JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum Komunitas Bike to Work Indonesia Fahmi Saimima mengatakan penghapusan anggaran pembangunan jalur sepeda sebagai sebuah kemunduran.
Fahmi mengatakan keberadaan jalur sepeda sedianya telah mengarahkan Jakarta menjadi kota maju yang tidak lagi mengutamakan kendaraan bermotor atau car-oriented.
"Pemikiran bahwa pembangunan Jakarta sudah tidak lagi car-oriented, mengedepankan active mobility serta mendorong mobilitas berbasis transit kami apresiasi, bahkan perlu didukung sebagai pembangunan yang berkelanjutan," kata Fahmi dalam keterangannya, Senin (14/11/2022).
"Itu merupakan cermin dari majunya peradaban kota. Sekarang orientasi itu dipaksa berhenti, dan malah mundur," tutur dia.
Fahmi mengatakan alasan anggota DPRD DKI Fraksi PDI-P Gilbert Simanjuntak yang mengkritik keberadaan jalur sepeda tidak relevan, sebab tanpa didukung kajian memadai.
Fahmi mengatakan dalam sistem transportasi kota yang baik semestinya seminimal mungkin bergantung pada bahan bakar fosil, sehingga transportasi publik menjadi tumpuan.
Karena itu, dalam sistem hierarki yang benar, semestinya pejalan kaki dan pesepeda lebih diutamakan karena mereka merupakan penggerak sistem transportasi publik massal.
"Untuk mendukung kemudahan penggunaan angkutan publik, di samping penambahan armada dan perluasan jangkauannya, maka penting dibangun prasarana bagi pejalan kaki dan pengguna sepeda," ujar Fahmi.
"Keduanya (berjalan kaki dan bersepeda) merupakan cara untuk mengakses titik pemberangkatan (first mile) maupun menuju tujuan akhir (last mile) di dalam kota," tutur Fahmi.
Fahmi pun membantah pernyataan Gilbert yang mengatakan jalur sepeda di Jakarta tak berfungsi dan justru mempersempit badan jalan sehingga menyebabkan macet.
Fahmi mengatakan berdasarkan survei Institute for Transportation and Development Policy (ITDP) pada 2021, jalur sepeda terproteksi di Jalan Jenderal Sudirman merupakan jalur sepeda dengan tingkat okupansi yang cukup tinggi.
"Jalur sepeda Jalan Sudirman memiliki tingkat penggunaan yang penuh dari pukul 06.00 WIB hingga pukul 20.00 WIB dengan total jumlah pesepeda 2.194 (volume dua arah)," ucap Fahmi.
"Penggunaan jalur sepeda tinggi saat pagi hari, menurun pada sore hari dan kembali meningkat pada malam hari. Penggunaan jalur sepeda berasal dari profil pesepeda yang beragam, termasuk tujuan ekonomi dan bermobilitas," ujar dia.
Sebelumnya Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta menghapus sendiri usulan anggaran Rp 1,9 miliar untuk evaluasi jalur sepeda di Ibu Kota dalam rancangan APBD DKI Jakarta tahun anggaran 2023.
Dalam rapat bersama Komisi B DPRD DKI Jakarta, Kepala Dishub DKI Jakarta Syafrin Liputo berujar, sejatinya ada anggaran untuk membangun jalur sepeda senilai Rp 38 miliar.
Namun, anggaran ini batal dimasukkan dalam RAPBD 2023. Kemudian, kata Syafrin, Dishub DKI menganggarkan Rp 1,9 miliar untuk evaluasi jalur sepeda.
Para anggota Komisi B DPRD DKI kemudian menyetujui keputusan Dishub DKI yang menghapus sendiri anggaran evaluasi jalur sepeda.
Sebelum Dishub menghapus sendiri anggaran tersebut, anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta Gilbert Simanjuntak memprotes dan meminta anggaran evaluasi jalur sepeda dihapus. Sebab, menurut Gilbert, jalur sepeda di Ibu Kota tak berfungsi.
Gilbert melanjutkan, berdasarkan pengamatannya, jalur sepeda hanya dipakai untuk parkir motor atau pedagang kopi keliling.
Karena itu, evaluasi terhadap jalur yang tak berfungsi hanya menghambur-hamburkan uang rakyat.
"(Secara) kasat mata, itu (jalur sepeda) tidak berfungsi, hanya menghambur-hamburkan uang untuk mengeluarkan kajian," ujar Gilbert.
https://megapolitan.kompas.com/read/2022/11/14/16502591/komunitas-bike-to-work-penghapusan-anggaran-pembangunan-jalur-sepeda