JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah pengemudi ojek online (ojol) menggeruduk gedung perkantoran di kawasan Setiabudi, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (2/11/2022).
Hal itu ditengarai peristiwa oknum sekuriti bernama Tri yang memukul seorang pengemudi ojol, Aji, dengan benda tumpul hingga mengalami luka pada bagian kepala.
Kedatangan para ojol beramai-ramai untuk mencari sosok Tri pelaku yang diduga berada di gedung tersebut. Mereka hendak meminta pertanggungjawaban, sekaligus membalas perbuatan pelaku.
Akibatnya, kericuhan pun terjadi ketika Tri hendak dibawa aparat kepolisian dan pihak manajemen gedung ke Mapolsek Metro Setiabudi.
Massa pengemudi ojol yang geram berusaha mengejar Tri yang hendak dibawa menggunakan mobil pihak manajemen, dan berusaha mengeluarkannya dari dalam kendaraan
Sejumlah polisi pun mencoba menenangkan ojol-ojol tersebut agar tidak melakukan aksi anarkistis ataupun main hakim sendiri.
Meski begitu, tak seluruh ojol menghiraukan petugas. Kendaraan yang membawa pelaku tetap menjadi sasaran pukul para pengemudi, hingga kaca di bagian belakang pecah.
Sosiolog Universitas Gadjah Mada, A B Widyanta menjelaskan bahwa peristiwa tersebut menjadi salah satu gambaran praktik main hakim sendiri oleh aktor kolektif.
Pemicunya tak lain adalah ketidakpercayaan masyarakat terhadap sistem penegakan hukum ataupun peradilan di Indonesia saat ini.
"Praktik-praktik semacam ini terbentuk dalam lingkaran setan ketidakpercayaan terhadap sistem peradilan, yang gagal memberikan 'rasa keadilan' di masyarakat," ujar Widyanta, Kamis (3/11/2022).
Efek dari kurangnya rasa percaya tersebut, menurut Widyanta, akan meluas dan menjelma menjadi "spiral kekerasan", yakni aksi kekerasan yang semula bersifat individual kemudian bergeser ke arah kekerasan komunal atau kolektif.
Dalam peristiwa di kawasan Setiabudi tersebut, aksi menggeruduk dan mencoba menghakimi pelaku dilakukan para ojol dengan mengatasnamakan solidaritas terhadap Aji sebagai sesama ojol.
Peristiwa itu kemudian dijadikan ajang pelampiasan emosi individu para ojol, meskipun kekerasan yang menimpa Aji bukanlah sumber utama masalah yang tengah dihadapi masing-masing ojol.
"Jadi kekerasan komunal atau kolektif dengan mengatasnamakan solidaritas kolektif berbasis identitas tertentu. Inilah kegagalan revolusi mental kita bersama sebagai sebuah negara bangsa," pungkas Widyanta.
Berakhir damai
Adapun saat ini kasus pemukulan ojol oleh sekuriti gedung di kawasan Setiabudi, Kuningan, Jakarta Selatan itu telah diselesaikan secara kekeluargaan.
Kapolsek Metro Setiabudi Kompol Agung Permana menjelaskan, pihak pelaku maupun korban sudah sepakat untuk berdamai dan tidak melanjutkan proses hukum.
"Terkait adanya perselisihan tadi bahwa kedua belah pihak, Mas Aji (korban) dan Mas Tri (pelaku), sudah menyatakan kedua belah pihak untuk berdamai," ujar Agung saat dihubungi, Kamis (3/11/2022).
Agung enggan menjelaskan secara terperinci penyebab perselisihan Tri dan Aji yang berujung pada aksi pemukulan itu.
Dia hanya menegaskan bahwa pelaku sudah mengakui perbuatannya dan telah menyampaikan permintaan maaf secara langsung kepada korban. Permohonan maaf itu pun diterima oleh korban.
Agung juga mengingatkan agar para pengemudi ojol lainnya tidak terprovokasi melakukan tindakan anarkistis dalam menyikapi kasus pemukulan tersebut.
"Ke depan saya berharap tidak ada yang terprovokasi apalagi menjadi provokator karena kasus ini sudah bisa diselesaikan secara musyawarah," kata Agung.
https://megapolitan.kompas.com/read/2022/11/03/17365631/ojol-geruduk-gedung-di-setiabudi-sosiolog-kekerasan-kolektif-atas-nama