Salin Artikel

Jumlah Kematian PDP 3 Kali Lipat Dibanding Pasien Positif Covid-19, Ini Komentar Pemkot Depok

Berdasarkan protokol WHO, kematian berkaitan dengan Covid-19 turut menghitung jumlah kematian PDP.

Ketentuan ini dirumuskan karena sejumlah negara/kota tak memiliki kapasitas pemeriksaan Covid-19 yang memadai.

Dikhawatirkan, gara-gara rendahnya kemampuan tes, maka kasus kematian akibat Covid-19 terkesan sedikit. Padahal ada banyak kematian yang tak terdiagnosis, dengan gejala serupa Covid-19.

"Dia belum tentu Covid-19 tapi memang mengarah ke sana. Dia belum diperiksa rapid atau swabnya. Idealnya sih memang langsung dicek swabnya supaya jelas," ujar Novarita saat dihubungi Kompas.com, Jumat (19/6/2020).

Status suspect yang diberikan kepada para PDP yang wafat merupakan akibat dari belum dilakukannya pemeriksaan swab dan PCR terhadap mereka hingga waktu mereka wafat.

Namun, Novarita membantah dugaan jika tingginya jumlah kematian PDP disebabkan karena lamban dan sedikitnya tes swab PCR di Depok.

Ia mengklaim, saat ini pemeriksaan Covid-19 dengan metode PCR di Depok hanya butuh 2-3 hari hingga hasilnya terbit.

"Pasien positif kan lebih sedikit dari PDP. Kalau klinisnya menunjukkan ke arah Covid-19 meskipun dia belum diperiksa, dia berstatus suspect. Makanya jadi lebih banyak," ungkap dia.

Namun, jika bercermin dari pengalaman, PDP-PDP yang wafat itu besar kemungkinan belum diambil swab untuk tes Covid-19.

Jika mereka sudah diambil swab, maka beberapa hari setelah kematian mereka, hasil tes Covid-19 mereka akan terbit.

Selama PSBB berlangsung 2 bulan, baru 1 kasus kematian PDP di Depok yang hasilnya rilis dari laboratorium, yakni pada 10 Juni 2020 lain. Sisanya, tak ada kepastian.

"Status PDP tersebut merupakan pasien yang belum bisa dinyatakan positif atau negatif, karena harus menunggu hasil PCR, yang datanya hanya dikeluarkan oleh PHEOC (Public Health Emergency Operating Center) Kemenkes RI," kata Wali Kota Depok, Mohammad Idris saat merilis total kematian PDP di Depok setiap hari kepada wartawan.

Kemudian, kesehatan mereka disebut menurun drastis dalam tempo singkat.

"Kadang-kadang ada pasien masuk bukan terkait Covid-19. Saat perawatan, tiba-tiba ada perkembangan baru. Misalnya, pasiennya kok sesak, baru muncul. Jadi, keburu meninggal, bisa saja kan," ujar dia.

"Jadi awalnya waktu datang karena keluhan yang lain, pas perawatan baru dia sesak, atau mungkin juga ada penyakit penyerta, baru timbul gejala-gejala. Kemudian, belum sempat dilakukan pemeriksaan, tiba-tiba meninggal. Karena kalau sesak nafas itu kan tidak bisa diprediksi," jelas Novarita.

Kasus kematian pasien dalam pengawasan (PDP) Covid-19 di Depok meningkat pada 5 hari terakhir, dengan 8 PDP meninggal sejak 14 April 2020.

Data yang dihimpun Kompas.com berdasarkan laporan harian Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Depok, pada 14 Juni 2020 total terdapat 33 kematian pasien positif Covid-19 dan 92 kematian PDP.

Artinya, pada 14 Juni 2020, terdapat selisih 59 angka di antara dua kategori itu.

Namun, pada 18 Juni 2020, selisih itu melebar jadi 66 angka.

Jumlah kematian PDP nyaris 3 kali lipat kematian pasien positif Covid-19, dengan 100 kasus berbanding 34 kasus kematian.

Semakin lebarnya selisih kematian PDP dengan kematian pasien positif Covid-19 di Depok dapat dirunut sejak hari pertama PSBB.

Pada hari pertama PSBB, 15 April 2020, selisih antara dua kategori itu hanya 24 angka, dengan 15 kematian pasien positif Covid-19 berbanding 39 kematian PDP.

https://megapolitan.kompas.com/read/2020/06/19/15443311/jumlah-kematian-pdp-3-kali-lipat-dibanding-pasien-positif-covid-19-ini

Terkini Lainnya

Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Megapolitan
Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Megapolitan
Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Megapolitan
Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Megapolitan
Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Megapolitan
Korban: Guling yang Dicuri Maling Peninggalan Almarhum Ayah Saya

Korban: Guling yang Dicuri Maling Peninggalan Almarhum Ayah Saya

Megapolitan
Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Megapolitan
Khawatir Rumahnya Diambil Pemerintah, Banyak Warga Tanah Tinggi Tak Ikut Program 'Bebenah Kampung'

Khawatir Rumahnya Diambil Pemerintah, Banyak Warga Tanah Tinggi Tak Ikut Program "Bebenah Kampung"

Megapolitan
Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Pakai Senpi, Peluru Tembus dari Pelipis Kanan ke Kiri

Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Pakai Senpi, Peluru Tembus dari Pelipis Kanan ke Kiri

Megapolitan
Maling Guling Beraksi di Cinere, Korban: Lucu, Kenapa Enggak Sekalian Kasurnya!

Maling Guling Beraksi di Cinere, Korban: Lucu, Kenapa Enggak Sekalian Kasurnya!

Megapolitan
Kronologi Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang

Kronologi Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang

Megapolitan
Mayat Bayi di Tanah Abang, Diduga Dibuang Ayah Kandungnya

Mayat Bayi di Tanah Abang, Diduga Dibuang Ayah Kandungnya

Megapolitan
2 Pria Rampok Taksi 'Online' di Kembangan untuk Bayar Pinjol

2 Pria Rampok Taksi "Online" di Kembangan untuk Bayar Pinjol

Megapolitan
Heru Budi: Jakarta Bisa Benahi Tata Kota jika Pemerintahan Pindah ke IKN

Heru Budi: Jakarta Bisa Benahi Tata Kota jika Pemerintahan Pindah ke IKN

Megapolitan
Polda Metro Jadwalkan Pemeriksaan Pendeta Gilbert Lumoindong Terkait Dugaan Penistaan Agama

Polda Metro Jadwalkan Pemeriksaan Pendeta Gilbert Lumoindong Terkait Dugaan Penistaan Agama

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke