JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah warga pengguna kereta rel listrik (KRL) dibuat keheranan terhadap hasil kajian Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Lembaga tersebut menyebut bahwa jumlah armada KRL milik PT Kereta Commuterline Indonesia (KCI) masih memadai untuk menampung penumpang KRL.
Dengan demikian, BPKP tidak merekomendasikan PT KCI untuk mengimpor unit KRL bekas dari Jepang.
Salah seorang pengguna layanan KRL, Nadya Hanafiah, justru menilai jumlah unit gerbong KRL perlu ditambah.
Pasalnya, Nadya yang setiap hari menggunakan KRL dari Stasiun Klender Baru ke Manggarai dan sebaliknya selalu lama menunggu kedatangan transportasi tersebut.
"Buat kereta arah Bekasi, agak lama datangnya. Apanya yang memadai?" kata Nadya kepada Kompas.com pada Jumat (7/4/2023).
Dengan begitu, dia berharap pemerintah menambah jumlah armada agar tidak terjadi penumpukan penumpang di sejumlah stasiun.
"Harusnya ditambahkan lagi. Jadi, setiap berapa menit itu ada jurusan ke Bekasi atau sebaliknya, biar nunggunya enggak lama dan enggak ada penumpukan penumpang di dalam kereta," tutur Nadya.
Karena penumpukan penumpang di stasiun, Nadya seringkali bersusah payah naik turun KRL di Stasiun Manggarai.
Para penumpang berebutan naik KRL untuk melanjutkan perjalanan agar tak terlambat bekerja atau tiba di tempat tujuan.
"Manggarai itu benar-benar penuh banget, apalagi jam-jam kerja, mau berangkat atau pulang, sama saja padatnya," kata Nadya.
"Armada kereta pun kurang, jadi benar-benar tunggu lama banget sampai penumpang yang menunggu kereta sudah ramai, baru keretanya datang, dan itu yang jadi penumpukan penumpang di dalam kereta karena semuanya mau baru-baru naik," imbuh dia.
Penumpang menumpuk di stasiun transit
Penumpang KRL lainnya, Lavanya Firli (21) turut menyepakati pernyataan yang diutarakan Nadya.
Firli merasa PT KCI harus melakukan penambahan jumlah armada agar penumpang tidak menumpuk, terutama di stasiun-stasiun transit.
Jangan karena biaya KRL murah, menjadi alasan bagi PT KCI atau stakeholder lainnya mengurungkan niat menambah gerbong kereta.
Wanita yang sehari-harinya menaiki KRL relasi Rawa Buntu - Tanah Abang itu merasa memang tidak ada perubahan yang drastis dari PT KCI.
"Jangan hanya peningkatan dalam soal pelayanan. Gerbong kereta juga perlu. Masa tidak ada data yang menunjukkan kepadatan penumpang tiap harinya," kata Firli.
Dari data tersebut, seharusnya para pihak yang berkepentingan tahu bahwa pengguna KRL acap kali merasa tidak nyaman ketika menggunakan transportasi publik.
"Masa tiap tahun memiliki problem yang sama yakni penumpang berdesakan saat rush hour, tapi tidak coba dibenahi. Aneh kan?" imbuh dia.
Jumlah gerbong dinilai cukup
Sebelumnya, Deputi Bidang Koordinasi Pertambangan dan Investasi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) Septian Hario Seto telah memaparkan hasil penilaian BPKP terkait jumlah armada KRL saat ini.
Jumlah armada KRL milik PT KCI yang saat ini mencapai 1.114 unit KRL dinilai BPKP masih mencukupi untuk melayani penumpang KRL sebanyak 273,6 juta orang.
Ini terlihat dari tingkat okupansi KRL di 2023 yang masih 62,75 persen. Okupansi yang overload, lanjut Hario, memang terjadi ya pada jam-jam sibuk.
"Namun, secara keseluruhan untuk okupansi tahun 2023 itu adalah 62,75 persen, 2024 diperkirakan masih 79 persen, dan 2025 sebanyak 83 persen," ujar Hario.
BPKP juga membandingkan dengan kondisi tahun 2019 di mana KCI memiliki 1.078 unit KRL dan dapat mengangkut 336,3 juta penumpang.
"Rata-rata jumlah penumpang yang sekarang itu adalah sekitar 800.000 penumpang per hari, dengan pada saat peak hour bisa mencapai di atas 900.000. Nah ini masih lebih kecil dibandingkan 2019 di mana rata-rata jumlah penumpangnya adalah 1,1 juta," ungkap Hario.
(Penulis: Dzaky Nurcahyo, Baharudin Al Farisi | Editor: Nursita Sari, Jessi Carina)
https://megapolitan.kompas.com/read/2023/04/08/13000021/keheranan-warga-soal-klaim-jumlah-krl-yang-memadai-nadya--penumpang