Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Masa Lebih Mahal Bus China? Itu Juga Langsung Berkarat"

Kompas.com - 10/02/2014, 07:28 WIB
Alsadad Rudi

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
 — Ketua Dewan Transportasi Kota Jakarta Azas Tigor Nainggolan mengatakan, pengadaan bus-bus baru transjakarta dan bus sedang oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sudah menimbulkan keanehan sejak awal. Hal itu karena harga busnya yang tergolong mahal.

Menurutnya, sangat aneh jika harga bus buatan China bisa lebih mahal dari bus buatan Jepang dan Jerman. Ia pun membandingan bus kota terintegrasi busway (BKTB) milik Pemprov DKI dengan kopaja AC.

"Bus sedang (BKTB) dibeli dengan harga Rp 650 juta per unit. Sementara kopaja AC yang merek-nya Toyota harganya Rp 450 juta. Jadi, masa lebih mahal bus China? Itu juga langsung berkarat," kata Azas kepada Kompas.com, Minggu (9/2/2014).

"Bus gandeng harganya Rp 3,7 miliar. Saya baru pulang dari Jerman, jadi ada bus baru dari Daimler yang solarnya sudah Euro V, hibrid, dan yang jelas kualitasnya lebih bagus. Itu harganya Rp 3,2 miliar," tambahnya.

Untuk informasi, saat peluncuran bus Kopaja AC rute Ragunan-Monas pada awal Juni 2013, pihak Kopaja sempat menjelaskan jika spesifikasi bus yang mereka gunakan adalah Toyota Dyna yang proses perakitannya dilakukan oleh perusahaan karoseri Delima Mandiri.

"Kita mandiri tanpa subsidi, tanpa hibah dari Pemprov. Satu busnya seharga Rp 460 juta. Untuk pendanaan pinjaman dari BNI," kata ketua umum Kopaja Nanang Basuki, ketika itu.

Wakil Ketua DPRD DKI Triwisaksana juga menyampaikan keprihatinannya atas kondisi bus-bus yang dibeli dengan menggunakan APBD tersebut. Menurutnya, seharusnya Dinas Perhubungan dan Inspektorat Daerah melakukan pemeriksaan lebih rinci saat serah terima dari kontraktor.

"Double prihatin kita, karena selain lebih mahal, kualitasnya juga buruk. Bus-bus dari Jepang juga ada proses pengapalan, tapi kualitasnya tidak seperti ini," ujar anggota Komisi B ini.

Sebelumnya diberitakan, beredar rangkaian foto-foto yang menggambarkan komponen bus transjakarta dan BKTB yang rusak. Rangkaian foto-foto itu menunjukkan ada lima transjakarta articulated dan delapan BKTB yang tidak layak.

Pada bus transjakarta jenis articulated bus atau bus gandeng dengan nomor kendaraan B 7146 IX dan nomor seri bus AK5200, kondisi beberapa komponen tampak tidak seperti baru. Tabung oli power steering berkarat, turbo sensor berkarat, indikator air cleaner berada di batas kuning-merah (tidak layak), pulley terbuka sehingga gemuk bocor, tabung knalpot karatan, water coolant bocor (mesin masih hidup), kompresor AC berjamur, kabel otomatis spion terpasang tak rapi, rangka kendaraan berkarat, dan lain-lain.

Untuk BKTB, kondisinya tak jauh berbeda. BKTB bernomor kendaraan B 77241 IV misalnya, instrumen dashboard tidak dibaut, kaca spion retak, tutup panel spidometer kendur, karet penutup persneling terlepas, wiring electrical menempel di manifold. Dari delapan unit BKTB yang ada di dalam foto tersebut, satu bus diketahui belum memiliki pelat nomor polisi dan satu lagi memakai pelat kendaraan provit.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

[POPULER JABODETABEK] Warga yang 'Numpang' KTP Jakarta Protes NIK-nya Dinonaktifkan | Polisi Sita Senpi dan Alat Seks dari Pria yang Cekoki Remaja hingga Tewas

[POPULER JABODETABEK] Warga yang "Numpang" KTP Jakarta Protes NIK-nya Dinonaktifkan | Polisi Sita Senpi dan Alat Seks dari Pria yang Cekoki Remaja hingga Tewas

Megapolitan
Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Megapolitan
Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Megapolitan
Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Megapolitan
Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Megapolitan
Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Megapolitan
Korban: Guling yang Dicuri Maling Peninggalan Almarhum Ayah Saya

Korban: Guling yang Dicuri Maling Peninggalan Almarhum Ayah Saya

Megapolitan
Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Megapolitan
Khawatir Rumahnya Diambil Pemerintah, Banyak Warga Tanah Tinggi Tak Ikut Program 'Bebenah Kampung'

Khawatir Rumahnya Diambil Pemerintah, Banyak Warga Tanah Tinggi Tak Ikut Program "Bebenah Kampung"

Megapolitan
Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Pakai Senpi, Peluru Tembus dari Pelipis Kanan ke Kiri

Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Pakai Senpi, Peluru Tembus dari Pelipis Kanan ke Kiri

Megapolitan
Maling Guling Beraksi di Cinere, Korban: Lucu, Kenapa Enggak Sekalian Kasurnya!

Maling Guling Beraksi di Cinere, Korban: Lucu, Kenapa Enggak Sekalian Kasurnya!

Megapolitan
Kronologi Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang

Kronologi Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang

Megapolitan
Mayat Bayi di Tanah Abang, Diduga Dibuang Ayah Kandungnya

Mayat Bayi di Tanah Abang, Diduga Dibuang Ayah Kandungnya

Megapolitan
2 Pria Rampok Taksi 'Online' di Kembangan untuk Bayar Pinjol

2 Pria Rampok Taksi "Online" di Kembangan untuk Bayar Pinjol

Megapolitan
Heru Budi: Jakarta Bisa Benahi Tata Kota jika Pemerintahan Pindah ke IKN

Heru Budi: Jakarta Bisa Benahi Tata Kota jika Pemerintahan Pindah ke IKN

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com