Usia senja dan tubuh yang tak lagi prima, para penjaga bertahan dari serbuan budaya modern. Berusaha menggantikan nilai-nilai lama yang dianggap usang. Letih kadang mendera, bosan kadang melanda. Namun nasib sudah tertulis, nilai dan budaya harus dijaga.
Menyandang status sebagai Ibu Kota telah menjadi beban tersendiri. Bagaimana mungkin etalase negara Republik Indonesia tak punya identitas? Di tengah derap langkah pembangunan kota, mereka pun tidak kenal lelah menjaga dan melestarikan harta nenek moyang. Jawara yang Rendah Hati Pukul serta tendang, adalah aksi favoritnya. Entah sudah berapa puluh orang takluk di tangannya. Tapi justru karena hal itu yang membuat pria bernama Hj Sanusi atau yang akrab disapa Babeh Uci, menjadi guru dari 10 ribu murid serta menorehkan prestasi.
Pencak silat adalah pilihan hidup Babeh Uci. Pria kelahiran Pondok Bambu, Jakarta, 4 September 1931 tersebut adalah jawara di bidang silat Betawi. Lima puluh tahun sudah dia mengabdikan diri melestarikan Silat Betawi. Namun, itu tak membuatnya tinggi hati. Dengan rendah hati, dia mengaku tetap terus belajar unsur silat.
"Jika Yang Maha Kuasa masih memberi kesempatan, mungkin ini saya akan tetap belajar serta mengajar silat. Ada sekitar 300 aliran silat di Betawi yang harus digali dan dilestarikan,"ujar kakek 9 anak dan 35 cucu kepada Kompas.com, beberapa waktu lalu.
Kekuatan di bawah kerendahan hati itu juga yang membawa Uci memenangkan beragam penghargaan. Tak hanya itu, Babeh Uci pun turut berkontribusi di dunia perfilman. Dia dipercaya menjadi fighting instructor di beragam film laga lawas, antara lain Pitung, si Bongkok, Jampang Mencari Naga Hitam, Nyai Dasimah, Selimut Malam, Laki-laki Pilihan, Sangkuriang, Tangkuban Perahu dan lainya.
Sang Sutradara Ondel-ondel
Buah tidak jatuh jauh dari pohonnya. Ungkapan pepatah itu relevan menggambarkan sosok Nendra WD. Bagaimana tidak, perkawinan selebritas lawas WD Mochtar-Sofia WD melahirkan anak dengan aliran seni di dalam darah dan dagingnya.
Kecintaan pada kesenian Betawi membuat Nendra kecil kerap tampil di panggung tradisional Betawi. Lenong, sastra Betawi, dan beragam produk kebudayaan Betawi diikutinya dengan diiringi jua sederet prestasi gemilang. Tak hanya di depan layar Nendra pun merambah dunia penyutradaraan, yakni sinetron Ondel-ondel.
"Lewat sinetron Ondel-ondel, saya ingin masyarakat tahu betapa sulitnya kita warga Betawi mempertahankan ondel-ondel di tengah kehidupan yang seba canggih ini," ujarnya.
Haru di Negeri Kincir Angin
Tepuk tangan ratusan penonton di salah satu gedung pertunjukan di negeri Belanda tidak mungkin dilupakan M Taufik. Haru memuncak saat musik keroncong yang dimainkannya bersama Orkes Kroncong Bandar Jakarta pimpinan Haji Yoyo Muchtar mendapat sambutan meriah orang seberang. Keroncong Betawi adalah musik pilihan pria yang akrab disapa Bang Topik ini. Ia menjadi organiser keroncong sejak 1989. Namun, ia telah bergabung ke dalam orkestra keroncong sejak tahun 1970.
Kecintaan pada keroncong membawanya tampil di penjuru Indonesia dan beberapa negara lain, salah satunya di negeri kincir angin. Langkah pria asli Betawi pemain Cello di dalam orkes keroncong ini pun terasa ringan. Keinginannya keroncong menjadi musik pilihan generasi muda saat ini terwujud. Banyak anak muda yang tertarik dan berguru padanya melantunkan musik keroncong itu.
"Saya sangat senang membina mereka. Bagaimanapun musik ini harus lestari. Pemainnya pun harus regenerasi," ujar Bang Topik.
Waktu Habis untuk Betawi