DEPOK, KOMPAS.com - Kota Depok, Jawa Barat, hingga hari ini masih memiliki kebijakan merazia orang-orang yang menggelandang di jalan.
Sedikitnya lima orang manusia silver diangkut Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Depok dalam razia yang digelar selama 3 hari pada 3-5 Oktober 2021.
Razia ini disebut sebagai razia "Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial" (PPKS) dan dianggap sebagai penegakan Peraturan Daerah (Perda) Kota Depok Nomor 16 Tahun 2012 tentang Pembinaan dan Pengawasan Ketertiban Umum.
“Saat kami sedang berpatroli menemukan manusia silver sedang beroperasi. Kami pun mengamankan mereka untuk didata," kata Kepala Satpol PP Kota Depok, Lienda Ratnanurdianny, dikutip situs resmi Pemerintah Kota Depok, Kamis (7/10/2021).
Patroli ini dilakukan dari Jalan Raya Juanda, kemudian menuju pertigaan Masjid Al-Huda Depok 2, kemudian dilanjutkan ke Lampu Merah Arif Rahman Hakim hingga kawasan Beji.
"Selain itu, kami juga menghalau pengamen yang sering beroperasi di jalanan,” tutur Lienda.
Dibina
Manusia-manusia silver ini kemudian diangkut Satpol PP untuk didata. Satpol PP disebut berkoordinasi dengan Dinas Sosial (Dinsos) agar mereka mendapatkan pembinaan.
“Mereka ada yang ditampung di Rumah Perlindungan Sosial (RPS), Kelurahan Beji Timur. Setelah dibina mereka kami kirim untuk pelatihan kerja,” kata Kepala Bidang Rehabilitasi Sosial, Dinsos Kota Depok, Nita Ita Hernita, dikutip situs resmi Pemerintah Kota Depok, Kamis (7/10/2021).
Setelah dibawa ke RPS, lanjut Nita, Dinsos melakukan asesmen dan penelusuran terhadap mereka. Mereka juga diminta membuat perjanjian agar tidak kembali ke jalan.
"Kami juga meminta pihak keluarga datang ke RPS. Lalu, mereka diserahkan ke keluarga setelah sebelumnya kami lakukan pendampingan psikososial bagi yang masih di bawah pengawasan orangtua," ujarnya.
Di samping itu, Nita menyatakan, pihaknya bekerjasama dengan Balai Rehabilitasi Sosial Eks Gelandangan dan Pengemis (BRSEGP) Pangudi Luhur Bekasi, Jawa Barat, milik Kementerian Sosial.
PPKS usia produktif yang terjaring razia telah dikirim untuk diberikan pelatihan wirausaha.
“Di sana mereka dibina dan diajarkan berwirausaha. Mental mereka dikuatkan agar tidak kembali ke jalan menjadi manusia silver,” tutur Nita.
Nita berharap agar kebijakan ini dapat mencegah mereka kembali ke jalan dan "mendapatkan hidup yang lebih baik". Pihaknya disebut akan terus melakukan pengawasan kepada PPKS.
“Kami ingin setelah direhabilitasi mereka bisa menjadi manusia mandiri dan tidak kembali lagi ke jalan,” ujar Nita.
Masalah struktural
Sosiolog Universitas Indonesia, Daisy Indira Yasmine mengatakan bahwa kebijakan tersebut cenderung mendikte dan belum tentu sesuai dengan kebutuhan mereka.
"Ini metode yang kurang partisipatif, dan cenderung deterministik," kata Daisy kepada Kompas.com pada Jumat (8/10/2021).
"Yang perlu dilakukan adalah berusaha memahami kebutuhan mereka," tambahnya.
Daisy mengatakan, fenomena manusia-manusia silver dan pengamen jalanan merupakan muara atas sedikitnya 2 permasalahan.
Pertama, merupakan bentuk seni pertunjukan jalanan alias street art performance perkotaan, fenomena khas perkotaan yang seharusnya direspons oleh pemerintah dengan menyediakan ruang-ruang publik.
Kedua, seni ini menjadi alternatif bagi kalangan yang aksesnya terbatas pada lapangan kerja, khususnya kaum muda yang terhimpit atau terasing secara struktur.
Mereka kesulitan mengakses pekerjaan karena sedari awal juga sudah miskin akses terhadap, misalnya, pendidikan formal.
"Maka, pelatihan usaha tanpa diikuti dengan akses ke modal dan ruang usaha juga akan menjadi ritual semata bagi mereka (manusia-manusia silver dan pengamen)," kata Daisy.
Satpol PP menegaskan bahwa menurut Perda tadi, khususnya Pasal 18 ayat 4, warga Depok dilarang bersedekah kepada PPKS di jalan, simpang lampu merah, di dalam angkutan umum, jembatan penyebrangan dan area perkantoran.
"Kami ingatkan kepada masyarakat untuk berperan aktif menjaga ketertiban umum. Selain itu tidak memberikan apa pun kepada PPKS karena tidak mendidik dan juga melanggar ketentuan perda," sebut Lienda.
Namun, masalah yang sebetulnya lebih rumit daripada itu. Apalagi, masalah kemiskinan semakin kusut gara-gara pandemi Covid-19.
"Di Kota Depok saja berdasarkan data terkonfirmasi ditemukan 200 manusia silver yang melibatkan anak balita, bayi, dan ibu. Dari data yang dikumpulkan dari berbagai sumber manusia silver, banyak bermunculan manusia silver di Depok disebabkan merebaknya pandemi Covid-19," ungkap Ketua Komnas Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait, dalam keterangan tertulis pada 27 September 2021 lalu.
"Banyak anggota masyarakat Depok yang semula berprofesi sebagai pemulung, sopir angkot dan pedagang kaki lima terpaksa berpindah profesi sebagai keluarga manusia silver," ia menambahkan.
https://megapolitan.kompas.com/read/2021/10/09/09180701/penangkapan-dan-pelatihan-kerja-bagi-manusia-silver-tak-menyelesaikan