Dokter yang akrab disapa Dita itu membeberkan, pasien Covid-19 di Wisma Atlet mengalami lonjakan drastis pada periode 5-15 Januari 2021.
"Malam 7-14 hari ke belakang saya jungkir balik," tulis Dita di situs blogging Kompasiana, Senin (25/1/2021).
Dita sudah mengizinkan Kompas.com untuk mengutip tulisannya.
Dokter lulusan Universitas Indonesia ini mengatakan, lonjakan pasien Covid-19 mulai terasa 5 hari setelah Tahun Baru.
"Shift jaga siang di bangsal terasa luar biasa melelahkan. Pasien dengan desaturasi di bangsal semakin parah, namun ruang perawatan intensif penuh, dipenuhi dengan pasien-pasien dengan keadaan yang lebih buruk," kata dia.
Di sisi lain, Wisma Atlet sebagai RS Darurat Covid-19 tak memiliki fasilitas yang lengkap. Bangsal di RS Wisma Atlet tidak memiliki oksigen dinding.
Hal itu membuat tenaga kesehatan harus memastikan stok oksigen tabung.
"Tetapi dengan keadaan pasien desaturasi parah yang memerlukan oksigen 15 liter per menit, dalam 1 shift jaga bangsal, kami dapat menghabiskan kira-kira 4 oksigen tabung untuk 1 pasien," ujar Dita.
Ia menyebut, sebelum Tahun Baru, tower 6 dan 7 Wisma Atlet menampung sekitar 1000 pasien Covid-19. Setelah Tahun Baru, 2500 pasien hampir terlampaui.
"IGD penuh dan penerimaan pasien-pasien baru dengan kondisi stabil disebarkan ke bangsal, sehingga kami pun dokter jaga di bangsal yang menerimanya. Chaos," ujarnya.
Jumlah pasien kian meningkat. Hal itu tentunya berbanding lurus bagi kerja para tenaga kesehatan yang juga terus meningkat.
"Sejawat saya mulai kelelahan, bahkan banyak yang jatuh sakit. Jumlah pasien terus meningkat dengan jumlah tenaga kesehatan yang malah berkurang. Kami benar-benar jungkir balik dua minggu itu," katanya.
Klaster liburan
Dita mengaku sempat berbincang dengan salah satu pasien, sambil menanyakan keluhan dan riwayat penyakit.
Seorang pasien mengakui ia bersama rekan-rekan sekantornya baru saja pulang dari liburan.
"Mereka adalah teman sekantor yang menikmati liburan ke Labuan Bajo, dengan percaya diri karena hasil swab test negatif. Alhasil menikmati liburan dengan euforia dan lupa tidak berarti jika hasil swab test negatif akan negatif selamanya. Liburan akhirnya berakhir di Wisma Atlet dan menambah beban kami para tenaga medis yang sudah jungkir balik," kata dia.
Dita dan rekan-rekan tenaga kesehatan yang menyadari adanya klaster liburan Tahun Baru ini hanya dapat geleng-geleng kepala dan menghela napas sambil berkata, "Selamat datang kluster liburan".
"Cerita penambahan kasus Covid 19 ini bagi saya lebih heboh dari sinetron televisi. Menguras fisik dan emosi, karena saya tidak habis pikir mengamati pola pikir sebagian masyarakat. Pandemi belum usai, vaksinasi baru saja dimulai dan butuh waktu untuk mendapatkan kekebalan tubuh," ujarnya.
Macam-macam pertanyaan seketika terbersit dalam otak Dita.
"Apa kami tenaga medis sangat kurang mengedukasi? Kenapa sudah hampir satu tahun pandemi berlalu, masyarakat tetap bebal?" kata dia.
Dita menyadari salah menyalahkan satu sama lain memang kodrat manusia, tapi nihil gunanya dalam keadaan ini.
Menurut dia, saat ini yang dibutuhkan hanya lah kesadaran masyarakat. Sebab, hari ke hari kasus positif terus bertambah.
Di saat di beberapa negara lain sudah mulai melandai, grafik Covid-19 di Indonesia terus saja naik-naik ke puncak gunung.
"Bahkan sudah tidak tampak seperti gunung di Indonesia lagi, Gunung Everest mungkin lebih cocok," kata dia.
Di akhir tulisannya, Dita pun menyelipkan pesan kepada masyarakat.
"Masyarakat agar tidak abai. Masyarakat agar tidak ceroboh. Berapa banyak lagi pasien yang menderita, berapa lama lagi kita harus terus begini. Kluster liburan nyata. Kluster keluarga nyata. Semua ini NYATA dan SERIUS," tutup dia.
Kesulitan rujuk
Koordinator Rumah Sakit Darurat Wisma Atlet Kemayoran, Mayor Jenderal TNI dokter Tugas Ratmono sebelumnya mengakui pihaknya kesulitan merujuk pasien gejala berat ke rumah sakit rujukan Covid-19.
Sebab, ICU rumah sakit rujukan Covid-19 di Jakarta terus penuh belakangan ini.
"Ini yang tidak mudah. Karena kami pahami di ICU RS rujukan juga sangat-sangat sulit akhir-akhir ini," kata Tugas dalam talkshow di YouTube BNPB yang dikutip Kompas.com, Selasa (26/1/2021).
Oleh karena itu, Tugas mengaku pihak RS Wisma Atlet akan berupaya merawat pasien gejala berat dengan keterbatasan fasilitas yang dimiliki.
Meski sejak awal tak didesain untuk menampung pasien gejala berat, namun tugas itu tetap harus dilakukan mengingat sudah penuhnya ICU RS rujukan Covid-19 di Ibu Kota.
"Kami mengoptimalkan yang ada di Wisma Atlet untuk melaksanakan pelayanan ICU," kata Tugas.
Masalahnya, Wisma Atlet tak memiliki fasilitas selengkap RS rujukan Covid-19.
Sebagai RS Darurat, RS Wisma Atlet hanya memiliki tempat tidur ICU transisi, high care unit (HCU), dan intermediate care unit (IMCU).
Ketiga fasilitas itu standarnya di bawah tempat tidur ICU di RS rujukan Covid-19.
Oleh karena itu, merujuk pasien gejala berat ke RS lain sangat diperlukan agar bisa mendapat pelayanan optimal.
"Jika ada yang perlu dirujuk dan sudah ada tempatnya, kami rujuk. Kalau tidak, konsekuensinya kami dengan tim ICU betul-betul mengoptimalkan di sana," kata dia.
https://megapolitan.kompas.com/read/2021/01/27/09263031/cerita-dokter-di-rs-wisma-atlet-jungkir-balik-karena-klaster-liburan