Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Serapan APBD DKI 2014 Paling Rendah Sepanjang Sejarah

Kompas.com - 17/11/2014, 16:12 WIB
Kurnia Sari Aziza

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Serapan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta tahun anggaran 2014 merupakan yang terendah sepanjang sejarah. Hal ini diungkapkan oleh Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) DKI Jakarta Heru Budi Hartono.

"(Serapan anggaran) paling tinggi sampai akhir tahun mungkin 35-40 persen, saya optimistis bisa. Serapan anggaran ini paling rendah karena sebelumnya rata-rata serapan paling rendah itu 60 persen, pas krisis tahun 2000 juga sekitar itu serapannya," kata Heru, di Balaikota, Senin (17/11/2014).

Hingga Senin (10/11/2014) lalu, serapan anggaran DKI 2014 baru sekitar 31 persen dari total anggaran sebesar Rp 72 triliun. Rendahnya serapan anggaran ini disebabkan adanya peralihan pengadaan barang dan jasa melalui Unit Layanan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (ULP) DKI serta sistem e-budgeting.

Anggaran yang terpakai itu hanya digunakan untuk belanja rutin, seperti pembayaran anggaran telepon, air, listrik, dan internet (TALI). "Tahun ini banyak transisi, jadi mohon dimaafkan," kata mantan Wali Kota Jakarta Utara itu. [Baca: Serapan Anggaran DKI Belum 30 Persen, Jauh di Bawah Target Jokowi]

Satuan kerja perangkat daerah (SKPD) DKI yang paling rendah menyerap anggaran adalah Dinas Perhubungan DKI Jakarta. Dalam APBD DKI 2014, Dishub hanya mampu menyerap anggaran 4,7 persen.

Anggaran yang terserap oleh Dishub DKI itu disebabkan adanya kasus penyalahgunaan anggaran pengadaan transjakarta dan bus sedang pada tahun anggaran 2013. Plt Gubernur DKI Jakarta Basuki "Ahok" Tjahaja Purnama memutuskan untuk mencoret pengadaan transjakarta dan bus sedang senilai Rp 3,2 triliun pada APBD 2014.

Sedianya uang itu digunakan untuk pembelian 3.000 unit bus sedang dan 1.000 unit bus transjakarta.

Kemudian, Dinas Pekerjaan Umum (PU) DKI Jakarta baru dapat menyerap anggaran sebesar 13 persen dari total alokasi anggaran sebesar Rp 6,29 triliun. Dari total dana tersebut, Rp 6,156 triliun digunakan untuk belanja langsung.

"Dinas PU ada pembelian lahan yang terkendala. Pengerukan waduk tetap jalan terus. JEDI juga sudah dikerjakan programnya, tetapi belum dibayar. Mungkin silpa (sisa lebih penggunaan anggaran)-nya Rp 15 triliun," kata Heru.

Sementara itu, dua SKPD tercatat berkinerja baik dengan serapan tinggi, yakni Dinas Pendidikan dan Dinas Kesehatan. Dinas Pendidikan mampu menyerap anggaran hingga 56 persen dari total anggaran Rp 13 triliun. Serapan anggaran dua SKPD itu tinggi karena programnya termasuk biaya langsung, yakni Kartu Jakarta Pintar (KJP) dan Kartu Jakarta Sehat (KJS).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Taruna STIP Tewas Dianiaya, Polisi Ungkap Pemukulan Senior ke Junior Jadi Tradisi 'Penindakan'

Taruna STIP Tewas Dianiaya, Polisi Ungkap Pemukulan Senior ke Junior Jadi Tradisi "Penindakan"

Megapolitan
Empat Taruna STIP yang Diduga Saksikan Pelaku Aniaya Junior Tak Ikut Ditetapkan Tersangka

Empat Taruna STIP yang Diduga Saksikan Pelaku Aniaya Junior Tak Ikut Ditetapkan Tersangka

Megapolitan
Motif Pelaku Aniaya Taruna STIP hingga Tewas: Senioritas dan Arogansi

Motif Pelaku Aniaya Taruna STIP hingga Tewas: Senioritas dan Arogansi

Megapolitan
Penyebab Utama Tewasnya Taruna STIP Bukan Pemukulan, tapi Ditutup Jalur Pernapasannya oleh Pelaku

Penyebab Utama Tewasnya Taruna STIP Bukan Pemukulan, tapi Ditutup Jalur Pernapasannya oleh Pelaku

Megapolitan
Polisi Tetapkan Tersangka Tunggal dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP Jakarta

Polisi Tetapkan Tersangka Tunggal dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP Jakarta

Megapolitan
Hasil Otopsi Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior: Memar di Mulut, Dada, hingga Paru

Hasil Otopsi Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior: Memar di Mulut, Dada, hingga Paru

Megapolitan
Akhir Penantian Ibu Pengemis yang Paksa Orang Sedekah, Dua Adiknya Datang Menjenguk ke RSJ

Akhir Penantian Ibu Pengemis yang Paksa Orang Sedekah, Dua Adiknya Datang Menjenguk ke RSJ

Megapolitan
Polisi Sebut Ahmad dan RM Semula Rekan Kerja, Jalin Hubungan Asmara sejak Akhir 2023

Polisi Sebut Ahmad dan RM Semula Rekan Kerja, Jalin Hubungan Asmara sejak Akhir 2023

Megapolitan
Praktik Prostitusi di RTH Tubagus Angke Dinilai Bukan PR Pemprov DKI Saja, tapi Juga Warga

Praktik Prostitusi di RTH Tubagus Angke Dinilai Bukan PR Pemprov DKI Saja, tapi Juga Warga

Megapolitan
Keluarga Harap Tak Ada Intervensi dalam Pengusutan Kasus Mahasiswa STIP yang Tewas Dianiaya Senior

Keluarga Harap Tak Ada Intervensi dalam Pengusutan Kasus Mahasiswa STIP yang Tewas Dianiaya Senior

Megapolitan
Pro-Kontra Warga soal Janji Dishub DKI Tertibkan Juru Parkir, Tak Keberatan jika Jukir Resmi

Pro-Kontra Warga soal Janji Dishub DKI Tertibkan Juru Parkir, Tak Keberatan jika Jukir Resmi

Megapolitan
Mahasiswa STIP Tewas Dianiaya Senior, Pengawasan dan Tata Tertib Kampus Jadi Sorotan

Mahasiswa STIP Tewas Dianiaya Senior, Pengawasan dan Tata Tertib Kampus Jadi Sorotan

Megapolitan
Hari Ini, Polisi Lakukan Gelar Perkara Kasus Mahasiswa STIP Tewas Diduga Dianiaya Senior

Hari Ini, Polisi Lakukan Gelar Perkara Kasus Mahasiswa STIP Tewas Diduga Dianiaya Senior

Megapolitan
Usul Heru Budi Bangun “Jogging Track” di RTH Tubagus Angke Dinilai Tak Tepat dan Buang Anggaran

Usul Heru Budi Bangun “Jogging Track” di RTH Tubagus Angke Dinilai Tak Tepat dan Buang Anggaran

Megapolitan
Polisi Sebut Pembunuh Wanita Dalam Koper Tak Berniat Ambil Uang Kantor yang Dibawa Korban

Polisi Sebut Pembunuh Wanita Dalam Koper Tak Berniat Ambil Uang Kantor yang Dibawa Korban

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com