"Ada kekerasan secara psikologis, tapi tidak ada intimidasi karena pelaku dan korban saling kenal. Mereka biasa nongkrong bareng dan itu seperti cara untuk pengenalan saat mau masuk ke kelompok pertemanan tertentu," kata Taryono saat dihubungi Kompas.com, Rabu (20/9/2017) pagi.
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Tangsel pagi ini mengumpulkan perwakilan kedua belah sekolah bersama dengan perwakilan orangtua murid serta komite sekolah.
Dari pertemuan tersebut, diketahui bentuk kekerasan psikologis dari murid SMA terhadap murid SMP adalah ketika murid SMP disuruh membuka pakaiannya dan lalu disuruh berjemur di lapangan terbuka yang berada tidak jauh dari kantor Wali Kota Tangerang Selatan.
"Kekerasan secara psikologis ada, tapi kekerasan fisiknya tidak ada," kata Taryono.
Ada delapan murid SMPN 18 yang jadi korban perundungan itu. Pelakunya adalah dua murid SMA 8 Muhammadiyah.
Terhadap para murid, pihak Dinas Pendidikan Tangsel menyatakan akan memberi pembinaan dan sosialisasi lebih lanjut agar para murid menghindari tindakan-tindakan yang menjurus pada perundungan.
Perundungan itu awalnya terungkap saat pegawai negeri sipil (PNS) di kantor Wali Kota Tangerang Selatan pada Senin lalu melihat sekumpulan anak sekolah berdiri di tanah kosong di belakang kantor Wali Kota. Dari situ diketahui, beberapa anak telah disuruh untuk membuka pakaiannya dan berjemur di lapangan tersebut.
https://megapolitan.kompas.com/read/2017/09/20/13232981/dinas-pendidikan-tangsel-tak-ada-kekerasan-fisik-pada-kasus-bullying