Salin Artikel

PSMBK Kota Bogor, Zona Merah, dan Angka Kematian yang Meningkat

BOGOR, KOMPAS.com - Masa pembatasan sosial berskala mikro dan komunitas (PSMBK) di Kota Bogor, Jawa Barat, diperpanjang selama dua pekan ke depan.

Keputusan itu dibuat setelah Kota Bogor ditetapkan sebagai zona merah atau risiko tinggi penyebaran Covid-19.

Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto mengungkapkan, ada 14 indikator penilaian yang menjadi referensi Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 dalam menentukan level zona suatu daerah.

Tiga indikator yang mengalami fluktuasi sehingga menyebabkan Kota Bogor masuk ke level tertinggi penyebaran Covid-19 adalah meningkatnya angka kematian, menurunnya angka kesembuhan, dan keterisian rumah sakit yang semakin tinggi.

"Karena itu, tiga indikator tersebut akan kita perbaiki," kata Bima dalam konferensi pers yang disiarkan secara virtual di Bali Kota, Selasa (29/9/2020).

Bima mengatakan, dari data yang ada, dalam sepekan ini terjadi penambahan kasus kematian Covid-19 sebanyak enam orang.

Hasil evaluasi data kasus Covid-19, sambung Bima, tingkat kematian paling tinggi terjadi pada laki-laki.

Sementara itu, untuk kasus Covid-19 mayoritas terjadi pada kelompok orang dengan usia produktif (20-50 tahun) dengan 821 kasus.

Tak hanya itu, tren anak-anak yang terpapar pun meningkat. Usia balita tercatat 27 kasus dan usia antara 6-19 tahun tercatat 117 kasus.

"Kita menemukan data bahwa angka kematian yang ada itu 80 persen dari pasien komorbid (penyakit penyerta). Jadi orang penyakit bawaan punya risiko tinggi," sebut Bima.

Bima menuturkan, selama PSMBK tahap kedua ini, Pemkot Bogor akan melakukan pengetatan protokol kesehatan di perkantoran.

Sebab, kata dia, dari hasil evaluasi, penyebaran Covid-19 di dalam klaster keluarga sebagian besar terpapar dari lingkungan perkantoran.

"Jadi, setelah kita analisis, klaster keluarga yang ada di Kota Bogor bila dibedah kembali itu sebetulnya beririsan dengan klaster luar kota dan perkantoran. Sehingga, kita sepakat untuk memberikan penguatan, pengawasan protokol kesehatan di kantor-kantor," kata Bima.

Bima juga meminta setiap perusahaan atau kantor untuk membatasi jumlah karyawan yang bekerja sebesar 50 persen.

Selain itu, terhadap karyawan yang memiliki penyakit bawaan atau komorbid dilarang untuk bekerja.

"Kami akan awasi sejauh mana kantor-kantor disiplin mengikuti aturan 50 persen karyawan WFH (work from home). Kita juga minta setiap kantor punya Satgas Covid masing-masing," imbuh dia.

Di sisi lain, Pemkot Bogor juga membuat kebijakan baru di masa PSMBK tahap kedua dengan memberikan kelonggaran terhadap jam operasional di sektor usaha meski saat ini berstatus zona merah.

Kebijakan baru itu adalah memperbolehkan setiap unit usaha, seperti restoran dan rumah makan beroperasi hingga pukul 21.00 WIB.

"Karena kita melihat minim angka terjadinya klaster dari unit-unit ekonomi, seperti restoran, rumah makan, dan sebagainya. Untuk itu, jam operasional disesuaikan menjadi jam 9 malam dari sebelumnya hanya jam 8 malam," ungkap Bima.

Meski begitu, lanjutnya, pemerintah daerah tetap akan melakukan pengawasan ketat terhadap protokol kesehatan di tempat-tempat usaha tersebut.

Ia menuturkan, unit pengawasan dan unit edukasi masih akan terus bermanuver di lapangan untuk memastikan ditaatinya protokol kesehatan, termasuk pembatasan aktivitas warga.

"Kita masih melihat adanya kebutuhan untuk membatasi aktivitas warga. Namun, sektor perekonomian harus terus berjalan dan tentunya dengan penerapan protokol kesehatan ketat," pungkas Bima.

https://megapolitan.kompas.com/read/2020/09/30/10565211/psmbk-kota-bogor-zona-merah-dan-angka-kematian-yang-meningkat

Terkini Lainnya

Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Megapolitan
Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Megapolitan
Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Megapolitan
Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Megapolitan
Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Megapolitan
Korban: Guling yang Dicuri Maling Peninggalan Almarhum Ayah Saya

Korban: Guling yang Dicuri Maling Peninggalan Almarhum Ayah Saya

Megapolitan
Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Megapolitan
Khawatir Rumahnya Diambil Pemerintah, Banyak Warga Tanah Tinggi Tak Ikut Program 'Bebenah Kampung'

Khawatir Rumahnya Diambil Pemerintah, Banyak Warga Tanah Tinggi Tak Ikut Program "Bebenah Kampung"

Megapolitan
Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Pakai Senpi, Peluru Tembus dari Pelipis Kanan ke Kiri

Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Pakai Senpi, Peluru Tembus dari Pelipis Kanan ke Kiri

Megapolitan
Maling Guling Beraksi di Cinere, Korban: Lucu, Kenapa Enggak Sekalian Kasurnya!

Maling Guling Beraksi di Cinere, Korban: Lucu, Kenapa Enggak Sekalian Kasurnya!

Megapolitan
Kronologi Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang

Kronologi Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang

Megapolitan
Mayat Bayi di Tanah Abang, Diduga Dibuang Ayah Kandungnya

Mayat Bayi di Tanah Abang, Diduga Dibuang Ayah Kandungnya

Megapolitan
2 Pria Rampok Taksi 'Online' di Kembangan untuk Bayar Pinjol

2 Pria Rampok Taksi "Online" di Kembangan untuk Bayar Pinjol

Megapolitan
Heru Budi: Jakarta Bisa Benahi Tata Kota jika Pemerintahan Pindah ke IKN

Heru Budi: Jakarta Bisa Benahi Tata Kota jika Pemerintahan Pindah ke IKN

Megapolitan
Polda Metro Jadwalkan Pemeriksaan Pendeta Gilbert Lumoindong Terkait Dugaan Penistaan Agama

Polda Metro Jadwalkan Pemeriksaan Pendeta Gilbert Lumoindong Terkait Dugaan Penistaan Agama

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke