Semua proses masih berjalan sekarang ini, di Waduk Pluit dan Waduk Ria Rio. Menyusul kemudian Waduk Sunter, Waduk Tomang Barat, Waduk Rawa Badak, dan Waduk Cibubur.
Ada 30 waduk yang masih harus dinormalisasi. Ini tidak mungkin setahun dua tahun selesai. Belum lagi anggarannya, pasti banyak. Kami menargetkan pembangunan 200 blok rusun per tahun, masing-masing blok ada 96 unit, untuk memindahkan warga yang tinggal di area kumuh.
Pemindahan warganya pun harus satu kampung sekaligus, tidak satu RT atau satu RW, tetapi satu kampung. Bulan November nanti kami sediakan lahan 400 hektar di Marunda untuk kompleks rusun, dilengkapi rumah sakit, pasar, sekolah, transportasi, dan penghijauan.
Selain rusun, permukiman dibangun dengan kampung deret. Kalau tidak memungkinkan untuk dipindahkan ke rusun, lingkungan kampungnya yang dibangun. Tahun ini ada 28 lokasi yang dibangun. Tahun depan 100 lokasi dibangun. Di Jakarta ini ada 360 lokasi area kumuh.
Terkait reformasi birokrasi, mengapa beberapa jabatan penting, seperti sekretaris daerah, sampai kini dibiarkan kosong?
Perlu dijaring dan dipilih dulu agar dapat orang yang tepat. Selama ini belum menemukan orang yang dirasa pas, yang ”klik” untuk posisi ini.
Apa tidak mengganggu jalannya roda pemerintahan? Bagaimana dengan penyerapan anggaran APBD yang rendah dikaitkan dengan rendahnya kinerja SKPD?
Saya rasa tidak. Ini adalah bagian dari proses reformasi birokrasi. Saya rasa karakter birokrasi di seluruh Indonesia sama. Butuh waktu untuk membenahinya dan butuh evaluasi. Dalam prosesnya, mungkin ada kekurangan yang perlu diperbaiki. Yang pasti, selalu ada progres yang menggembirakan.
Ini juga mengapa blusukan, saya datang ke kantor kelurahan, ke wali kota, ke kampung, dan lainnya itu, harus tetap dilakukan. Karena proses ini butuh terus dikawal, kontrol langsung perlu terus-menerus dilakukan. Didatangi, dibilangi, dibenarkan, dipuji jika baik, proses itu yang sekarang terjadi.
Tentang penataan PKL, mengapa fokusnya membawa PKL itu ke dalam gedung? Padahal, konsep PKL memang berbeda dari pedagang pasar umumnya yang butuh kios permanen. PKL selalu ada di sekitar pusat keramaian.
Tentu tidak. Kami menata PKL dengan memberikan kantong-kantong khusus PKL seperti di kawasan Fatahillah di Jakarta Barat. Menyelenggarakan festival seperti Kaki Lima Night Market di Jalan Medan Merdeka Selatan depan Balaikota, dan menampungnya di bangunan pasar yang kosong seperti di Blok B Tanah Abang, Jakarta Pusat, juga di Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Ikuti saja terus proses penataan PKL ini biar tahu perkembangannya.
Jakarta akan dibawa ke mana dan dijadikan kota seperti apa?
Setiap kota di dunia membangun brand sendiri dan demi mewujudkan brand itu banyak kebijakan, program, dan terobosan agar kota yang diinginkan terealisasi. Membangun brand bukan sekadar ingin membuat kota terkenal karena sesuatu yang khas dari kota itu, melainkan justru paling vital adalah membangun kesejahteraan rakyatnya.
Festival yang kerap dilakukan di Jakarta setahun terakhir adalah bagian dari upaya membangun brand, yang tidak terlepas dari upaya lain, seperti pembangunan di bidang transportasi, pendidikan, kesehatan, sampai penanganan banjir.
Revitalisasi waduk-waduk, selain mengembalikan fungsinya sebagai tangkapan air, juga menambah ruang terbuka hijau. Langkah ini mendukung upaya revitalisasi lingkungan alam, kelak bisa diolah jadi air baku, dan semua lapisan masyarakat memiliki tempat berinteraksi.
Bagaimana dengan soal rasa aman warga?
Memang perlu waktu, perlu tertib hukum, dan perlu ketegasan. Kewenangan ada di aparat kepolisian. Harus diakui, memang, Jakarta ini belum aman.
(BANU ASTONO/ANDY RIZA HIDAYAT) Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.