Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Si Bodoh Besar, Ahok Center, dan Sampul Lecek

Kompas.com - 23/08/2013, 13:01 WIB
Tjatur Wiharyo

Penulis

Karena kekurangan orang, Basuki meminta seorang akuntan membantu memeriksa unit-unit rusun. Akuntan ini kemudian meminta bantuan sejumlah relawan, dan relawan inilah yang menjadi cikal bakal Ahok Center.

Menjadi lucu ketika Ahok Center dipermasalahkan karena sejarahnya, sementara pekerjaan penyaluran CSR sejauh ini terbukti lancar saat birokrasi "warisan" rezim sebelumnya jelas-jelas ketahuan tak jujur.

Soal stigma

Kembali ke kisah Nobunaga. Jauh hari baru bisa dipahami, Nobunaga memilih bermain dengan anak-anak yang dicap nakal di wilayahnya karena dia melihat orang-orang kepercayaan Nobuhide tak setia bahkan berencana menjegal hak warisnya. Dari "anak-anak nakal" itu, Nobunaga memilih beberapa orang yang terbukti bisa dipercaya, salah satunya Maeda Inuchiyo.

Nobunaga selalu mengantongi batu api ke mana pun dia pergi, ternyata adalah bagian dari percobaan membawa peluru dan mesiu. Setelah Nobuhide mangkat, dia menggiatkan pandai besi untuk membuat senapan dan menyusun mekanisme tempur untuk pasukan bersenapan dengan bermodal pengalaman uji coba itu. Semua dilakukan saat orang-orang lain hanya sibuk menertawakan, mencemooh, bahkan berencana menelikungnya.

Setelah Dosan meninggal dalam perang melawan Yoshitatsu, Nobunaga menempati kastel Kiyosu. Lagi-lagi dia menunjukkan gaya dan kebijakan berbeda dengan kelaziman. Penguasa kastel lain memungut pajak pada orang lewat, Nobunaga justru meniadakan pungutan untuk siapa pun yang melintas dan berlindung di kastil Kiyosu.

Hasilnya, Kiyosu jadi tujuan orang dari segala penjuru. Ekonomi dan budaya Kiyosu pun maju pesat karenanya. Kebijakan Nobunaga membuat Kiyosu memiliki tukang senapan, pembuat sarung pedang, dan pembuat baju zirah besi, barang-barang penting pada eranya yang tak terpikir oleh penguasa lain saat itu.

Dari sejumlah keistimewaan Nobunaga, yang terbesar barangkali adalah kemampuannya menilai kualitas orang. Setidaknya, itu tampak ketika ia mencegah Nobuhide membunuh Matsudaira Takechiyo (1543-1616) dan merekrut Kinoshita Tokichiro (1536-1598).

Tokichiro akan melanjutkan perjuangan Nobunaga menyatukan Jepang dan dikenal sebagai Taiko bernama Toyotomi Hideyoshi, sementara Takechiyo menjadi penguasa Jepang dan dikenal dengan nama Tokugawa Ieyasu.

Biar waktu bicara

Basuki memang bukan Nobunaga dan sejarahnya pun belum selesai. Namun, lucu bila penyaluran CSR hanya mempersoalkan keterlibatan Ahok Center, tak obyektif melihat ketidakberdayaan birokrasi menggarapnya dengan benar.

Menjadi lucu pula bila penataan PKL dan permukiman di bantaran hanya mengolok-olok "gaya preman" Basuki saat bicara, tetapi tak ada yang mencermati sebuah sitstem sedang diletakkan pada fondasi awalnya.

Nobunaga mungkin tak akan pernah menyatukan Owari kalau saja tetap memakai orang-orang lama yang dulu dipercayai Nobuhide. Demikian pula Basuki dengan gayanya bisa jadi tak akan bisa bekerja dengan orang-orang warisan birokrasi sebelumnya, yang belum-belum sudah sibuk mencibirkan bibir daripada mencoba mengikuti arah langkah pimpinan barunya.

"Kesulitan utama memang adalah membenahi sistem dan itu sudah berjalan," aku Basuki dalam sebuah kesempatan. Bukan berarti pula, kata dia, sistem perekrutan yang dia pakai bersama Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo mengabaikan begitu saja soal jenjang karier para pegawai negeri di wilayahnya.

"Betul ICW bilang. Kesulitan utama itu bagaimana sistem jalan, bukan (hanya jalan) karena ada Pak Jokowi dan saya kan. Karena itu, kita mau bikin seleksi promosi terbuka lagi.  Nah, sistemnya harus kami bikin. Kami pengen yang (pakai) semacam karya tulis itu loh. Jadi, passion-nya (kelihatan) ke mana. Itu yang kami pengen tahu," ujarnya.

Namun, sementara sistem diperbaiki, pembangunan tak boleh berhenti. Selama itu pula, peran pihak ketiga tidak bisa diprotes, kecuali jika memang terjadi pelanggaran, misalnya korupsi. Ini hanya soal waktu untuk membuktikan keberhasilan maupun kegagalan apa pun sistem yang sedang ingin diwujudkan kepemimpinan Jakarta pada hari ini.

Basuki dan Nobunaga adalah contoh buku dengan sampul tak menarik. Karena sudah tiada, "isi buku" Nobunaga sudah bisa ditakar. Untuk Basuki, tak adil menilainya sekarang karena ia dan Jokowi belum setahun menjabat.

"Si Bodoh dari Owari" terbukti tak sebodoh yang orang kira. Jangan sampai Basuki salah dinilai hanya karena sikapnya tak biasa dan berbeda dengan yang pernah ada. Biar sejarah yang nanti mencatat hasil akhir perjalanan kelugasan dan gaya tak lazim Basuki. Lagi pula, bukankah saat terbaik mendapatkan teman sejati adalah pada saat-saat terburuk?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pemprov DKI Diminta Bina Juru Parkir Liar agar Punya Pekerjaan Layak

Pemprov DKI Diminta Bina Juru Parkir Liar agar Punya Pekerjaan Layak

Megapolitan
Gerindra Berencana Usung Kader Sendiri di Pilgub DKI 2024

Gerindra Berencana Usung Kader Sendiri di Pilgub DKI 2024

Megapolitan
Munculnya Keraguan di Balik Wacana Pemprov DKI Beri Pekerjaan ke Jukir Liar Minimarket Usai Ditertibkan

Munculnya Keraguan di Balik Wacana Pemprov DKI Beri Pekerjaan ke Jukir Liar Minimarket Usai Ditertibkan

Megapolitan
Perolehan Kursi DPR RI dari Jakarta Berkurang 5, Gerindra DKI Minta Maaf

Perolehan Kursi DPR RI dari Jakarta Berkurang 5, Gerindra DKI Minta Maaf

Megapolitan
Polda Metro Minta Masyarakat Lapor jika Ada Juru Parkir Memalak

Polda Metro Minta Masyarakat Lapor jika Ada Juru Parkir Memalak

Megapolitan
Polisi Akan Bantu Dishub Tertibkan Juru Parkir Liar di Jakarta

Polisi Akan Bantu Dishub Tertibkan Juru Parkir Liar di Jakarta

Megapolitan
Perolehan Kursi DPR RI dari Jakarta Berkurang 5, Gerindra Tetap Akan Usung Kader di Pilkada DKI 2024

Perolehan Kursi DPR RI dari Jakarta Berkurang 5, Gerindra Tetap Akan Usung Kader di Pilkada DKI 2024

Megapolitan
Prabowo Belum Bahas Isu Penambahan Menteri di Kabinetnya

Prabowo Belum Bahas Isu Penambahan Menteri di Kabinetnya

Megapolitan
Berantas Jukir Liar, DPRD Usul Pemprov DKI-Minimarket Kerja Sama

Berantas Jukir Liar, DPRD Usul Pemprov DKI-Minimarket Kerja Sama

Megapolitan
Bulan Depan, Gerindra Akan Umumkan Nama yang Diusung untuk Pilgub DKI

Bulan Depan, Gerindra Akan Umumkan Nama yang Diusung untuk Pilgub DKI

Megapolitan
Tak Tutup Kemungkinan Usung Anies di Pilkada DKI, PDIP: Tergantung Penilaian DPP dan Rekam Jejak

Tak Tutup Kemungkinan Usung Anies di Pilkada DKI, PDIP: Tergantung Penilaian DPP dan Rekam Jejak

Megapolitan
Jukir Liar Akan Ditertibkan lalu Dikasih Pekerjaan, DPRD DKI: Tidak Semudah Itu 'Ferguso'!

Jukir Liar Akan Ditertibkan lalu Dikasih Pekerjaan, DPRD DKI: Tidak Semudah Itu "Ferguso"!

Megapolitan
Gerindra DKI Usul 4 Nama Bacagub Jakarta ke DPP, Ada Ariza Patria dan Rahayu Saraswati

Gerindra DKI Usul 4 Nama Bacagub Jakarta ke DPP, Ada Ariza Patria dan Rahayu Saraswati

Megapolitan
Jangan Seolah Lepas Tangan, Direktur STIP dan BPSDM Diminta Ikut Tanggung Jawab atas Tewasnya Putu

Jangan Seolah Lepas Tangan, Direktur STIP dan BPSDM Diminta Ikut Tanggung Jawab atas Tewasnya Putu

Megapolitan
DPRD DKI: Tidak Ada Anggaran untuk Beri Pekerjaan Eks Jukir Liar Minimarket

DPRD DKI: Tidak Ada Anggaran untuk Beri Pekerjaan Eks Jukir Liar Minimarket

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com