JAKARTA, KOMPAS.com - PT Gunung Agung Tiga Belas yang menaungi seluruh jaringan Toko Buku Gunung Agung, mengumumkan akan menutup semua gerai mereka pada akhir 2023 karena terus menderita kerugian.
Penutupan sebagian toko sudah dilakukan secara bertahap sejak 2020. Beberapa toko buku yang ditutup antara lain berada di Surabaya, Semarang, Gresik, Magelang, Bogor, Bekasi, dan Jakarta.
Keputusan tersebut terpaksa dilakukan karena biaya operasional tidak bisa ditutup dari pendapatan penjualan buku.
"Keputusan ini (Toko Buku Gunung Agung tutup) harus kami ambil karena kami tidak dapat bertahan dengan tambahan kerugian operasional per bulannya yang semakin besar," kata manajemen PT Gunung Agung Tiga Belas dalam keterangan resminya, Minggu (21/5/2023).
Dipicu oleh pandemi Covid-19, satu per satu gerai terpaksa "gulung tikar" demi menutup kerugian akibat biaya operasional yang membengkak.
Saat ini, Toko Buku Gunung Agung hanya memiliki sisa lima cabang toko yang beroperasi.
Salah satu toko yang masih beroperasi adalah yang berada di Jalan Kwitang Nomor 38, Kelurahan Kwitang, Kecamatan Senen, Jakarta Pusat.
Sebagai bentuk perpisahan dengan warga Jakarta, Toko Buku Gunung Agung Kwitang melakukan cuci gudang dengan memberikan diskon besar-besaran untuk menghabiskan stok barang.
Toko buku melegenda
Merujuk pada laman Gunung Agung, Toko Buku Gunung Agung berdiri pada 1953. Pendirinya adalah Tjio Wie Tay yang juga dikenal sebagai Haji Masagung.
Semula pada 1945, Tjo Wie Tay bersama Lie Tay San dan The Kie Hoat membuat kongsi dagang bernama Thay San Kongsie. Kala itu, barang yang mereka jual adalah rokok.
Usai berakhirnya agresi militer Belanda II yang diikuti hengkangnya penerbit-penerbit Belanda, Thay San Kongsie melihat sebuah peluang bisnis.
Kala itu, permintaan pasar terhadap buku dan media massa cetak sangat tinggi.
Dari sana, Thay San Kongsie mendirikan kios sederhana di Jakarta Pusat yang menjual buku, koran, dan majalah.
Keuntungan menjual buku ternyata lebih besar dibandingkan hasil penjualan rokok dan bir. Kongsi ini pun menutup usaha rokok dan bir mereka, lalu fokus pada toko buku.
Percetakan pertama mereka berada di bagian belakang sebuah rumah yang dibeli Tjio Wie Tay di Jalan Kwitang Nomor 13, Jakarta Pusat.
Dilansir dari buku Sejarah Perbukuan (2022), Tjio Wie Tay kemudian membangun Firma Gunung Agung, yang ditandai oleh pameran buku 10.000 buku pada 8 September 1953.
Pendirian firma ini rupanya tidak sejalan dengan pandangan bisnis dari Lie Tay San. Ia pun lebih memilih mundur dari Thay San Kongsie.
Berkembang pesat
Mundurnya salah satu founder rupanya tak membuat Firma Gunung Agung meredup. Firma ini malah semakin melejit, ditandai dengan pameran buku lebih megah bernama Pekan Buku Indonesia 1954.
Pada pameran buku ini pula Gunung Agung memulai tradisi penyusunan bibliografi (daftar buku lengkap) dalam bentuk katalog.
Bahkan, Gunung Agung membentuk tim khusus bernama Bibliografi Buku Indonesia yang dipimpin oleh Ali Amran yang juga menjadi kepala Bagian Penerbit PT Gunung Agung.
Melalui pekan buku itu, Tjio Wie Tay berkenalan dengan Presiden dan Wakil Presiden RI kalau itu, Soekarno dan Mohammad Hatta.
Keberhasilannya menggelar Pekan Buku Indonesia membuat Tjio dipercaya pemerintah menggelar pameran buku di Medan dalam rangka Kongres Bahasa pada 1954.
Sejak saat itu, bisnis Firma Gunung Agung terus membesar.
Gunung Agung pula yang menerbitkan buku biografi Soekarno yang ditulis oleh jurnalis AS, Cindi Adams berjudul Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat.
Mencapai usia ke-70
Selama 70 tahun berdiri, Toko Buku Gunung Agung telah merasakan manis pahitnya dunia bisnis.
Gunung Agung berhasil berhasil menjadi toko buku rantai ritel terkemuka di Indonesia yang menyediakan kelengkapan produk buku dan alat tulis berkualitas tinggi dengan harga bersaing yang dibarengi dengan layanan prima.
Perusahaan memperluas lini produknya dengan alat tulis, kebutuhan sekolah, barang mewah, barang olahraga, alat musik, otomatisasi/peralatan kantor, dan produk teknologi tinggi.
Setelah masa kejayaan, Toko Buku Gunung Agung harus menelan pil pahit akibat pandemi Covid-19.
Sejarah panjang Toko Buku Gunung Agung yang berawal di Jalan Kwitang, harus berakhir pula Jalan Kwitang begitu gerai yang terletak di arah timur Tugu Tani ini akan menjadi Toko Buku Gunung Agung terakhir yang beroperasi.
(Penulis: Xena Olivia, Alinda Hardiantoro | Editor: Irfan Maullana, Farid Firdaus)
https://megapolitan.kompas.com/read/2023/08/31/06115641/perpisahan-terakhir-dengan-toko-buku-gunung-agung-yang-melegenda