Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Meragukan, Studi Jakarta Berpotensi Segera Samai London dan New York"

Kompas.com - 17/04/2014, 06:46 WIB
Alsadad Rudi

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Informasi yang diklaim sebagai hasil survei yang menempatkan Jakarta sebagai kota di negara berkembang dengan potensi menyamai kota-kota di negara maju dalam satu hingga dua dekade, mengundang kritik. Data tersebut dinilai tak memperlihatkan kualitas laiknya penelitian ilmiah.

"Tak seperti hasil penelitian ilmiah karena tak memaparkan data maupun hal lain yang berkaitan dengan aspek penelitian," ujar pengamat kebijakan publik Agus Pambagio, Rabu (16/4/2014). Informasi yang dia kritik merupakan pernyataan lembaga konsultan asal Amerika, AT Kearnay.

Menurut Agus, setiap hasil studi yang diumumkan ke publik dilengkapi dengan kelengkapan variabel, sampel, dan metode yang dipakai. Selain itu, ujar dia, pengumuman harus dilakukan dalam bentuk konferensi pers, tak cukup hanya lewat rilis tanpa angka pula.

"Kalau cuma press release tapi tidak ada hasil angka-angkanya, bagi saya itu bisa jadi pembohongan publik. Kalau menyampaikan hasil studi itu kan publik harus tahu apa saja yang diukur, serta angka-angkanya paling tidak, ada summary-nya," papar Agus.

Lagi pula, tutur Agus, data tersebut diungkap ketika Jakarta menghadapi masalah termasuk dugaan korupsi, seperti kasus pengadaan bus berkarat transjakarta dan penggelembungan anggaran di Dinas Pendidikan.

"Saya tidak tahu variabelnya apa saja yang dinilai, apakah kasus-kasus korupsi itu masuk dalam kategori penilaian atau tidak," ujar Agus. Dia mengaku cukup tahu reputasi AT Kearney tetapi sama sekali tak mendapat informasi soal studi tersebut.

Agus mempertanyakan pula bagaimana bisa Jakarta tiba-tiba menempati urutan pertama dari negara berkembang yang berpotensi menyamai London dan New York, mengalahkan Sao Paulo, Rio de Janeiro, Kuala Lumpur, Beijing, atau Istambul.

"Bisa juga itu studi benar-benar dilakukan, karena menurut mereka (AT Kearney) kan itu dilakukan setiap dua tahun sekali. Tapi kan kalau benar dilakukan, harusnya variabelnya, korespondennya, dijabarkan lengkap. Tapi kenapa ini tidak ada. Saya cari di google juga tidak ada," ujarnya.

Seperti diberitakan, Head of Asia Pasific AT Kearney, John Kurtz, mengungkapkan lembaganya menganalisis 34 kota di sejumlah negara berkembang. Dia mengatakan analisis memakai 24 parameter dalam lima dimensi, yakni aktivitas bisnis, sumber daya manusia, pertukaran informasi, pengalaman sosial budaya, dan kestabilan politik.

"Hasilnya, Jakarta menempati urutan pertama, disusul dengan Manila (Filipina), Addis Ababa (Etiopia), Sao Paulo (Brasil), New Delhi (India), Rio de Janeiro (Brasil), Bogota (Kolombia), Mumbai (India), dan lain-lain," ujar Kurtz di Balaikota Jakarta, Selasa (15/4/2014), usai menemui Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo.

Kurts melanjutkan, berdasarkan data pendamping, New York (Amerika Serikat) dan London (Inggris) tetap menjadi dua kota global di dunia yang paling maju. Jakarta, Manila, dan kota-kota yang mereka analisis, ujar dia, paling memungkinkan memperkecil ketertinggalan dan memperbaiki posisi global untuk beberapa dekade ke depan.

Di Jakarta, lanjut Kurtz, perbaikan-perbaikan secara signifikan dilakukan oleh pemerintahnya. Menurut dia, Jakarta menjadi semakin kondusif untuk melaksanakan bisnis. Hal itu ditandai dengan tingginya pendapatan per kapita.

Perbaikan sumber daya manusia, imbuh Kurtz, juga kian signifikan dilihat dari pelayanan kesehatan dan pendidikan. Pembangunan fasilitas transportasi pun kian masif, kata dia, dengan dimulainya proyek transportasi massal, yakni mass rapid transit (MRT), monorel, dan pengadaan ratusan bus transjakarta.

Selain itu, imbuh Kurtz, Jakarta juga tengah membangun pelabuhan baru untuk pendukung ekspor dan impor. "Tapi, Jakarta perlu meningkatkan keberadaan pusat-pusat pendidikan berskala internasional, yang merupakan salah satu aspek di mana Jakarta masih tertinggal dibanding kota lain," ujar dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kampung Konfeksi di Tambora Terbentuk sejak Zaman Kolonial, Dibuat untuk Seragam Pemerintahan

Kampung Konfeksi di Tambora Terbentuk sejak Zaman Kolonial, Dibuat untuk Seragam Pemerintahan

Megapolitan
Razia Dua Warung Kelontong di Bogor, Polisi Sita 28 Miras Campuran

Razia Dua Warung Kelontong di Bogor, Polisi Sita 28 Miras Campuran

Megapolitan
Tanda Tanya Kasus Kematian Akseyna yang Hingga Kini Belum Terungkap

Tanda Tanya Kasus Kematian Akseyna yang Hingga Kini Belum Terungkap

Megapolitan
Pedagang di Sekitar JIExpo Bilang Dapat Untung 50 Persen Lebih Besar Berkat Jakarta Fair

Pedagang di Sekitar JIExpo Bilang Dapat Untung 50 Persen Lebih Besar Berkat Jakarta Fair

Megapolitan
Beginilah Kondisi Terkini Jakarta Fair Kemayoran 2024...

Beginilah Kondisi Terkini Jakarta Fair Kemayoran 2024...

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Akhir Pelarian Perampok 18 Jam Tangan Mewah di PIK 2 | Masjid Agung Al-Azhar Gelar Shalat Idul Adha Hari Minggu

[POPULER JABODETABEK] Akhir Pelarian Perampok 18 Jam Tangan Mewah di PIK 2 | Masjid Agung Al-Azhar Gelar Shalat Idul Adha Hari Minggu

Megapolitan
Diduga Joging Pakai 'Headset', Seorang Pria Tertabrak Kereta di Grogol

Diduga Joging Pakai "Headset", Seorang Pria Tertabrak Kereta di Grogol

Megapolitan
Pemeras Ria Ricis Gunakan Rekening Teman untuk Tampung Uang Hasil Pemerasan

Pemeras Ria Ricis Gunakan Rekening Teman untuk Tampung Uang Hasil Pemerasan

Megapolitan
Anies Bakal 'Kembalikan Jakarta ke Relnya', Pengamat: Secara Tak Langsung Singgung Heru Budi

Anies Bakal "Kembalikan Jakarta ke Relnya", Pengamat: Secara Tak Langsung Singgung Heru Budi

Megapolitan
Pedagang Kerak Telor di PRJ Mengeluh Sepi Pembeli: Dulu Habis 50 Telor, Kemarin Cuma 10

Pedagang Kerak Telor di PRJ Mengeluh Sepi Pembeli: Dulu Habis 50 Telor, Kemarin Cuma 10

Megapolitan
Keluarga Akseyna Minta Polisi Dalami Penulis Lain dalam Surat Wasiat sesuai Analisis Grafolog

Keluarga Akseyna Minta Polisi Dalami Penulis Lain dalam Surat Wasiat sesuai Analisis Grafolog

Megapolitan
Kasus Akseyna Berlanjut, Keluarga Sebut Ada Informasi yang Belum Diterima Penyidik Baru

Kasus Akseyna Berlanjut, Keluarga Sebut Ada Informasi yang Belum Diterima Penyidik Baru

Megapolitan
SP2HP Kedua Terbit, Keluarga Akseyna: Selama Ini Sering Naik Turun, Pas Ramai Baru Terlihat Pergerakan

SP2HP Kedua Terbit, Keluarga Akseyna: Selama Ini Sering Naik Turun, Pas Ramai Baru Terlihat Pergerakan

Megapolitan
Polisi Terbitkan SP2HP Kedua Terkait Kasus Akseyna, Keluarga Berharap Aparat Jaga Momentum

Polisi Terbitkan SP2HP Kedua Terkait Kasus Akseyna, Keluarga Berharap Aparat Jaga Momentum

Megapolitan
Tak Bisa Biayai Pemakaman, Keluarga Tak Kunjung Ambil Jenazah Pengemis Korban Kebakaran di Pejaten

Tak Bisa Biayai Pemakaman, Keluarga Tak Kunjung Ambil Jenazah Pengemis Korban Kebakaran di Pejaten

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com