Salin Artikel

Eks Petugas KPPS: Kalau Bisa Pemilu 2024 Jangan Serentak, Kasihan Petugas...

JAKARTA, KOMPAS.com - Eks petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) bernama Winda Fitri (37) berharap agar pemerintah tidak menyelenggarakan Pemilihan Umum (Pemilu) serentak pada 2024.

“Kalau saran aku sih, jangan dibarengin. Maksudnya, kayak Pemilihan Presiden (Pilpres), Pemilihan Legislatif (Pileg) dan lain-lain. Terlalu banyak, kasihan petugas,” kata Winda saat ditemui Kompas.com di Kebagusan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Senin (4/12/2023).

Walau pekerjaannya hanya duduk, tapi menurut Winda, petugas KPPS memerlukan konsentrasi yang penuh karena menyangkut negara.

Selain itu, Windah berharao agar pemerintah memeperhatikan bayaran untuk petugas KPPS.

“Kami kan ibaratnya itu tugas negara. Kayaknya, honor yang segitu, enggak sebanding. Sama itu lho, terlalu banyak yang kita coblos, terlalu banyak caleg. Kadang kan lansia kurang paham, beda sama anak sekarang,” ujar Winda.

Winda menceritakan saat dia menjadi petugas KPPS Pemilu serentak pada 17 April 2019.

Winda yang saat itu masih berusia 32 tahun diajak oleh Ketua RT setempat. Alasannya, untuk mengisi waktu kosong sebagai ibu rumah tangga (IRT) dan tambahan pemasukan dengan bayaran Rp 800.000.

“Aku sudah dua kali jadi petugas KPPS, 2014 dan 2019. Di 2019, aku ditugaskan di TPS 49 di Kebagusan. Kalau enggak salah, ada 200-an pemilih pada saat itu,” kata Winda.

Karena sudah ada perbandingan, menurut Winda, Pemilu 2019 menjadi suatu yang sangat melelahkan karena banyaknya surat suara.

Pada Pemilu 2019, terdapat lima suara untuk Presiden dan Wakil Presiden, anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.

Sebelum pelaksanaan Pemilu 2019, Winda bersama petugas KPPS yang lain harus mengikuti pelatihan atau Bimbingan Teknis (Bimtek) selama tiga bulan.

Sewaktu hari pelaksanaan, yakni 17 April 2019, ia harus tiba di tempat pemungutan suara (TPS) pukul 06.00 WIB. Oleh karena itu, Winda harus meninggalkan anak dan suaminya di rumah.

“Sudah harus stand by jam 06.00 WIB. Nah, jam 07.00 WIB kami upacara dulu, berdoa, nyanyi lagu Indonesia Raya. Nah, ya sudah, mulai,” ucap Winda.

“Terus istirahat, mulai lagi. Nah, penutupan pemungutan suara itu kalau enggak salah pukul 13.00 WIB. Setelahnya, penghitungan,” ujar Winda lagi.

Kendati demikian, Winda tidak menyangka waktu penghitungan ternyata cukup lama dan berbeda jauh pada Pemilu 2014 yang selesai pukul 15.00 WIB.

“Kami hitung itu kalau enggak salah sampai 23.00 WIB, itu sudah mulai agak capek. Soalnya kan Pemilu serentak, lelah banget kami, sampai tengah malam,” ungkap Winda.

Setelah semuanya selesai, Winda bersama petugas KPPS dan keamanan mengantarkan kotak suara ke Gor Pasar Minggu.

Winda kembali menggelengkan kepala. Pasalnya, ia harus mengantre untuk pemeriksaan kembali dan menyerahkan kotak suara.

“Woah, antre banget, Mas. Karena kan satu Kecamatan. Sebenarnya bukan menghitung ulang ya di sana, ya diperiksa, dikoreksi. Karena memang terlalu banyak surat suara kak. Wah, riweh dah,” imbuh Winda.

Oleh karena itu, Winda baru sampai di rumah ketika azan Subuh berkumandang.

“Iyalah, sakit, capek, lelah, enggak karuan, pusing. Ya sekitar dua sampai tiga hari. Namanya perempuan, jarang begadang, ibu rumah tangga, saat itu punya anak satu, ya lelah. Kasarnya kan enggak tidur, full kerja,” keluh Winda.

Dengan begitu, Winda mengaku kapok. Ia tidak mau lagi menjadi petugas KPPS di Pemilu 2024 mendatang.

“Kalau jadi petugas KPPS lagi, enggak mau deh, sudah kapok, karena sampai sepagi itu, berbeda dengan sebelumnya. Ya saya enggak kuatnya di situ,” tutur Winda.

“Tapi enggak tahu ya kalau Pemilu 2024 nanti. Masa pemerintahan enggak berkaca, mungkin bisa baik karena kan ada pelajaran tahun sebelumnya,” pungkas Winda.

Terlebih, menurut Winda, bayaran yang didapatkan tidak sebanding.

“Enggak sebanding dengan tenaga kita. Walau pun ibaratnya cuma duduk doang, tapi kan butuh konsentrasi. Namanya tugas negara, enggak boleh sembarangan,” katanya.

https://megapolitan.kompas.com/read/2023/12/04/18141571/eks-petugas-kpps-kalau-bisa-pemilu-2024-jangan-serentak-kasihan-petugas

Terkini Lainnya

[POPULER JABODETABEK] Kapolri Beri Hadiah Casis Bintara yang Dibegal dengan Diterima Jadi Polisi | Kilas Balik Kronologi Pembunuhan Vina Cirebon

[POPULER JABODETABEK] Kapolri Beri Hadiah Casis Bintara yang Dibegal dengan Diterima Jadi Polisi | Kilas Balik Kronologi Pembunuhan Vina Cirebon

Megapolitan
Berkoordinasi dengan Polda Jabar, Polda Metro Jaya Bantu Buru 3 DPO Pembunuh Vina

Berkoordinasi dengan Polda Jabar, Polda Metro Jaya Bantu Buru 3 DPO Pembunuh Vina

Megapolitan
Pria di Kali Sodong Dibunuh 'Debt Collector' Gadungan karena Tolak Serahkan Motor

Pria di Kali Sodong Dibunuh "Debt Collector" Gadungan karena Tolak Serahkan Motor

Megapolitan
KPU DKI Verifikasi Dokumen Dukungan Bacagub Independen Dharma Pongrekun hingga 29 Mei

KPU DKI Verifikasi Dokumen Dukungan Bacagub Independen Dharma Pongrekun hingga 29 Mei

Megapolitan
PPK GBK Ungkap Riwayat Kepemilikan Tanah Tempat Berdirinya Hotel Sultan

PPK GBK Ungkap Riwayat Kepemilikan Tanah Tempat Berdirinya Hotel Sultan

Megapolitan
Perubahan Jadwal KRL, Transjakarta, MRT, dan LRT Saat Pencanangan HUT Ke-497 Jakarta 19 Mei

Perubahan Jadwal KRL, Transjakarta, MRT, dan LRT Saat Pencanangan HUT Ke-497 Jakarta 19 Mei

Megapolitan
Epy Kusnandar Isap Ganja di Atas Pohon pada Waktu Subuh

Epy Kusnandar Isap Ganja di Atas Pohon pada Waktu Subuh

Megapolitan
'Bullying' Siswi SMP di Bogor Diduga karena Rebutan Cowok

"Bullying" Siswi SMP di Bogor Diduga karena Rebutan Cowok

Megapolitan
KDRT dan Terlibat Kasus Penistaan Agama, Pejabat Kemenhub Dibebastugaskan

KDRT dan Terlibat Kasus Penistaan Agama, Pejabat Kemenhub Dibebastugaskan

Megapolitan
Mayat di Kali Sodong Ternyata Korban Perampokan dan Pembunuhan, Polisi Tangkap Pelakunya

Mayat di Kali Sodong Ternyata Korban Perampokan dan Pembunuhan, Polisi Tangkap Pelakunya

Megapolitan
Ini Rekayasa Lalu Lintas di Bundaran HI Saat Pencanangan HUT Ke-497 Jakarta pada 19 Mei

Ini Rekayasa Lalu Lintas di Bundaran HI Saat Pencanangan HUT Ke-497 Jakarta pada 19 Mei

Megapolitan
Epy Kusnandar Direhabilitasi sedangkan Yogi Gamblez Ditahan, Ini Alasan Polisi

Epy Kusnandar Direhabilitasi sedangkan Yogi Gamblez Ditahan, Ini Alasan Polisi

Megapolitan
Sidang Konflik Lahan, Hakim Periksa Langsung Objek Perkara di Hotel Sultan

Sidang Konflik Lahan, Hakim Periksa Langsung Objek Perkara di Hotel Sultan

Megapolitan
Dishub DKI Imbau Pengelola Minimarket Ajukan Izin Perparkiran

Dishub DKI Imbau Pengelola Minimarket Ajukan Izin Perparkiran

Megapolitan
Polres Bogor Buat Aplikasi 'SKCK Goes To School' untuk Cegah Kenakalan Remaja, Apa Isinya?

Polres Bogor Buat Aplikasi "SKCK Goes To School" untuk Cegah Kenakalan Remaja, Apa Isinya?

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke