JAKARTA, KOMPAS.com - Aksi pungutan liar (pungli) oleh petugas dalam lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta kembali terjadi.
Kali ini pungli dilakukan oleh dua orang petugas dari Dinas Perhubungan (Dishub) Provinsi DKI Jakarta, berinisal S dan SG.
Kompas.com merangkum sejumlah fakta mengenai pungli tersebut di sini:
1. Pungli terhadap sopir bus yang angkut calon penerima vaksin
Aksi pungli tersebut dilakukan oleh petugas dishub terhadap seorang sopir bus bernama Eko Saputro. Aksi terjadi pada Selasa (7/9/2021) pagi.
Saat itu, Eko tengah mengantar warga dari Kampung Penas, Jakarta Timur, menuju sentra vaksinasi Covid-19 di Sheraton Media Hotel, Jalan Gunung Sahari, Jakarta Pusat.
"Saat itu kami jalan menuju Hotel Sheraton dari Penas, tiba-tiba di depan ITC Cempaka Mas (Jakarta Pusat) disetop oleh petugas Dishub, ada dua orang," kata Eko.
Dia kemudian menjelaskan kepada dua petugas itu bahwa tujuannya adalah mengantar warga untuk mengikuti vaksinasi.
Setelah memberikan daftar penumpang yang akan divaksinasi, Eko diminta menyerahkan surat-surat kendaraannya.
"Ibu panitia menyerahkan dokumen vaksin, setelah itu lanjut ke surat kelengkapan mobil, dia bilang surat ini meragukan. Saya bilang saya enggak tahu, Pak, saya hanya mengemudi," kata Eko.
"Dia bilang pokoknya ini dari mana, memalsukan dokumen negara. Dia mengambil surat-surat saya dan dia mengancam mobil ini harus dikandangin," lanjutnya.
Eko lalu meminta tetap diizinkan mengantar warga ke tempat vaksinasi. Permintaan itu disetujui. Dua petugas Dishub tersebut mengikuti bus itu.
Dalam perjalanan, Eko menghubungi pimpinan perusahaannya. Dia mendapat arahan untuk berdiskusi dengan petugas agar bisa menyelesaikan masalah tersebut.
2. Pungli sebesar Rp 500.000
Sesampainya di hotel, Eko lalu menghadap petugas Dishub berinisial SG dan S itu. Dia meminta agar busnya tidak ditahan dan bisa kembali mengantar warga ke rumah mereka.
"Lalu saya menghadap, izin dan minta tolong bagaimana baiknya agar mobil ini tidak ditahan. Saya dimasukkan ke dalam mobil Dishub, akhirnya saya dibawa ke pinggir jalan raya," ucap Eko.
Setelah itu, kata Eko, S meminta uang Rp 500.000. Kalau uang diberikan, bus tidak akan ditahan.
"Awalnya saya dibentak dulu sama Pak SG, 'Lu mau dibantu enggak? Kok jadi lu yang ngatur.' Dari situ mulailah bicara dari angka transaksi, Pak S bilang, komandan minta uang 500.000. Pak S itu dapat izin dari komandannya SG supaya mobil enggak ditarik saya disuruh bayar segitu," ungkapnya.
Eko merasa berkeberatan. Dia hanya bersedia memberikan Rp 300.000, tetapi petugas itu menolak.
"Saya bilang, 'Saya enggak ada, Pak. Saya minta tolong kebijaksanaan, Bapak.' Saya kasih Rp 300.000, enggak bisa katanya. Karena saya panik, ya sudahlah, daripada mobil ini ditarik, nanti warga gimana, saya kasih uang Rp 500.000, terus mereka pergi. Saya bilang, 'Jangan galak-galak, saya lagi bawa orang susah'," ujar Eko.
3. Dilaporkan ke Satgas Saber Pungli
Tidak lama setelah itu, aksi pungli oleh petugas Dishub DKI tersebut muncul ke permukaan.
Kasus pemerasan itu pertama kali diungkap Ketua Forum Warga Jakarta (Fakta) Azas Tigor Nainggolan.
Tigor mengetahui kejadian ini dari salah satu anggota Fakta yang mendampingi warga di bus tersebut.
Dishub DKI kemudian melakukan pemeriksaan kepada keduanya. Hasilnya, kedua pelaku terbukti memeras sopir.
Kedua pelaku pun dikenai sanksi pemotongan tunjangan kinerja daerah (TKD) sebesar 30 persen selama 9 bulan. Selain itu, sanksi lainnya adalah berupa penundaan kenaikan pangkat selama 1 tahun dan dipindahtugaskan.
Namun, Tigor menilai sanksi yang dijatuhkan Dinas Perhubungan DKI kepada kedua pelaku sangat ringan.
Tigor belakangan mendesak aparat penegak hukum memproses hukum dua oknum tersebut.
Ia kemudian membuat laporan ke Satgas Sapu Bersih Pungutan Liar (Saber Pungli) yang berwenang untuk mempidanakan PNS pelaku pungli.
4. Uang dikembalikan usai kasus viral
Satu hari setelah pemerasan terjadi, petugas Dishub S dan SG datang menemui Eko untuk mengembalikan uang hasil pemerasan tersebut.
“Mereka datang ke pul bus hari Rabu (8/9/2021), Pak S dengan Pak SG. Mereka bilang mau menyerahkan uang, 'Saya mau memulangkan uang'," tutur Eko.
"Saya terima, ada tanda terima sama foto di kantor saya," lanjutnya.
5. Teror berlanjut terhadap sopir bus
Meski uang pemerasan senilai Rp 500.000 sudah dikembalikan oleh S dan SG, Eko hingga kini masih menerima “teror” dari kedua petugas dishub tersebut.
Hal ini disampaikan oleh Tigor.
Menurut Tigor, S masih menghubungi sang sopir dan memintanya untuk mencabut laporan ke Saber Pungli. Eko juga diminta datang ke kantor Dishub untuk memberi keterangan.
Tigor menilai hal yang dilakukan petugas Dishub kepada Eko sebagai bentuk teror.
“Pihak Dinas Perhubungan jangan lagi melakukan tekanan-tekanan ke sopir untuk mencabutlah, saya kok yang lapor. Kalau memang butuh Pak Eko, hubungi saya,” ujar Tigor dalam konferensi pers secara virtual, Senin (13/9/2021).
Eko juga hadir dalam konferensi pers tersebut. Eko membenarkan hal yang disampaikan Tigor.
Setelah mengembalikan uang Rp 500.000, kata Eko, dua petugas Dishub itu kembali menghubunginya.
Eko mengatakan, S meminta agar dirinya mencabut laporan. Namun, Eko menyatakan, dia tidak pernah membuat laporan apa pun terkait masalah tersebut.
"Setelah itu dia (S) telepon lagi, dia minta tolong supaya mencabut laporan. Saya enggak tahu apa-apa, yang lapor bukan saya," ucap Eko.
(Penulis : Ira Gita Natalia Sembiring/ Editor : Nursita Sari)
https://megapolitan.kompas.com/read/2021/09/14/20003321/pungli-petugas-dishub-dki-sopir-bus-diperas-rp-500000-uang-dikembalikan