BEKASI, KOMPAS.com - Tidak ada pilihan bagi Ngadenin (63) dan istrinya Nur (55) selain meninggalkan rumahnya yang sudah tidak memiliki akses keluar-masuk karena ditutup tembok hotel.
Rumah sepasang lansia yang berjualan sate dan tongseng itu terletak Jalan Raya Jatiwaringin, RT 03 RW 04, Kecamatan Pondok Gede, Kota Bekasi.
Sudah tiga tahun akses jalan pulang ke rumah Ngadenin ditutup tembok setinggi 15 meter. Selokan menjadi satu-satunya jalan menuju rumah.
Namun, karena usia Ngadenin dan Nur yang sudah renta, mereka lelah dan akhirnya memilih tidur di warung sate tak jauh dari rumah.
"Iya (ngungsi) karena saya sudah kelelahan kalau mau pulang. Kalau ada ular, memang saya belum temuin, tapi saya ngeri, akhirnya saya memutuskan tidur (tinggal) di warung saja," ujar Ngadenin saat ditemui Kompas.com di Pondok Gede, Minggu (9/7/2023).
Padahal Ngadenin sudah tinggal selama puluhan tahun di daerah tersebut. Sementara di rumah yang telah ditutupnya sudah 10 tahun.
"Saya sudah tinggal di daerah sini 24 tahun, menempati rumah ini sudah 10 tahun. Tiga tahun (belakangan ini) ditinggalkan," kata Ngadenin.
Semula, Ngadenin tinggal di pinggir jalan raya. Bagian depan dibuat untuk berdagang sate dan tongseng. Rumahnya berada di bagian belakang.
Namun ia terpaksa pindah ke rumah yang kini telah ditutup karena pihak hotel memaksa untuk menjual rumahnya.
"Saya ditakut-takuti kalau enggak mau jual ke dia (pemilik hotel), nanti saya ditakut-takuti akan dikurung, ditutup (akses jalan) akhirnya saya nyerah," tutur Ngadenin.
Karena akses jalannya telah ditutup tembok, tak ada pilihan lain bagi Ngadenin untuk pulang ke rumah selain melewati selokan selebar dua meter itu.
"Akses satu-satunya kalau mau masuk ke rumah ini ya lewatnya got," ujar Ngadenin.
Selain Ngadenin, terdapat dua orang tetangganya yang bernasib serupa. Satu rumah telah menjual ke pihak hotel.
Kini, hanya tersisa rumah Ngadenin dan Peni. Ngadenin tidak lagi menempati rumahnya. Begitu juga dengan Peni.
Penjelasan hotel
Pada Rabu (12/7/2023), Pemerintah setempat mengadakan pertemuan antara pemilik hotel dengan Ngadenin di Kantor Kecamatan Pondok Gede, Kota Bekasi.
Usai rapat, Devin selaku keluarga pemilik hotel menjelaskan kepada awak media mengenai kisruh rumah Ngadenin yang "dikurung" tembok hotel.
Devin menegaskan, pembangunan tempat penginapan keluarganya tersebut sejak awal tidak pernah menutup akses ke rumah Ngadenin.
Devin menyebut, akses jalan ke rumah Ngadenin itu bukan melalui hotel keluarganya, tetapi rumah yang bersebelahan dengan tembok hotel.
"Kalau untuk masalah akses jalan itu bukan melalui hotel, akses jalan Pak Ngadenin ini adanya di sebelah rumah yang ada di samping tempat penginapan," kata dia.
Namun Devin tidak menampik bahwa hotel keluarganya menutup samping rumah atau pekarangan rumah Ngadenin.
"Jadi hotel itu bukan menutup jalan aksesnya, yang kami tutup tembok batas pekarangan atau batas surat yang ada di sertifikat," kata Devin.
Kata Devin, rumah yang kini menutup akses depan rumah Ngadenin dulunya memang milik keluarganya.
Namun kini telah dibeli oleh seseorang yang kemudian membangun rumah sehingga rumah Ngadenin tertutup tembok.
"Dulunya rumah itu punya pemilik hotel, cuma sudah dibeli sama seseorang yang sudah almarhum sekarang," kata dia.
Sudah pernah tawar lahan Pada 2021, lanjut Devin, keluarganya sempat menawarkan untuk membeli lahan rumah Ngadenin Rp 8 juta per meter.
Devin menyebut, alasan pihaknya menawarkan harga Rp 8 juta itu merujuk kepada NJOP (Nilai Jual Objek Pajak) per meter.
Namun pihak Ngadenin menolak tawaran itu. Ngadenin meminta tukar rumah atau penawaran di harga Rp 15 juta per meter.
"Kalau pihak Ngadenin maunya seperti itu tukar rumah atau dengan harga yang disepakati Rp 15 juta," ujarnya.
Selama hampir tiga tahun itu kedua belah pihak belum menemukan penawaran harga jual beli lahan yang cocok hingga berujung penutupan akses jalan.
https://megapolitan.kompas.com/read/2023/07/10/10455351/terusir-dari-rumah-karena-akses-ditutup-tembok-hotel-lansia-di-bekasi