Meski begitu, para pengemudi ojek harus menerapkan protokol kesehatan selama beroperasi guna mencegah penularan Covid-19.
Bersamaan dengan itu, perkantoran juga sudah mulai dibuka dan beroperasi sejak Senin (8/6/2020) kemarin.
Sejumlah karyawan yang sebelumnya bekerja dari rumah atau work from home kini kembali berangkat ke kantor. Beberapa dari mereka memanfaatkan jasa ojek online.
Pernita Hustin Untari (25) contohnya, karyawan swasta di kawasan Gondangdia, Jakarta Pusat.
Dia menyambut baik ojek online diizinkan untuk mengangkut penumpang lagi. Hal itu mempermudah dia beraktivitas.
"Ojol boleh angkut penumpang itu kabar baik yang pasti, karena mempermudah sekali. Apalagi kan sekarang sudah mulai masuk kantor," kata Pernita kepada Kompas.com, Selasa (9/6/2020).
Dia memilih menggunakan ojek online karena relatif lebih aman dan cepat dibandingkan transportasi lain seperti kereta rel listrik (KRL).
Di sisi lain, ongkos yang dikeluarkan juga lebih murah.
"Alternatif lain itu ya naik KRL, karena Gocar berkali-kali lipat (tarifnya). Boros. Tapi naik KRL juga lebih merasa enggak aman sih, karena ramai orang dan saya harus jalan kaki ke stasiun," ungkapnya.
Terkait adanya protokol kesehatan yang wajib diterapkan, Pernita mengatakan bahwa para pengemudi ojek online sudah menggunakan masker dan sarung tangan, serta mengimbau penumpang membawa helm pribadi.
"Sudah pada pakai masker, sarung tangan, sama ditanyain bawa helm sendiri apa engga. Mereka si tetap bawa, cuma karena saya bawa sendiri, saya pakai yang saya bawa," ungkapnya.
Namun, Pernita merasa kecewa karena ojek online masih belum menggunakan partisi atau pembatas antara penumpang dan pengemudi.
Menurut dia, pembatas itu bisa menambah rasa aman untuk penumpang karena kontak fisik dengan pengemudi akan berkurang.
"Jadi kayak enggak ada perbedaan apa-apa, enggak ada pembatas yang ramai diperbincangkan itu. Jadi ya saya lebih hati-hati aja, pake masker sama cuci tangan atau pake hand sanitizer," kata dia.
Senada dengan Pernita, Nurul (23) pegawai swasta di Jakarta Barat mengatakan ojek daring yang ditumpanginya belum menggunakan partisi pembatas.
"Saya pulang pergi kerja naik ojol belum dapat driver yang pakai partisi itu, saya kira itu sudah diwajibkan," ungkapnya.
Meski demikian, para pengemudi sudah cukup aktif menjalankan protokol kesehatan seperti penggunaan masker dan sarung tangan.
"Masker sudah pada pakai, sarung tangan juga. Cuma enggak tahu tuh hand sanitizer pada bawa atau enggak, itu penting kan padahal," kata Nurul.
Saat menggunakan jasa ojol, Nurul mengaku dia memilih pembayaran non-tunai dan membawa helm pribadi.
Hal itu dilakukan untuk meminimalisir potensi penularan Covid-19 antara penumpang dan pengemudi.
"Ya biar aman sih bayar pakai Ovo atau Gopay, soalnya ngeri ya dari uang terus helm itu kita, khawatir ada droplet kan. Jadi ya harus kurangi interaksi langsunglah," ujar Nurul.
Sementara itu, Kristiani (25), pekerja di perusahaan swasta di Jakarta Pusat mengaku kecewa dengan adanya beberapa tukang ojek online yang belum menggunakan masker.
"Jadi pas datang pengemudinya enggak pakai masker. Pas saya tanyain baru dia ambil di tas dipakai," ujar dia.
Meski begitu, selama perjalanan pengemudi tersebut menggunakan masker dan sarung tangan, serta membawa hand sanitizer.
Kristiani juga memilih membawa helm pribadi dan menggunakan pembayaran non-tunai yang menurutnya lebih aman dilakukan di tengah pandemi Covid-19.
https://megapolitan.kompas.com/read/2020/06/09/10545991/cerita-penumpang-ojol-bawa-helm-sendiri-saat-psbb-transisi