Salin Artikel

Orangtua: PPDB Sistem Zonasi Tak Adil, Anak Bisa Kalah dengan yang Nilainya Lebih Rendah

Lina, warga Jembatan Serong, misalnya, mengaku harus cuti bekerja untuk mendaftarkan anaknya PPDB.

Setiap subuh selama tiga hari berturut-turut, ia menemani anaknya untuk mengantre verikasi PPDB.

"Mau bagaimana lagi mbak, semua akan saya lakuin buat anak saya masuk negeri," ucap Lina di SMAN 1, Nusantara, Pancoran Mas, Depok, Rabu (19/6/2019).

Meski telah cuti bekerja bahkan datang dari subuh untuk mendaftarkan anaknya, Lina masih tak bisa memastikan anaknya diterima di SMAN 1.

Menurut dia, kebijakan zonasi merugikan. Sebab, anaknya yang memiliki nilai tinggi bisa kalah dengan yang memiliki nilai lebih rendah tetapi rumahnya lebih dekat sekolah.

"Ini sebenarnya tidak adil ya, anak saya sudah belajar mati-matian untuk dapat nilai ujian nasional besar, tetapi harus kalah dengan siswa yang nilainya itu rendah, tapi zonasinya lebih dekat dibanding saya," ucap Lina.

Sama halnya dengan Ridho, warga Beji, Depok. Di sela verifikasi data, ia mengaku pesimistis anak bontotnya bisa mendapatkan kursi di sekolah negeri SMAN 1.

"Setelah dihitung, jarak rumah ke sekolah ini lebih dari 1 kilometer. Sementara itu, di sekitar SMAN 1 ini banyak sekolahan yang sepertinya anak muridnya pasti mendaftar ke sini, jadinya agak pesimistis anak saya bisa diterima, tetapi tetap dicoba, siapa tahu bisa ya mbak," ujar dia.

Kalaupun harus mempersiapkan sekolah pilihan kedua, Ridho merasa peluangnya lebih tipis lagi.

Sebab, jarak sekolah alternatif itu lebih jauh dari rumahnya sehingga persaingan semakin sulit.

Ridho mengatakan, kebijakan yang menitikberatkan jarak sebagai penentu penerimaan siswa ini merugikan warga yang tinggal jauh dari lokasi SMA negeri seperti dirinya.

"Lebih baik seperti dulu, penerimaan berdasarkan nilai, jadi ada acuan sekolah yang dituju disesuaikan dengan capaian nilai ujian anak. Kalau berdasarkan jarak seperti sekarang ini sulit mempertimbangkan peluangnya," kata Ridho.

Ia menyampaikan, hingga saat ini masih melakukan survei mengenai sekolah-sekolah yang anaknya tuju.

Menurut dia, sekolah swasta tidak menjadi tujuan utama karena kualitas pendidikan yang ditawarkan jauh berbeda.

"Sekalipun berkualitas baik, orangtua harus berkontribusi banyak juga untuk biaya pendidikannya," ucap Ridho sambil menunduk.

Sementara itu, Kepala Cabang Dinas Pendidika Jawa Barat Dadang Ruhiyat mengatakan, sistem zonasi ini dilaksanakan untuk pemerataan dari segi kualitas dan anggaran orangtua.

Sebab, apabila rumah anak dekat dengan sekolah, ini akan mengurangi pengeluaran orangtua.

"Zonasi ini juga menghilangkan status sekolah favorit, tetapi di satu pihak Pemerintah Provinsi Jawa Barat tidak mau menerima 100 persen seperti itu (zonasi). Jadi sekarang 55 persen zonasi murni, jika tinggal dekat sekolah dan anak tersebut nilai jelek pasti diterima," ucap dia.

Menurut Dadang, sistem zonasi yang mengharuskan orangtua ke sekolah agar PPDB ini lebih transparan sehingga mengurangi kecurangan.

"Kedua untuk keabsahan administrasi, karena banyak yang memalsukan administrasi," ujar dia.

Ia mengatakan, apabila orangtua tidak diterima di sekolah pilihan pertama, mereka bisa memiliki peluang diterima di sekolah pilihan kedua bahkan ketiga.

Dadang mengakui, jumlah sekolah yang tidak merata membuat warga Depok kesulitan menentukan kuota zonasi yang seimbang.

Sebab, ada satu kecamatan Beji di Depok tidak memiliki SMA Negeri lantaran terkendala dana.

Ia berharap, tahun depan pihaknya dapat menambah pembangunan sekolah menengah atas (SMA) di Depok ke depannya.

"Seperti di Beji harga tanah sangat tinggi. Kita belum ada anggaran itu. Makanya ini harus ada kerja sama agar sekolah dibangun dengan bantuan dari berbagai pihak seperti pemerintah kota Depok dan Pemrov Jabar," kata dia.

https://megapolitan.kompas.com/read/2019/06/19/19284581/orangtua-ppdb-sistem-zonasi-tak-adil-anak-bisa-kalah-dengan-yang-nilainya

Terkini Lainnya

Berkoordinasi dengan Polda Jabar, Polda Metro Jaya Bantu Buru 3 DPO Pembunuh Vina

Berkoordinasi dengan Polda Jabar, Polda Metro Jaya Bantu Buru 3 DPO Pembunuh Vina

Megapolitan
Pria di Kali Sodong Dibunuh 'Debt Collector' Gadungan karena Tolak Serahkan Motor

Pria di Kali Sodong Dibunuh "Debt Collector" Gadungan karena Tolak Serahkan Motor

Megapolitan
KPU DKI Verifikasi Dokumen Dukungan Bacagub Independen Dharma Pongrekun hingga 29 Mei

KPU DKI Verifikasi Dokumen Dukungan Bacagub Independen Dharma Pongrekun hingga 29 Mei

Megapolitan
PPK GBK Ungkap Riwayat Kepemilikan Tanah Tempat Berdirinya Hotel Sultan

PPK GBK Ungkap Riwayat Kepemilikan Tanah Tempat Berdirinya Hotel Sultan

Megapolitan
Perubahan Jadwal KRL, Transjakarta, MRT, dan LRT Saat Pencanangan HUT Ke-497 Jakarta 19 Mei

Perubahan Jadwal KRL, Transjakarta, MRT, dan LRT Saat Pencanangan HUT Ke-497 Jakarta 19 Mei

Megapolitan
Epy Kusnandar Isap Ganja di Atas Pohon pada Waktu Subuh

Epy Kusnandar Isap Ganja di Atas Pohon pada Waktu Subuh

Megapolitan
'Bullying' Siswi SMP di Bogor Diduga karena Rebutan Cowok

"Bullying" Siswi SMP di Bogor Diduga karena Rebutan Cowok

Megapolitan
KDRT dan Terlibat Kasus Penistaan Agama, Pejabat Kemenhub Dibebastugaskan

KDRT dan Terlibat Kasus Penistaan Agama, Pejabat Kemenhub Dibebastugaskan

Megapolitan
Mayat di Kali Sodong Ternyata Korban Perampokan dan Pembunuhan, Polisi Tangkap Pelakunya

Mayat di Kali Sodong Ternyata Korban Perampokan dan Pembunuhan, Polisi Tangkap Pelakunya

Megapolitan
Ini Rekayasa Lalu Lintas di Bundaran HI Saat Pencanangan HUT Ke-497 Jakarta pada 19 Mei

Ini Rekayasa Lalu Lintas di Bundaran HI Saat Pencanangan HUT Ke-497 Jakarta pada 19 Mei

Megapolitan
Epy Kusnandar Direhabilitasi sedangkan Yogi Gamblez Ditahan, Ini Alasan Polisi

Epy Kusnandar Direhabilitasi sedangkan Yogi Gamblez Ditahan, Ini Alasan Polisi

Megapolitan
Sidang Konflik Lahan, Hakim Periksa Langsung Objek Perkara di Hotel Sultan

Sidang Konflik Lahan, Hakim Periksa Langsung Objek Perkara di Hotel Sultan

Megapolitan
Dishub DKI Imbau Pengelola Minimarket Ajukan Izin Perparkiran

Dishub DKI Imbau Pengelola Minimarket Ajukan Izin Perparkiran

Megapolitan
Polres Bogor Buat Aplikasi 'SKCK Goes To School' untuk Cegah Kenakalan Remaja, Apa Isinya?

Polres Bogor Buat Aplikasi "SKCK Goes To School" untuk Cegah Kenakalan Remaja, Apa Isinya?

Megapolitan
Depresi, Epy Kusnandar Tak Dihadirkan dalam Konferensi Pers Kasus Narkobanya

Depresi, Epy Kusnandar Tak Dihadirkan dalam Konferensi Pers Kasus Narkobanya

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke