Penanggung jawab pelaksanaan terapi Hiperbarik RS Polri AKBP Karjana mengatakan, terapi hiperbarik disarankan untuk para penyelam, sebab hal tersebut sudah masuk dalam SOP (Standar Operasional) penyelam yang diatur oleh perkumpulan dokter bidang kelautan.
"Kami mengimbau baik dari penyelam relawan maupun TNI, Polri diharapkan untuk mengantisipasi penyakit dekompresi dengan melakukan terapi hiperbarik," kata Karjana di RS Polri Kramatjati, Jakarta Timur, Senin (5/11/2018).
Adapun tahapan terapi hiperbarik di RS Polri, menurut Karjana, pertama-tama penyelam yang datang kemudian akan dilakukan assessment meliputi identitas, riwayat penyakit sebelumnya, riwayat penyelaman dan penerbangan terakhir kali.
"Kemudian pemeriksaan medis umum. Setelah itu hasilnya kami analisis apakah pasien memenuhi syarat atau tidak. Kalau tidak memenuhi syarat seperti lagi batuk atau pilek, ya itu kami tunda dulu beberapa hari baru kami lakukan terapi hiperbarik," jelas Karjana.
Terapi hiperbarik dilakukan dengan durasi sekitar dua jam di ruangan udara bertekanan tinggi atau RUGT.
Di ruangan tersebut, pasien akan diarahkan masuk ke dalam tempat yang diatur tekanannya sesuai kedalaman laut di perairan Karawang. Namun hal itu dilakukan secara bertahap.
"Kalau kedalaman di Karawang itu bisa mencapai 30-35 meter berarti bisa dikasih tekanan di dalam ruangan itu hingga 14 atmospehere di RUGT," ujar Karjana.
Terapi hiperbarik dilakukan guna mencegah penyakit dekompresi.
Dekompresi muncul ketika penyelam yang masih kelebihan nitrogen naik ke permukaan terlalu cepat.
Perubahan tekanan dari tinggi ke rendah yang terlalu cepat menimbulkan dekompresi dan bisa menyebabkan kematian secara mendadak.
Terapi didorong untuk dilakukan guna menghindari insiden pada Jumat (2/11/2018) lalu, di mana relawan penyelam bernama Syachrul Anto meninggal karena decompression sickness atau penyakit dekompresi saat pencarian pesawat Lion air PK-LQP.
https://megapolitan.kompas.com/read/2018/11/05/15281891/hindari-dekompresi-polri-imbau-penyelam-terapi-hiperbarik