Setelah mengajukan gugatan dan menjalani mediasi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, akhirnya Juniarti bisa mendapat obat Trastuzumab yang dibutuhkan.
"Bagi saya dan istri, kemenangan kami adalah kemenangan semua penderita HER2 positif di mana pun dia berada."
"Dan ini pelajaran keras bagi direksi BPJS agar jangan mengurangi manfaat bagi peserta BPJS, juga agar jangan bermain-main dengan nyawa manusia," kata Edy ketika dihubungi, Jumat (28/9/2018).
Sejak didiagnosa kanker payudara pada Mei 2018 lalu, Juniarti sudah menjalani empat kemoterapi tanpa obat Trastuzumab. Obat itu tak lagi ditanggung BPJS Kesehatan sejak April 2018. Padahal jenis tumornya yang HER2 Positif membutuhkan Trastuzumab.
Edy mengatakan, kesepakatan BPJS Kesehatan kembali menjamin Trastuzumab sudah disampaikannya ke dokter dan apotek. Ia berharap istrinya bisa segera menikmati Trastuzumab.
"Hari ini istri saya tengah menjalani kemoterapi keempat tanpa Trastuzumab. Saya dan istri berharap pada kemoterapi kelima yang waktunya 3 minggu lagi Trastuzumab bisa diberikan karena BPJS telah menjamin kembali," ujar Edy.
Sebelumnya, Juniarti menggugat empat pihak terkait penghentian penjaminan obat kanker Trastuzumab itu dengan nomor perkara 552/Pdt.G/2018/PN.Jkt.Sel.
Keempat tergugat yakni Presiden Joko Widodo yang menjadi tergugat 1, Menteri Kesehatan Nila F Moeloek sebagai tergugat 2, BPJS Kesehatan sebagai tergugat 3, dan Dewan Pertimbangan Klinis Kemenkes sebagai tergugat 4.
Obat Trastuzumab sebelumnya dijamin penyediaannya, tetapi BPJS Kesehatan menghentikan penjaminan obat kanker tersebut sejak 1 April 2018.
Padahal, Berdasarkan Kepmenkes 856/2017 tentang Formularium Obat Nasional, obat Trastuzumab ditetapkan ditanggung oleh BPJS.
Hasil mediasi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan akan disidangkan pada 3 Oktober 2018.
https://megapolitan.kompas.com/read/2018/09/28/16245191/ini-pelajaran-keras-bagi-direksi-bpjs-agar-jangan-mengurangi-manfaat-bagi