Mereka tampak santai menjalani sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur.
Pantauan Kompas.com di lokasi, Senin, keduanya tiba pada pukul 09.34 WIB dengan mengenakan pakaian formal.
Haris mengenakan batik dan celana bahan berwarna coklat dengan kacamata hitam, sedangkan Fatia memakai baju hitam dan celana bahan berwarna abu-abu.
Keduanya sempat keluar PN Jakarta Timur untuk menemui massa yang mengawal sidang perdana mereka.
Saat berada di depan pagar, mereka sempat mengobrol dengan beberapa orang.
Haris dan Fatia juga sempat meluangkan waktu menjawab beberapa pertanyaan dari wartawan. Hanya saja, pertanyaan dijawab dengan bercanda.
"Persiapannya seperti biasa, mandi, sikat gigi. Saya enggak mandi malahan," kata Haris sambil tertawa.
Namun, keduanya menyampaikan bahwa wartawan sebaiknya bertanya kepada koordinator kuasa hukum, Muhammad Isnur.
Setelah mengatakan hal tersebut, Haris dan Fatia langsung berjalan memasuki ruang sidang.
Keduanya memasuki ruang sidang dan duduk di tempat yang disediakan pukul 09.38 WIB. Sidang dimulai sekitar pukul 09.50 WIB.
Beberapa menit setelah persidangan dimulai, hakim menanyakan nama dan tempat kelahiran Haris.
Pertanyaan awal dijawab dengan serius oleh Haris, sebelum ia mulai berguyon pada pertanyaan selanjutnya.
"Lahir di mana?" tanya hakim.
"Rumah sakit," jawab Haris.
Pernyataan itu lantas membuat hadirin di ruang sidang tertawa terbahak-bahak. Ada pula yang tertawa sambil bertepuk tangan.
Akibatnya, hakim sedikit meninggikan suara dan meminta Haris untuk menjawab dengan serius. Hakim menegaskan bahwa persidangan bukanlah sesuatu untuk dibercandakan.
"Saya tanyakan saudara lahir di mana. Tempat lahirnya di mana saudara?" tegas hakim.
Haris pun menjawab bahwa hakim hanya menanyakan dirinya lahir di mana.
"Menurut ibu dan bapak saya, saya lahir di rumah sakit," ujar Haris.
Jawaban ini kembali mengundang tawa hadirin di ruang sidang.
Hakim kembali menjelaskan maksud pertanyaannya, dengan mencontohkan apakah Haris di kota-kota tertentu, misalnya Jakarta, Surabaya, atau Semarang.
Lantaran Haris selalu menjawab pertanyaan secara harfiah, hakim tampak mulai kesal.
"Sudah, sudah. Cukup! Cukup, cukup! Cukup!" tegas hakim.
Akhirnya, Haris menjawab kota kelahirannya dan menjawab pertanyaan lainnya dengan serius.
Didakwa sengaja cemarkan nama Luhut
Dalam sidang perdana kemarin, Haris Azhar didakwa sengaja mencemarkan nama baik Luhut.
Jaksa penuntut umum menjelaskan, Haris melihat nama Luhut, yang memiliki popularitas, dalam hasil kajian cepat Koalisi Bersihkan Indonesia soal bisnis tambang di Blok Wabu, Intan Jaya, Papua.
Dengan demikian, kata jaksa, timbul niat dari Haris untuk mengangkat topik mengenai Luhut dan menjadikannya sebagai isu utama dalam konten di kanal YouTube-nya.
"Luhut menjadi isu utama dengan tujuan untuk menarik perhatian dan mengelabui masyarakat dengan cara mencemarkan nama baik Luhut Binsar Pandjaitan," ungkap jaksa.
Perbuatan Haris disebut sebagai tindakan pidana yang diancam dalam Pasal 27 ayat 3 juncto Pasal 45 ayat 3 UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana diubah dalam UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.
Kemudian, Pasal 14 ayat 2 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.
Lalu, Pasal 15 UU Nomor 1 tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.
Selanjutnya, Pasal 310 ayat 1 KUHPidana juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.
Awal mula kasus
Sebagai informasi, perkara ini berawal dari percakapan antara Haris dan Fatia dalam video berjudul "Ada Lord Luhut di Balik Relasi Ekonomi-OPS Militer Intan Jaya!! Jenderal BIN Juga Ada!! NgeHAMtam" yang diunggah di kanal YouTube Haris Azhar.
Dalam video tersebut, keduanya menyebut Luhut "bermain" dalam bisnis tambang di Intan Jaya Papua.
Dalam laporan YLBHI dkk, ada empat perusahaan di Intan Jaya yang diduga terlibat dalam bisnis tersebut, yakni PT Freeport Indonesia (IU Pertambangan), PT Madinah Qurrata’Ain (IU Pertambangan), PT Nusapati Satria (IU Penambangan), dan PT Kotabara Miratama (IU Pertambangan).
Dua dari empat perusahaan itu, yakni PT Freeport Indonesia (PTFI) dan PT Madinah Qurrata’Ain (PTMQ), adalah konsesi tambang emas yang teridentifikasi terhubung dengan militer atau polisi, termasuk Luhut.
Setidaknya, ada tiga nama aparat yang disebut terhubung dengan PT MQ. Mereka adalah purnawirawan polisi Rudiard Tampubolon, purnawirawan TNI Paulus Prananto, dan Luhut.
Luhut sempat membantah tudingan itu dan melayangkan somasi kepada Haris dan Fatia agar mereka meminta maaf.
Namun, permintaan itu tidak dipenuhi sehingga Luhut memutuskan melaporkan Haris dan Fatia ke polisi pada 22 September 2021.
https://megapolitan.kompas.com/read/2023/04/04/08170901/santainya-haris-azhar-jalani-sidang-pencemaran-nama-luhut-jawab-nyeleneh