkan sebagai gubernur dan wakil gubernur terpilih adalah yang memperoleh suara lebih dari 50 persen.

"Karena itu kami akan membahas bagaimana pengaturan putaran kedua. KPU saya kira punya wewenang untuk itu dan ada Peraturan KPU yang mengatur tentang kekhususan bila di Jakarta terjadi putaran kedua," ujar Dahliah, Senin (20/2/2017).

Peraturan KPU yang dimaksud yakni PKPU Nomor 6 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota di Wilayah Aceh, Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta, Papua, dan Papua Barat.

Sementara aturan teknis tahapan putaran kedua diatur oleh KPU DKI melalui SK. Dahliah menuturkan, KPU DKI sebetulnya telah menerbitkan SK KPU DKI Jakarta Nomor 41 Tahun 2016 tentang Tahapan, Program, dan Jadwal.

"Di situ ada jadwal putaran kedua. Tapi kalau misalnya ada ketentuan-ketentuan teknis yang berubah, kami akan mengubah SK tentang tahapan itu sesuai dengan kebutuhan," kata Dahliah.

Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar TB Ace Hasan Syadzily sebelumnya mempertanyakan landasan hukum KPU DKI untuk menyelenggarakan kampanye di putaran kedua Pilkada DKI 2017.

"Apakah diatur kampanye dalam putaran kedua, kalau tidak diatur, jangan diatur. Makanya sejauh mana landasan hukum KPU (DKI) terkait kampanye di putaran kedua," kata Ace, Jumat.

Ace menyatakan, lebih baik KPU DKI mengikuti aturan yang sudah ada, tidak perlu membuat aturan baru. Jika tetap dibuat kampanye putaran kedua, anggota DPR RI Komisi II itu berencana menanyakan kepada pihak KPU terkait kampanye di putaran kedua itu.

"Saya sebagai komisi II akan minta KPU klarifikasi soal putaran kedua. Itu yang akan kami tanyakan dalam rapat pleno KPU," ujar Ace. "Kalau ada landasan hukum oke, kalau enggak ada jangan dipaksakan," tambah Ace. (Baca: Kemendagri Tunjuk Plt Gubernur jika Ahok-Djarot Cuti Kampanye Putaran Kedua)

Kompas TV Pilkada serentak yang terjadi di ibu kota DKI Jakarta masih meninggalkan berbagai catatan
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Taruna STIP Tewas Dianiaya, Polisi Ungkap Pemukulan Senior ke Junior Jadi Tradisi 'Penindakan'

Taruna STIP Tewas Dianiaya, Polisi Ungkap Pemukulan Senior ke Junior Jadi Tradisi "Penindakan"

Megapolitan
Empat Taruna STIP yang Diduga Saksikan Pelaku Aniaya Junior Tak Ikut Ditetapkan Tersangka

Empat Taruna STIP yang Diduga Saksikan Pelaku Aniaya Junior Tak Ikut Ditetapkan Tersangka

Megapolitan
Motif Pelaku Aniaya Taruna STIP hingga Tewas: Senioritas dan Arogansi

Motif Pelaku Aniaya Taruna STIP hingga Tewas: Senioritas dan Arogansi

Megapolitan
Penyebab Utama Tewasnya Taruna STIP Bukan Pemukulan, tapi Ditutup Jalur Pernapasannya oleh Pelaku

Penyebab Utama Tewasnya Taruna STIP Bukan Pemukulan, tapi Ditutup Jalur Pernapasannya oleh Pelaku

Megapolitan
Polisi Tetapkan Tersangka Tunggal dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP Jakarta

Polisi Tetapkan Tersangka Tunggal dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP Jakarta

Megapolitan
Hasil Otopsi Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior: Memar di Mulut, Dada, hingga Paru

Hasil Otopsi Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior: Memar di Mulut, Dada, hingga Paru

Megapolitan
Akhir Penantian Ibu Pengemis yang Paksa Orang Sedekah, Dua Adiknya Datang Menjenguk ke RSJ

Akhir Penantian Ibu Pengemis yang Paksa Orang Sedekah, Dua Adiknya Datang Menjenguk ke RSJ

Megapolitan
Polisi Sebut Ahmad dan RM Semula Rekan Kerja, Jalin Hubungan Asmara sejak Akhir 2023

Polisi Sebut Ahmad dan RM Semula Rekan Kerja, Jalin Hubungan Asmara sejak Akhir 2023

Megapolitan
Praktik Prostitusi di RTH Tubagus Angke Dinilai Bukan PR Pemprov DKI Saja, tapi Juga Warga

Praktik Prostitusi di RTH Tubagus Angke Dinilai Bukan PR Pemprov DKI Saja, tapi Juga Warga

Megapolitan
Keluarga Harap Tak Ada Intervensi dalam Pengusutan Kasus Mahasiswa STIP yang Tewas Dianiaya Senior

Keluarga Harap Tak Ada Intervensi dalam Pengusutan Kasus Mahasiswa STIP yang Tewas Dianiaya Senior

Megapolitan
Pro-Kontra Warga soal Janji Dishub DKI Tertibkan Juru Parkir, Tak Keberatan jika Jukir Resmi

Pro-Kontra Warga soal Janji Dishub DKI Tertibkan Juru Parkir, Tak Keberatan jika Jukir Resmi

Megapolitan
Mahasiswa STIP Tewas Dianiaya Senior, Pengawasan dan Tata Tertib Kampus Jadi Sorotan

Mahasiswa STIP Tewas Dianiaya Senior, Pengawasan dan Tata Tertib Kampus Jadi Sorotan

Megapolitan
Hari Ini, Polisi Lakukan Gelar Perkara Kasus Mahasiswa STIP Tewas Diduga Dianiaya Senior

Hari Ini, Polisi Lakukan Gelar Perkara Kasus Mahasiswa STIP Tewas Diduga Dianiaya Senior

Megapolitan
Usul Heru Budi Bangun “Jogging Track” di RTH Tubagus Angke Dinilai Tak Tepat dan Buang Anggaran

Usul Heru Budi Bangun “Jogging Track” di RTH Tubagus Angke Dinilai Tak Tepat dan Buang Anggaran

Megapolitan
Polisi Sebut Pembunuh Wanita Dalam Koper Tak Berniat Ambil Uang Kantor yang Dibawa Korban

Polisi Sebut Pembunuh Wanita Dalam Koper Tak Berniat Ambil Uang Kantor yang Dibawa Korban

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com