Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Saran Pengusaha Kopaja pada 2 Tahun Jokowi-Ahok

Kompas.com - 15/10/2014, 11:21 WIB
Alsadad Rudi

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Ketua Umum Kopaja Nanang Basuki menyampaikan masukan ke Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam pembenahan angkutan umum di Ibu Kota terkait dua tahun era pemerintahan Gubernur Joko Widodo dan Wakil Gubernur Basuki "Ahok" Tjahaja Purnama yang jatuh pada hari ini, Rabu (15/10/2014).

Menurut Nanang, Pemprov DKI harus segera memaksimalkan peran PT Transjakarta untuk menyinergikan operator-operator angkutan umum yang ada di Jakarta.

"Dengan adanya BUMD Transjakarta yang dibentuk oleh Pak Gubernur, diharapkan bisa menyinergikan semua moda-moda angkutan umum dari berbagai operator, apalagi banyak moda transportasi yang memiliki peran vital karena jalurnya menjangkau permukiman penduduk," kata Nanang.

Nanang memaparkan, bentuk sinergi yang harus dilakukan adalah menyamaratakan peraturan mengenai sistem pembayaran angkutan umum. Menurut dia, apabila Pemprov DKI serius ingin menghapus sistem setoran demi menghilangkan budaya ngetem, peraturan yang dibuat harus tegas dan berlaku menyeluruh.

Nanang lalu menceritakan pengalaman Kopaja yang pada 2011 pernah menerapkan sistem gaji kepada sopir dan mengharuskan bus berhenti.

Menurut Nanang, ketika itu, yang dilakukan Kopaja hanya berujung kegagalan dan membuat para pengusaha merugi karena saat itu Kopaja menjadi satu-satunya operator angkutan umum non-transjakarta yang melakukan hal tersebut.

"Dulu, kami gagal karena kami seperti berada di hutan rimba karena (operator) yang lainnya tidak seperti itu. Sopir kami yang telah menerima gaji menjadi malas untuk berebut penumpang dengan bus lain yang masih setoran. Mereka berpikir, 'Ngapain lagi saya berebut penumpang, toh saya sudah pasti dapat gaji. Mau cuma bawa 10 orang atau 100 orang, gaji tetap," papar dia.

"Ketika itu, karena hanya kami yang wajib berhenti di halte, kami jadi tidak mendapatkan penumpang. Artinya, kami pernah mencoba, tapi tidak direspons positif oleh masyarakat. Karakter penumpang non-busway ini kan bermacam-macam. Banyak yang disuruh menunggu di halte tidak mau dan mereka lebih memilih di perempatan, atau di tempat yang mereka mau," lanjut dia.

Nanang menilai sistem pembayaran angkutan umum yang ideal di Jakarta untuk menggantikan sistem setoran adalah dengan sistem sewa. Jadi, pemerintah akan membayar sewa per harinya kepada pemilik bus dengan kesepakatan-kesepakatan tertentu yang mengikat.

Nanang menganggap sistem ini lebih cocok diterapkan ketimbang pembayaran per kilometer karena ia menganggap sistem pembayaran per kilometer hanya cocok diterapkan pada layanan transjakarta.

"Saya setuju sistem sewa ketimbang pembayaran per kilometer karena pembayaran per kilometer hanya cocok untuk transjakata, sedangkan bus-bus non-transjakarta kan punya karakteristik jalur yang berbeda," pungkas Nanang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Asa Pemulung yang Tinggal di Kolong Jembatan, Berharap Uluran Tangan Pemerintah

Asa Pemulung yang Tinggal di Kolong Jembatan, Berharap Uluran Tangan Pemerintah

Megapolitan
Warga Matraman Keluhkan Air Mati Setiap Malam, Berbulan-bulan Tak Ada Perbaikan

Warga Matraman Keluhkan Air Mati Setiap Malam, Berbulan-bulan Tak Ada Perbaikan

Megapolitan
'Ada Pedagang Warkop Kecil di Pinggir Jalan, Bisa Kasih Hewan Kurban ke Sini...'

"Ada Pedagang Warkop Kecil di Pinggir Jalan, Bisa Kasih Hewan Kurban ke Sini..."

Megapolitan
Penghuni Kolong Jembatan Keluhkan Air Sungai Ciliwung Bau Usai Pemotongan Hewan Kurban

Penghuni Kolong Jembatan Keluhkan Air Sungai Ciliwung Bau Usai Pemotongan Hewan Kurban

Megapolitan
Waswasnya Warga yang Tinggal di Kolong Jembatan Jalan Sukabumi pada Musim Hujan...

Waswasnya Warga yang Tinggal di Kolong Jembatan Jalan Sukabumi pada Musim Hujan...

Megapolitan
Jumlah Kambing Kurban di Masjid Sunda Kelapa Menurun, Pengurus: Kualitas yang Utama, Bukan Kuantitas

Jumlah Kambing Kurban di Masjid Sunda Kelapa Menurun, Pengurus: Kualitas yang Utama, Bukan Kuantitas

Megapolitan
Lebaran yang Seperti Hari Biasanya di Kolong Jembatan Jalan Sukabumi

Lebaran yang Seperti Hari Biasanya di Kolong Jembatan Jalan Sukabumi

Megapolitan
Polisi Tangkap 3 Tersangka Pemalsuan Uang Rp 22 Miliar di Jakarta Barat

Polisi Tangkap 3 Tersangka Pemalsuan Uang Rp 22 Miliar di Jakarta Barat

Megapolitan
Ibu Asal Bekasi yang Cabuli Anaknya Jalani Tes Kesehatan Mental

Ibu Asal Bekasi yang Cabuli Anaknya Jalani Tes Kesehatan Mental

Megapolitan
OTK Konvoi di Kemayoran, Tembak Warga Pakai 'Airsoft Gun'

OTK Konvoi di Kemayoran, Tembak Warga Pakai "Airsoft Gun"

Megapolitan
Jumlah Kambing yang Dikurbankan di Masjid Agung Sunda Kelapa Menteng Menurun Drastis

Jumlah Kambing yang Dikurbankan di Masjid Agung Sunda Kelapa Menteng Menurun Drastis

Megapolitan
Masjid Sunda Kelapa Bagikan 4.000 Kantong Daging Kurban, Ada dari Ma'ruf Amin hingga Megawati

Masjid Sunda Kelapa Bagikan 4.000 Kantong Daging Kurban, Ada dari Ma'ruf Amin hingga Megawati

Megapolitan
Anies Baswedan: Lebih Penting 'Ngomongin' Kampung Bayam...

Anies Baswedan: Lebih Penting "Ngomongin" Kampung Bayam...

Megapolitan
Anies Sembelih Sapi Kurban Sendiri: Saya Membayangkan Bagaimana Rasanya Menjadi Ibrahim

Anies Sembelih Sapi Kurban Sendiri: Saya Membayangkan Bagaimana Rasanya Menjadi Ibrahim

Megapolitan
Penjual Hewan Kurban di Bekasi Bikin Promo: Beli Sapi Gratis Domba dan Golok

Penjual Hewan Kurban di Bekasi Bikin Promo: Beli Sapi Gratis Domba dan Golok

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com