JAKARTA, KOMPAS.com - Kualitas udara Jakarta pada Rabu (30/8/2023) pagi ini masih masuk dalam kategori tidak sehat.
Kualitas udara Ibu Kota per pukul 07.00 WIB menduduki peringkat kedua terburuk di dunia.
Dikutip dari laman pengukuran kualitas udara IQAir, indeks kualitas udara di DKI Jakarta tercatat di angka 176, berada di bawah Kota Dhaka, Bangladesh dengan indeks 180.
Adapun konsentrasi polutan tertinggi dalam udara DKI Jakarta hari ini PM 2.5, dengan nilai konsentrasi 104 mikrogram per meter kubik.
Konsentrasi tersebut 20,8 kali nilai panduan kualitas udara tahunan World Health Organization (WHO).
Berdasarkan data di atas, artinya kualitas udara di Jakarta tetap buruk meski sebagian Aparatur Sipil Negara (ASN) DKI Jakarta sudah bekerja dari rumah atau work from home (WFH).
Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta diketahui memberlakukan WFH bagi 50 persen ASN sudah lebih dari sepekan atau sejak 21 Agustus 2023.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Asep Kuswanto sebelumnya mengakui, kebijakan WFH tak berdampak signifikan karena jumlah ASN DKI kalah banyak dibandingkan ASN kementerian/lembaga dan karyawan swasta yang tidak WFH.
"Saya sampaikan bahwa kita tidak bisa dengan pemberlakuan WFH baru 1-2 hari, maka dicek IQAir-nya kok masih tinggi. Karena memang penyebab emisi itu tidak hanya transportasi. Ada sektor lainnya, yaitu sektor industri," jelas Asep.
Kini, Pemprov DKI juga melakukan upaya lain untuk mengatasi polusi di Ibu Kota. Salah satunya, yakni mewajibkan pemilik gedung tinggi di Jakarta memasang alat penyiraman atau water mist.
Penyiraman massal dari atas gedung diharapkan bisa menjadi solusi untuk menekan polusi udara.
https://megapolitan.kompas.com/read/2023/08/30/08305501/kualitas-udara-jakarta-masih-buruk-meski-asn-dki-sudah-sepekan-wfh