Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

JPU dan Pengacara Ahok Berdebat soal Kehadiran Ahli Hukum Pidana

Kompas.com - 14/03/2017, 14:58 WIB
Kontributor Amerika Serikat, Andri Donnal Putera

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada sidang kasus dugaan penodaan agama dengan terdakwa Basuki "Ahok" Tjahaja Purnama menganggap pengacara Ahok tidak etis karena menghadirkan ahli hukum pidana dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Edward Omar Sharif Hiariej, sebagai ahli pada sidang hari ini, Selasa (14/3/2017).

Pasalnya, Edward sebelumnya direncanakan akan dihadirkan oleh JPU tetapi tidak jadi dihadirkan dan kini dia didatangkan oleh pihak kuasa hukum Ahok.

"Pada persidangan yang lalu, kami memutuskan tidak mengajukan ahli (Edward) dengan beberapa pertimbangan bahwa kami dapat laporan dari anggota kami. Ahli mengatakan, 'Kalau jaksa tidak menghadirkan (saya), saya akan dihadirkan kuasa hukum'. Ini semacam ultimatum," kata anggota JPU, Ali Mukartono, di hadapan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara dalam sidang hari ini.

Menurut Ali, ucapan Edward kepada anggotanya saat itu mengesankan bahwa dia sebagai saksi ahli yang hendak dihadirkan penuntut umum secara tidak langsung telah berhubungan dengan kuasa hukum terdakwa. Karena itulah kehadiran Edward kini dianggap tidak etis.

"Ini tidak etis, dari awal dia tahu BAP (Berita Acara Pemeriksaan) dari penyidik, kenapa berhubungan dengan kuasa hukum?" tanya Ali.

Pihak kuasa hukum Ahok membantah mereka tidak etis. Menurut kuasa hukum Ahok, perihal pihaknya ingin menghadirkan Edward sebagai ahli hukum pidana telah dibicarakan dengan jaksa penuntut umum. Seharusnya tidak ada masalah jika Edward datang sebagai ahli pada sidang hari ini.

"Kesepakatan (soal Edward jadi saksi ahli) tanggal 28 Februari 2017, tidak ada keberatan sedikit pun (dari penuntut umum). Tiba-tiba di sini buat suatu persoalan. Menurut kami, ini itikad kurang bagus," kata perwakilan kuasa hukum Ahok.

Ketua Majelis Hakim Dwiarso Budi Santiarto kemudian memutuskan Edward tetap bisa memberi pandangannya sebagai ahli. Hal itu didasarkan pada pertimbangan bahwa penuntut umum sudah diberi kesempatan pada persidangan sebelumnya tetapi saat itu mengatakan pihaknya tidak ada tambahan saksi.

"Majelis tetap berpedoman, apapun keterangan ahli, akan dipertimbangkan oleh majelis. Saya kira sudah tidak ada masalah lagi," kata Dwiarso.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pemprov DKI Siapkan Stok Blanko KTP untuk Pemilih Pemula Pilgub 2024

Pemprov DKI Siapkan Stok Blanko KTP untuk Pemilih Pemula Pilgub 2024

Megapolitan
Sebelum Tewas, Brigadir RAT Sepekan Tinggal di Jakarta

Sebelum Tewas, Brigadir RAT Sepekan Tinggal di Jakarta

Megapolitan
Partisipasi Pemilih di Jakarta pada Pemilu 2024 Turun Dibandingkan 2019

Partisipasi Pemilih di Jakarta pada Pemilu 2024 Turun Dibandingkan 2019

Megapolitan
Pemerintah DKJ Punya Wewenang Batasi Kendaraan Pribadi di Jakarta, DPRD Minta Dilibatkan

Pemerintah DKJ Punya Wewenang Batasi Kendaraan Pribadi di Jakarta, DPRD Minta Dilibatkan

Megapolitan
Dua Begal di Depok Lakukan Aksinya di Tiga Tempat dalam Sehari

Dua Begal di Depok Lakukan Aksinya di Tiga Tempat dalam Sehari

Megapolitan
Unggah Foto Gelas Starbucks Tutupi Kabah Saat Umrah, Zita Anjani: Saya Berniat Mancing Obrolan...

Unggah Foto Gelas Starbucks Tutupi Kabah Saat Umrah, Zita Anjani: Saya Berniat Mancing Obrolan...

Megapolitan
Jenazah Brigadir RAT Belum Diotopsi, Polisi Tunggu Keputusan Keluarga

Jenazah Brigadir RAT Belum Diotopsi, Polisi Tunggu Keputusan Keluarga

Megapolitan
Keluarga Brigadir RAT yang Meninggal Bunuh Diri Tiba di RS Polri Kramat Jati

Keluarga Brigadir RAT yang Meninggal Bunuh Diri Tiba di RS Polri Kramat Jati

Megapolitan
Dua Begal yang Bacok Korban di Depok Incar Anak Sekolah

Dua Begal yang Bacok Korban di Depok Incar Anak Sekolah

Megapolitan
Pemprov DKI Disarankan Ambil Alih Pengelolaan JIS, TIM, dan Velodrome dari Jakpro

Pemprov DKI Disarankan Ambil Alih Pengelolaan JIS, TIM, dan Velodrome dari Jakpro

Megapolitan
Jenazah Brigadir RAT Diotopsi di RS Polri Sebelum Dibawa Keluarga ke Manado

Jenazah Brigadir RAT Diotopsi di RS Polri Sebelum Dibawa Keluarga ke Manado

Megapolitan
Kasus Kriminal di Depok Naik, dari Pencurian Guling hingga Bocah SMP Dibegal

Kasus Kriminal di Depok Naik, dari Pencurian Guling hingga Bocah SMP Dibegal

Megapolitan
Pemprov DKI Bakal Bangun 2 SPKL Tahun Ini, Salah Satunya di Balai Kota

Pemprov DKI Bakal Bangun 2 SPKL Tahun Ini, Salah Satunya di Balai Kota

Megapolitan
Pedagang Pigura di Bekasi Bakal Jual 1.000 Pasang Foto Prabowo-Gibran

Pedagang Pigura di Bekasi Bakal Jual 1.000 Pasang Foto Prabowo-Gibran

Megapolitan
Ketika Pemprov DKI Seolah Tak Percaya Ada Perkampungan Kumuh Dekat Istana Negara...

Ketika Pemprov DKI Seolah Tak Percaya Ada Perkampungan Kumuh Dekat Istana Negara...

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com