Salin Artikel

Pengemudi Ojek Online yang Nyaleg Menanti Penghitungan Suara untuk Lolos ke Senayan

Dia tetap giat memantau perhitungan suara resmi, terutama perolehan suara dirinya, maupun PKB, partai pengusungnya.

“Masih penghitungan, Mas,” ujar Suhandi melalui pesan singkat kepada Kompas.com, Kamis (2/5/2019) petang.

Ia enggan gegabah dalam memberikan komentar soal perolehan suara. Pria 40 tahun yang mencalonkan diri di Dapil III Jakarta ini memilih sabar mengikuti penghitungan form C1 secara manual.

“Saya belum masuk ke soal optimistis atau tidak (lolos ke Senayan),” ungkap Suhandi.

Ia mengaku tak mampu mengawal perolehan suaranya sendiri di Jakarta Barat, Jakarta Utara, dan Kepulauan Seribu karena keterbatasan dana. Praktis, ia hanya mengandalkan saksi dari PKB untuk meninjau sejauh mana perolehan suaranya dan partai pengusungnya itu.

“Saya enggak bisa deteksi semua untuk tahu suara saya, karena keterbatasan dana. Saya enggak punya uang untuk honor saksi,” kata Suhandi.

Meski hanya mengandalkan saksi yang disediakan partai, Suhandi tetap intens mengawal penghitungan C1.

“Saya pasrahkan ke DPW saja. Saya hanya menyerahkan kepada mereka. Jadi, saya hanya kontak-kontak saksi di Jakarta, seperti di Kalideres atau Cengkareng,” jelas Suhandi.

Sejak jauh hari, ia memang berharap dirinya sanggup lolos ke Senayan buat memperjuangkan kesejahteraan mitra pengemudi ojek daring melalui Komisi V DPR RI. Akan tetapi, ia tetap realistis soal peluangnya jadi anggota legislatif. Lagi, keterbatasan dana jadi kendala.

“Saya enggak ada keluar dana (untuk kampanye), sambil jalan saja untuk teman-teman sesama ojol (ojek online) yang kira-kira akan memilih karena kenal secara pribadi. Kalau untuk masyarakat, ya wallahu a'lam. Mereka mungkin coblos partainya,” ujar Suhandi.

Berjuang untuk relasi kerja yang adil

Saat ditanya soal dasar perjuangannya untuk menggapai kursi parlemen, Suhandi mengaku punya keresahan soal kesejahteraan pengemudi ojek online Pada dasarnya, ia ingin agar sistem kemitraan yang selama ini diusung para aplikator direvisi, sebab menurutnya lebih banyak menguntungkan aplikator ketimbang pengemudi.

“Saya ingin ubah semua. Dengan jumlah 3 juta driver, sistem kemitraan sudah enggak cocok. Perusahaan (aplikator) seharusnya jadikan seperti pegawai tetap. Nanti, driver tidak lagi bekerja karena mengincar bonus, tapi berdasarkan jam kerja online,” kata Suhandi soal gagasan utamanya.

Dia lantas menjelaskan, jam kerja online yang ia maksud merupakan waktu tempuh ketika pengemudi mengambil pesanan. Selang waktu ketika menunggu datangnya pesanan tidak dihitung sebagai jam kerja, supaya pihak aplikator pun tidak merugi.

“Saya sudah kalkulasi, kira-kira kalau 1 trip itu setengah jam, misalnya jam kerja online dipatok 10 jam, kita bisa dapat 20 trip. Sekarang, biasanya kita rata-rata 15 trip sehari, tergantung jarak dan macetnya. Saya ingin perusahaan arahnya ke sana, bekerja digaji tetap, ada tunjangan juga, kalau ketahuan curang nanti dipecat tanpa hormat. Kalau lebih dari 10 jam, bisa ada mekanisme semacam uang lembur. Pokoknya, persis karyawan di perusahaan pada umumnya,” papar Suhandi.

Suhandi beralasan, sistem kemitraan di mana pengemudi menyediakan sebagian besar sumber daya, mulai dari ponsel, pulsa, motor, dan bensin, tidak sebanding dengan keputusan soal tarif yang ditentukan secara sepihak oleh aplikator. Belum lagi bicara soal sistem rating dan keputusan suspend yang menurutnya sering kali tidak dirasa layak oleh pengemudi.

“Sudah banyak lah cerita, ini kan lebih banyak hal yang menguntungkan aplikator, tapi di pihak driver enggak untung, semacam penjajahan modern, lah. Kita punya sumber daya sendiri tapi tidak mampu bargaining atau seenggaknya sharing sumber daya,” imbuhnya.

Dia juga menyoroti payung hukum soal transportasi daring yang menurutnya belum memiliki konsekuensi legal yang mengikat para aplikator.

“Menurut saya, Permenhub itu hanya administratif saja, tidak ada konsekuensi hukumnya. Sama seperti ketika Pak Menhub minta tarif pesawat diturunkan, tetap saja kan? Mereka (para maskapai) merasa enggak ada sanksi hukum. Di situ kelemahannya, kecuali undang-undang, baru bisa mengikat,” katanya, merujuk Peraturan Menteri Perhubungan No. 12 Tahun 2009 yang menyangkut soal ojek daring.

Menitipkan aspirasi kepada PKB

Sejauh ini, Suhandi optimistis jika keresahannya diakomodasi oleh PKB sebagai partai pengusung. Sadar jika beberapa caleg PKB lain punya kans lebih besar ketimbang dirinya untuk duduk di kursi parlemen, Suhandi mengaku beberapa kali menitipkan aspirasinya soal ojek daring kepada mereka.

Ia juga menjamin jika perjuangannya tak akan menguap begitu saja andai dirinya tak lolos ke Senayan.

“Saya ingin perjuangan itu enggak berhenti di saya. Orang-orang di PKB sering saya ajak bicara. Cak Imin, Pak Abdul Karding, Bu Dita, Pak Hanif Dhakiri, Pak Marwan Jafar, mereka tau semangat saya ke sana. Sudah cukup dekat, sering ketemu dan diskusi, saya menitipkan,” ungkap Suhandi.

“Walaupun memang untuk mengundangkan soal ojol, agak berat kalau bukan orang yang punya hati di situ. Misalkan yang duduk di DPR RI bukan saya, konsep-konsep ini akan saya tetap bikin forum-forum dengan PKB,” lanjutnya.

Andai Suhandi tidak lolos, ia hanya mampu menggantungkan harapan pada konsistensi PKB dalam memperjuangkan kesejahteraan pengemudi ojek daring.

“Saya akan dorong terus. Insya Allah saya yakin PKB akan tetap komitmen. Karena saya mendapat banyak info di Kalimantan, Sumatera, Jawa, PKB banyak dapat dukungan dari ojol setempat. Saya berharap ke mereka, tolong jangan ojol diambil suara hanya untuk 5 tahun,” ujarnya.

Terakhir, Suhandi terus bersemoga supaya PKB mampu mengirimkan wakil dari Jakarta ke parlemen pada hasil akhir perhitungan suara selesai. Dia ingin partai besutan Muhaimin Iskandar ini bisa “pecah telur” di Jakarta. Hal ini ia rasa penting, supaya gagasannya tentang kesejahteraan pengemudi ojek daring bisa “dititipkan” ke DPR RI.

“Sejak 2004, 2009, 2014, PKB belum pernah mengirimkan wakil ke DPR RI dari Jakarta. Mudah-mudahan PKB bisa menyumbangkan kursi di Jakarta kali ini,” tutupnya.

https://megapolitan.kompas.com/read/2019/05/03/10504851/pengemudi-ojek-online-yang-nyaleg-menanti-penghitungan-suara-untuk-lolos

Terkini Lainnya

Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Megapolitan
Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Megapolitan
Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Megapolitan
Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Megapolitan
Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Megapolitan
Korban: Guling yang Dicuri Maling Peninggalan Almarhum Ayah Saya

Korban: Guling yang Dicuri Maling Peninggalan Almarhum Ayah Saya

Megapolitan
Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Megapolitan
Khawatir Rumahnya Diambil Pemerintah, Banyak Warga Tanah Tinggi Tak Ikut Program 'Bebenah Kampung'

Khawatir Rumahnya Diambil Pemerintah, Banyak Warga Tanah Tinggi Tak Ikut Program "Bebenah Kampung"

Megapolitan
Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Pakai Senpi, Peluru Tembus dari Pelipis Kanan ke Kiri

Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Pakai Senpi, Peluru Tembus dari Pelipis Kanan ke Kiri

Megapolitan
Maling Guling Beraksi di Cinere, Korban: Lucu, Kenapa Enggak Sekalian Kasurnya!

Maling Guling Beraksi di Cinere, Korban: Lucu, Kenapa Enggak Sekalian Kasurnya!

Megapolitan
Kronologi Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang

Kronologi Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang

Megapolitan
Mayat Bayi di Tanah Abang, Diduga Dibuang Ayah Kandungnya

Mayat Bayi di Tanah Abang, Diduga Dibuang Ayah Kandungnya

Megapolitan
2 Pria Rampok Taksi 'Online' di Kembangan untuk Bayar Pinjol

2 Pria Rampok Taksi "Online" di Kembangan untuk Bayar Pinjol

Megapolitan
Heru Budi: Jakarta Bisa Benahi Tata Kota jika Pemerintahan Pindah ke IKN

Heru Budi: Jakarta Bisa Benahi Tata Kota jika Pemerintahan Pindah ke IKN

Megapolitan
Polda Metro Jadwalkan Pemeriksaan Pendeta Gilbert Lumoindong Terkait Dugaan Penistaan Agama

Polda Metro Jadwalkan Pemeriksaan Pendeta Gilbert Lumoindong Terkait Dugaan Penistaan Agama

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke