Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 21/02/2014, 07:37 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Teliti, detail, serta cermat adalah karakteristik Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo. Karena itulah, Jokowi, sapaan akrabnya, hampir setiap hari blusukan ke tengah-tengah masyarakat. Ia sering memeriksa apa kerja anak buahnya sudah tepat atau belum, sembari dia juga menampung keluhan warga untuk ditindaklanjuti.

Namun, beberapa persoalan yang membelit Pemerintah Provinsi DKI Jakarta beberapa waktu terakhir memunculkan tanda tanya besar. Bagaimana bisa bus baru berkarat? Mengapa bisa proyek monorel yang tanpa izin dimulai? Mengapa bisa Jokowi yang semula menolak enam ruas jalan tol kini mendukung? Mengapa bisa pedagang kaki lima Blok G turun ke jalan?

"Sebenarnya, ada apa dengan Jokowi?" ujar pengamat kebijakan publik Agus Pambagyo, kepada Kompas.com, Kamis (20/2/2014).

Dari bus karat sampai Blok G

Soal bus baru transjakarta dan bus kota terintegrasi bus transjakarta (BKTB) yang karatan dan rusak, Agus menyayangkan terjadinya hal itu. Agus menilai, meski bukan urusan Gubernur, seharusnya Jokowi atau wakilnya, Basuki Tjahaja Purnama, mengecek dokumen pengadaan bus secara detail, bukan hanya menyerahkan sepenuhnya kepada Dinas Perhubungan Jakarta.

"Kan penambahan transportasi massal itu program andalannya Pak Jokowi. Kalau mereka mau aman sih harusnya dicek, sesuai prosedur atau enggak. Bagi tugaslah, Jokowi ke lapangan, Basuki yang memeriksa dokumen-dokumen di kantornya," kata Agus.

Praktik mafia di Pemprov DKI Jakarta, kata Agus, masih terjadi pada pengadaan barang. Spesifikasi tidak berkualitas, yang penting harganya murah, pemenang tender diduga telah diatur, dan sebagainya. Tanpa pengawasan secara cermat, Agus yakin kualitas barang pun pasti jelek.

Selanjutnya, soal kelanjutan pembangunan enam ruas jalan tol. Agus mempertanyakan mengapa Jokowi-Ahok, yang saat menjadi calon gubernur menolak keberadaan proyek itu, tiba-tiba berbalik mendukung dan menyetujuinya. Langkah itu, kata dia, tak sesuai dengan semangat pengurangan jumlah kendaraan pribadi dan memperbanyak transportasi massal di DKI.

"Waktu saya jadi panelis debat calon gubernur, Jokowi-Ahok tegas bilang enggak setuju. Sekarang, dia setuju tiba-tiba. Saya curiga, mereka dideketin sama pihak-pihak pengusul enam ruas jalan tol itu dan mereka berhasil pengaruhi Jokowi," ujar Agus.

"Nanti saya upload rekaman video Jokowi-Ahok yang menolak enam ruas jalan tol itu. Biar semuanya jadi ingat," ucapnya.

Para ahli transportasi, lanjut Agus, sudah sepakat bahwa pembangunan jalan hanya memicu jumlah kendaraan pribadi dan tak menyelesaikan kemacetan. Seharusnya, Pemprov DKI fokus ke pengadaan transportasi massal saja.

Sama halnya dengan pengadaan bus dan enam ruas jalan tol, Agus mengatakan tidak habis pikir dengan langkah Jokowi terkait groundbreaking monorel, Oktober 2013 silam. Sebab, selain sejumlah penelitian, banyak pihak menyebutkan bahwa monorel bukan transportasi publik yang baik, rekam jejak perusahaan pemegang izin pembangunan monorel tersebut diketahui buruk.

"Sudah dibilangin dari awal, jangan diterusin, eh, dia terusin juga. Pertama, monorel itu bukan public transportation. Monorel itu kereta wisata atau kereta dari mal ke mal lain karena rutenya cuma di dalam kota saja. Contohnya sudah banyak di dunia ini yang rugi dan akhirnya tutup," tutur Agus.

"Kedua, track record PT Jakarta Monorail (JM) itu sangat buruk," katanya.

Tidak hanya itu, Agus juga menyayangkan mengapa Jokowi melakukan groundbreaking sebelum adanya penandatanganan perjanjian kerja sama (PKS) antara Pemprov DKI dan PT JM, serta kepastian soal skema keuangan ketika bisnis itu berjalan nantinya. Agus menilai, langkah itu bentuk keteledoran Jokowi-Basuki.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Larang Bisnis 'Numpang' KK Dalam Pendaftaran PPDB, Disdik DKI: Kalau Ada, Laporkan!

Larang Bisnis "Numpang" KK Dalam Pendaftaran PPDB, Disdik DKI: Kalau Ada, Laporkan!

Megapolitan
Anak-anak Rawan Jadi Korban Kekerasan Seksual, Komnas PA : Edukasi Anak Sejak Dini Cara Minta Tolong

Anak-anak Rawan Jadi Korban Kekerasan Seksual, Komnas PA : Edukasi Anak Sejak Dini Cara Minta Tolong

Megapolitan
Ditipu Oknum Polisi, Petani di Subang Bayar Rp 598 Juta agar Anaknya Jadi Polwan

Ditipu Oknum Polisi, Petani di Subang Bayar Rp 598 Juta agar Anaknya Jadi Polwan

Megapolitan
Polisi Periksa Selebgram Zoe Levana Terkait Terobos Jalur Transjakarta

Polisi Periksa Selebgram Zoe Levana Terkait Terobos Jalur Transjakarta

Megapolitan
Polisi Temukan Markas Gangster yang Bacok Remaja di Depok

Polisi Temukan Markas Gangster yang Bacok Remaja di Depok

Megapolitan
Polisi Periksa General Affair Indonesia Flying Club Terkait Pesawat Jatuh di Tangsel

Polisi Periksa General Affair Indonesia Flying Club Terkait Pesawat Jatuh di Tangsel

Megapolitan
Progres Revitalisasi Pasar Jambu Dua Mencapai 90 Persen, Bisa Difungsikan 2 Bulan Lagi

Progres Revitalisasi Pasar Jambu Dua Mencapai 90 Persen, Bisa Difungsikan 2 Bulan Lagi

Megapolitan
Pemerkosa Remaja di Tangsel Mundur dari Staf Kelurahan, Camat: Dia Kena Sanksi Sosial

Pemerkosa Remaja di Tangsel Mundur dari Staf Kelurahan, Camat: Dia Kena Sanksi Sosial

Megapolitan
Tersangka Pembacokan di Cimanggis Depok Pernah Ditahan atas Kepemilikan Sajam

Tersangka Pembacokan di Cimanggis Depok Pernah Ditahan atas Kepemilikan Sajam

Megapolitan
Kasus DBD 2024 di Tangsel Mencapai 461, Dinkes Pastikan Tak Ada Kematian

Kasus DBD 2024 di Tangsel Mencapai 461, Dinkes Pastikan Tak Ada Kematian

Megapolitan
Selebgram Zoe Levana Terobos dan Terjebak di 'Busway', Polisi Masih Selidiki

Selebgram Zoe Levana Terobos dan Terjebak di "Busway", Polisi Masih Selidiki

Megapolitan
Terobos Busway lalu Terjebak, Selebgram Zoe Levana Bakal Diperiksa

Terobos Busway lalu Terjebak, Selebgram Zoe Levana Bakal Diperiksa

Megapolitan
Sulitnya Ungkap Identitas Penusuk Noven di Bogor, Polisi: Pelaku di Bawah Umur, Belum Rekam E-KTP

Sulitnya Ungkap Identitas Penusuk Noven di Bogor, Polisi: Pelaku di Bawah Umur, Belum Rekam E-KTP

Megapolitan
Sendi Sespri Iriana Diminta Jokowi Tingkatkan Popularitas dan Elektabilitas untuk Maju Pilkada Bogor

Sendi Sespri Iriana Diminta Jokowi Tingkatkan Popularitas dan Elektabilitas untuk Maju Pilkada Bogor

Megapolitan
Terlibat Jaringan Gembong Narkoba Johan Gregor Hass, 6 WNI Ditangkap

Terlibat Jaringan Gembong Narkoba Johan Gregor Hass, 6 WNI Ditangkap

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com