JAKARTA, KOMPAS.com - Polisi baru saja menaikkan status AG (15) dari saksi menjadi pelaku penganiayaan D (17).
AG pun dijerat pasal berlapis dengan ancaman hukuman 12 tahun penjara, sebagaimana diberitakan Warta Kota.
Namun, karena statusnya sebagai anak di bawah umur, AG pun mendapat perlakuan yang berbeda dari pelaku dewasa.
Menurut ahli hukum pidana anak dari Kementerian Perlindungan Perempuan dan Anak, Ahmad Sofian, AG tidak bisa serta merta ditahan.
Ada tiga alasan objektif untuk menahan pelaku anak yang berkonflik dengan hukum seperti AG.
“Pertama melarikan diri, diduga melakukan tindak pidana lagi, kemudian merusak barang bukti,” ucap Sofian dalam konferensi pers di Mapolda Metro Jaya, Kamis (2/3/2023).
"Orang dewasa kalau ancaman 5 tahun bisa ditahan. Kalau anak, ini ancamannya 12 tahun, nggak wajib (ditahan). Bahkan kesalahan jika penyidik melakukan penahanan jika tidak ada alasan objektif yang terpenuhi pada diri anak," imbuh Sofian.
Lebih lanjut, Sofian mengatakan bahwa anak yang terancam hukuman pidana kurang dari tujuh tahun wajib menjalani diversi atau restorative justice.
Diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana.
"Apa itu? Ada pertemuan antara keluarga pelaku anak dengan keluarga korban untuk mencari musyawarah mufakat atau tidak. Jika saling memaafkan, status anak tersebut akan kemudian dialihkan dari sistem peradilan pidana dengan anak dikembalikan ke orangtua atau lembaga sosial," lanjutnya.
Namun, tambah Sofian, jika ancaman pidana lebih dari tujuh tahun, boleh dilakukan diversi atau tidak.
Dalam kasus AG, diversi bisa dilakukan atas persetujuan korban atau keluarganya.
Keluarga D tutup jalur damai
Sebelumnya, keluarga D mengaku telah memaafkan para pelaku penganiayaan terhadap D.
Namun, mereka tidak akan membuka jalur damai dan berharap kasus ini bisa diselesaikan secara hukum.
"Tidak ada mediasi damai, D-nya saja seperti itu kondisinya. Kalau anak orang dipukul seperti itu, kira-kira orangtua mana yang mau proses seperti itu. Meski keluarga (pelaku) sudah minta maaf dan kami maafkan, proses hukum tetap berjalan," ujar Rustam sebelumnya.
D diketahui mengalami koma karena cedera otak akibat penganiayaan yang terjadi pada 20 Februari 2023 di Pesanggrahan, Jakarta Selatan.
Penutupan jalur damai itu juga dipertegas oleh ayah D, Jonathan Latumahina, melalui akun Twitternya @seeksixsuck.
“Dan untuk semua hal terkait urusan hukum tetap seperti semula, saya akan tempuh jalur hukum tanpa ada damai-damai,” tegasnya pada 26 Februari 2023 lalu.
Sebagian artikel ini telah tayang di WartaKotalive.com dengan judul “Pacar Mario Dandy Diancam 12 Tahun Penjara, Ini Penjelasan Ahli Hukum Pidana Soal Dasar Penahanan AG”.
https://megapolitan.kompas.com/read/2023/03/03/06100031/ag-pelaku-penganiayaan-d-bisa-bebas-jika-dimaafkan-ayah-korban-tegaskan