Tuntutan tersebut dibacakan oleh Oditur Militer Letkol Chk Upen Jaya Supena dalam sidang tuntutan di Pengadilan Militer II-08 Jakarta, Cakung, Jakarta Timur, Senin (27/11/2023).
"Terdakwa satu (Praka Riswandi Manik), pidana pokok pidana mati, pidana tambahan dipecat dari dinas militer TNI AD," kata Upen.
Terdakwa dua, yakni Praka Heri Sandi juga dituntut hukuman mati dan pemecatan dari dinas militer TNI AD.
Begitu pula dengan terdakwa tiga alias Jasmowir yang dituntut mati dan pemecatan dari dinas militer TNI AD.
Upen menjelaskan, tuntutan berdasarkan keterangan para saksi dan terdakwa sepanjang sidang beragendakan pemeriksaan saksi yang telah dilakukan sebelumnya.
Keterangan-keterangan itu kembali diuraikan dalam sidang pembacaan tuntutan.
"Berdasarkan uraian kami, agar Majelis Hakim Pengadilan Militer II-08 Jakarta menyatakan para terdakwa telah terbukti bersalah melakukan tindak pidana secara bersama-sama melakukan pembunuhan berencana," tegas Upen.
Adapun, dua tindak pidana itu telah diatur dalam Pasal 340 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Para terdakwa juga terbukti bersalah karena telah secara bersama-sama melakukan penculikan.
"Penculikan sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 328 KUHP jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP," papar Upen.
Dengan dua pasal itu, Oditur Militer memohon agar Majelis Hakim Majelis Hakim Pengadilan Militer II-08 Jakarta menjatuhkan hukuman mati dan pemecatan dari dinas militer TNI AD kepada para terdakwa.
Hal-hal memberatkan
Upen membeberkan sejumlah hal yang memberatkan tuntutan ketiga terdakwa, salah satunya melakukan tindak pidana pemerasan karena faktor ekonomi.
"Hal-hal (lainnya) yang memberatkan, perbuatan terdakwa bertentangan dengan undang-undang," beber Upen.
Upen melanjutkan, perbuatan para terdakwa telah melanggar Sapta Marga yang merupakan pedoman prajurit TNI.
Ketiga terdakwa juga telah melanggar butir kedua Sumpah Prajurit yang berbunyi, "Bahwa saya akan tunduk kepada hukum dan memegang teguh disiplin keprajuritan".
"Dan Delapan Wajib TNI butir keenam, (yakni) 'tidak sekali-kali merugikan rakyat' dan butir ketujuh 'tidak sekali-kali menakuti dan menyakiti hati rakyat'," ucap Upen.
Hal lainnya yang memberatkan tuntutan para terdakwa adalah mereka telah mencemarkan nama baik kesatuannya.
Selain melanggar undang-undang, perbuatan para terdakwa juga tidak manusiawi.
"Tidak manusiawi karena telah sampai hati, tanpa belas kasihan, (telah) membunuh sesama manusia, yaitu korban Imam Masykur," tegas Upen.
Praka Riswandi Manik, Praka Heri Sandi, dan Praka Jasmowir juga tega membuat saksi bernama Khaidar mengalami luka-luka.
Khaidar adalah korban lainnya yang diculik oleh para terdakwa. Ia merupakan karyawan toko obat di kawasan Condet, Jakarta Timur.
Para terdakwa menculik Khaidar usai menculik Imam Masykur. Khaidar adalah saksi kunci penyiksaan Imam Masykur karena ia berada dalam satu mobil yang sama dengan korban.
"Perbuatan terdakwa tergolong sadis. Perbuatan terdakwa membuat saksi dua, orangtua kandung korban, kehilangan anak dan meninggalkan luka yang mendalam," ujar Upen.
Lebih lanjut Upen menyampaikan bahwa tidak ada hal yang meringankan tuntutan terhadap para terdakwa.
"Hal-hal yang meringankan (tuntutan), nihil," tutur Upen.
Usai dituntut hukuman mati, salah satu perwakilan tim penasihat hukum ketiga terdakwa mengajukan pleidoi.
"Mohon izin, Yang Mulia, kami sepakat dari kuasa hukum akan mengajukan pleidoi sekitar dua minggu," kata salah satu perwakilan tim penasihat hukum.
Namun, Hakim Ketua Kolonel Chk Rudy Dwi Prakamto menolak durasi yang diminta dalam pengajuan pleidoi itu.
Menurut dia, pengajuan pleidoi yang membutuhkan waktu dua pekan terlalu lama.
"Satu minggu saja ya, minggu depan. Hari Senin tanggal 4 Desember 2023," tegas Rudy.
Perbuatan para terdakwa di luar batas kemanusiaan
Kepala Oditurat Militer II-07 Jakarta Kolonel Kum Riswandono Hariyadi mengatakan, perbuatan tiga pembunuh Imam Masykur di luar akal sehat manusia.
Karena itu, tak ada hal yang dapat meringankan tuntutan ketiga terdakwa.
"Hal yang meringankan memang nihil karena dari perbuatan para terdakwa sudah di luar batas kemanusiaan," kata Riswandono di Pengadilan Militer II-08 Jakarta, Cakung, Jakarta Timur, Senin.
Riswandono berujar, para terdakwa menyiksa Imam sehingga otak korban mengalami pendarahan.
"(Tubuhnya juga) memar karena terjadi akumulasi pukulan dengan tangan maupun HT," ujar dia.
Selain itu, bagian rahang Imam Masykur juga ditendang oleh Praka Heri Sandi. Tendangan itu juga mengenai leher korban.
"(Tendangan) mengenai leher, yang mengakibatkan tulang (pangkal) lidah korban patah," ungkap Riswandono.
Tulang pangkal lidah yang patah membuat saluran pernapasan Imam Masykur terganggu. Hal inilah yang membuat korban meninggal lebih cepat.
Selain tulang pangkal lidah, tulang rahang Imam juga patah.
"Rahang juga patah, lepas dari kedudukannya kalau dari hasil visum. Itulah yang mempercepat kematian korban, dan (ditambah) dibuang ke sungai," ujar Riswandono.
"Itu hal-hal yang mungkin tidak kami pertimbangkan untuk meringankan (tuntutan para terdakwa)," sambung dia.
Sebagai informasi, Imam Masykur adalah pemuda asal Aceh yang berjualan obat di Rempoa, Tangerang Selatan.
Ia tewas dibunuh oleh para terdakwa usai diculik dari toko obatnya. Jasad Imam Masykur kemudian ditemukan di sebuah sungai di Karawang, Jawa Barat.
(Tim Redaksi: Nabilla Ramadhian, Jessi Carina, Irfan Maullana, Nursita Sari)
https://megapolitan.kompas.com/read/2023/11/28/07595741/tuntutan-hukuman-mati-dan-pemecatan-dari-tni-untuk-tiga-oknum-tni