Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Waduk Pluit di Atas Kanvas Yos Rizal

Kompas.com - 17/08/2014, 17:44 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pelukis Yos Rizal (42) memandang kawasan permukiman kumuh di bantaran Waduk Pluit dengan cara berbeda. Melalui kuas cat yang dituangkan ke dalam kanvasnya, permukiman yang hendak digusur Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bukan terik serta gersang, melainkan menjadi berkabut.

Deretan permukiman kumuh menempati seperempat sebelah kiri kanvas dengan lebar 100x150 centimeter. Di belakang permukiman kumuh itu terdapat gedung rumah susun dengan latar belakang cuaca langit yang biru. Di sekeliling rumah kumuh itu tampak samar kabut. Hanya hijau air waduk yang terlihat.

"Seperti kabut, saya menggambarkan bahwa permukiman kumuh ini akan hilang," ujar Yos saat berbincang dengan Kompas.com di sela aktivitas melukisnya, Minggu(17/8/2014) siang.

"Lukisan saya ini mungkin akan jadi kenangan bahwa dahulunya Waduk Pluit pernah seperti ini kondisinya," sambung Yos.

Tepat pukul 09.00 WIB, Yos memulai lukisan itu. Dia memilih tepi waduk sisi selatan dan menghadap ke sisi waduk yang dipenuhi oleh permukiman kumuh. Yos sempat kesulitan melukis area waduk. Pelukis beraliran abstrak ini mengaku terbiasa melukis di dalam studio. Sementara ini, dia melukis di bawah terik mentari 31 derajat celcius.

Melukis langsung di depan obyek dinamakan melukis observasi. Yos mengaku sudah lama sekali tidak melukis demikian. Apalagi dengan kebiasaan mencari obyek melalui internet yang hanya tinggal klik saja, melukis di tengah terik waduk dengan kondisi alamiah menjadi tantangan tersendiri bagi Yos.

"Melukis dengan observasi langsung itu punya rasa sendiri. Hasilnya tentu berbeda dengan obyek yang hanya tinggal klik," ujar Yos.

Tidak dibayar

Keberadaan Yos di waduk itu bukanlah tanpa alasan. Dia dan 39 pelukis yang tergabung dalam Komunitas Seniman Pasar Seni Ancol diundang PT Jakarta Propertindo untuk meramaikan peringatan HUT ke 69 Republik Indonesia di taman Waduk Pluit.

Yos dan kawan-kawan tidak diwajibkan untuk melukiskan satu obyek saja. Pelukis dibebaskan melukis apa saja yang ada di waduk tersebut.

"Kami tidak dibayar untuk melakukan ini. Setelah ini lukisan ini akan saya retouch pakai warna yang tegas supaya bagus dipajang di dalam ruangan dengan lighting," ujar Yos.

Pemprov DKI Jakarta tengah melaksanakan penataan kawasan waduk itu sejak awal tahun 2013 silam. Selain sebagai penampung air dari sungai besar, waduk itu juga berfungsi sebagai pendidikan dan pengenalan masyarakat atas lingkungan hidup.

Sisi barat waduk telah ditata menjadi taman lengkap dengan amphiteater. Masyarakat yang dulu tinggal di sana direlokasi ke sejumlah rumah susun sewa.  Adapun, ratusan rumah di sisi timur masih bertahan menunggu pembangunan beberapa rusun rampung.

Proyek normalisasi ini secara keseluruhan akan tuntas dalam dua tahun. Waduk Pluit yang sudah ada sejak 1987 lalu dan memiliki luas 80 hektar dan terokupasi seluas 20 hektar ini akan dikembalikan ke semula. Jika waduk kembali ke kondisi semula, banjir di Ibu Kota diklaim dapat diminimalisir. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

10 Nama Usulan DPD PDI-P untuk Pilkada Jakarta: Anies, Ahok, dan Andika Perkasa

10 Nama Usulan DPD PDI-P untuk Pilkada Jakarta: Anies, Ahok, dan Andika Perkasa

Megapolitan
Video Viral Bule Hina IKN Ternyata Direkam di Bogor

Video Viral Bule Hina IKN Ternyata Direkam di Bogor

Megapolitan
Lurah: Separuh Penduduk Kali Anyar Buruh Konfeksi dari Perantauan

Lurah: Separuh Penduduk Kali Anyar Buruh Konfeksi dari Perantauan

Megapolitan
Optimistis Seniman Jalanan Karyanya Dihargai meski Sering Lukisannya Terpaksa Dibakar...

Optimistis Seniman Jalanan Karyanya Dihargai meski Sering Lukisannya Terpaksa Dibakar...

Megapolitan
Kampung Konfeksi di Tambora Terbentuk sejak Zaman Kolonial, Dibuat untuk Seragam Pemerintahan

Kampung Konfeksi di Tambora Terbentuk sejak Zaman Kolonial, Dibuat untuk Seragam Pemerintahan

Megapolitan
Razia Dua Warung Kelontong di Bogor, Polisi Sita 28 Miras Campuran

Razia Dua Warung Kelontong di Bogor, Polisi Sita 28 Miras Campuran

Megapolitan
Tanda Tanya Kasus Kematian Akseyna yang Hingga Kini Belum Terungkap

Tanda Tanya Kasus Kematian Akseyna yang Hingga Kini Belum Terungkap

Megapolitan
Pedagang di Sekitar JIExpo Bilang Dapat Untung 50 Persen Lebih Besar Berkat Jakarta Fair

Pedagang di Sekitar JIExpo Bilang Dapat Untung 50 Persen Lebih Besar Berkat Jakarta Fair

Megapolitan
Beginilah Kondisi Terkini Jakarta Fair Kemayoran 2024...

Beginilah Kondisi Terkini Jakarta Fair Kemayoran 2024...

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Akhir Pelarian Perampok 18 Jam Tangan Mewah di PIK 2 | Masjid Agung Al-Azhar Gelar Shalat Idul Adha Hari Minggu

[POPULER JABODETABEK] Akhir Pelarian Perampok 18 Jam Tangan Mewah di PIK 2 | Masjid Agung Al-Azhar Gelar Shalat Idul Adha Hari Minggu

Megapolitan
Diduga Joging Pakai 'Headset', Seorang Pria Tewas Tertabrak Kereta di Grogol

Diduga Joging Pakai "Headset", Seorang Pria Tewas Tertabrak Kereta di Grogol

Megapolitan
Pemeras Ria Ricis Gunakan Rekening Teman untuk Tampung Uang Hasil Pemerasan

Pemeras Ria Ricis Gunakan Rekening Teman untuk Tampung Uang Hasil Pemerasan

Megapolitan
Anies Bakal 'Kembalikan Jakarta ke Relnya', Pengamat: Secara Tak Langsung Singgung Heru Budi

Anies Bakal "Kembalikan Jakarta ke Relnya", Pengamat: Secara Tak Langsung Singgung Heru Budi

Megapolitan
Pedagang Kerak Telor di PRJ Mengeluh Sepi Pembeli: Dulu Habis 50 Telor, Kemarin Cuma 10

Pedagang Kerak Telor di PRJ Mengeluh Sepi Pembeli: Dulu Habis 50 Telor, Kemarin Cuma 10

Megapolitan
Keluarga Akseyna Minta Polisi Dalami Penulis Lain dalam Surat Wasiat sesuai Analisis Grafolog

Keluarga Akseyna Minta Polisi Dalami Penulis Lain dalam Surat Wasiat sesuai Analisis Grafolog

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com