Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Pilu Nurhayati dan Kartu BPJS

Kompas.com - 30/11/2014, 09:22 WIB

Rabu pagi, 26 November, Abi dioperasi oleh tiga orang dokter, masing-masing dokter Edy (dokter anak), dr Rahman (bedah umum), dan dr Carlo (bedah anak). Sebelum dioperasi, ketiga dokter itu menyampaikan keterangan kepada orangtua pasien. Kata dokter, karena kondisi pasien yang tidak mengeluarkan kotoran dari tubuhnya sudah terlalu lama, maka kumannya sudah menyebar ke mana-mana. Dokter pun menegaskan, operasi itu mungkin bisa menolong Abi, tetapi bisa juga sebaliknya.

Operasi yang dimulai pukul 10 pagi itu selesai pada 14.30 WIB. Tampak Abi antara sadar dan tidak. Selanjutnya anak kecil itu pun dibawa ke Ruang Picu. Pukul 5 sore, Nur baru bisa melihat Abi kembali. Kondisinya mulai ceria dan minta minum, namun belum diperbolehkan. Pukul 10 malam, suami Nur diminta transfusi darah karena HB Abi rendah. Pukul 12 malam kondisi Abi kritis dan akan dipasang ventilator.

Kamis, 27 November pukul lima sore, Abi tampak gemuk, badannya bengkak karena kurang protein.

Jumat, selepas subuh, sekira pukul 5 Nur ditelepon untuk melihat Abi. Dokter jaga bilang, napas Abis sudah berat sejak pukul 4 dan dalam kondisi tidak sadar.

15 menit kemudian, Nur dan suaminya dipanggil kembali, dokter jaga bilang kalau jantung Abi sudah berhenti. Pada pukul 06.45 Abi dinyatakan meninggal oleh dokter. Anak kedua pasangan Nurhayati dan Mohammad Eddy Karno itu pergi untuk selamanya.

Ada rasa bersalah di diri Nurhayati karena tak bisa mengupayakan perawatan yang layak pada diri Abi. Untunglah orang-orang di sekitarnya menghibur Nur. Mereka bilang, Nur dan suaminya telah berupaya maksimal, tapi takdir berkehendak lain. Nurhayati pun berkata bahwa dirinya tidak menyesali takdir, dia hanya kecewa dengan lambannya pihak rumah sakit yang tidak menyegerakan pasien BPJS kelas tiga semacam Abi.

Demikianlah, upaya baik pemerintah yang telah mengeluarkan program BPJS, KJS, dan Kartu Indonesia Sehat, ternyata belum dibarengi kesiapan sarana pendukung, berupa dokter, perawat, dan penambahan ruangan di rumah sakit. Walhasil, pasien menumpuk dan harus antre. Sementara seorang dokter harus menangani sedemikian banyak pasien.

Menurut ketua Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI), Dr. dr. Sutoto, M.Kes, Indonesia masih butuh banyak lagi dokter agar pasiennya bisa tertangani dengan baik karena hingga saat ini jumlah dokter tidak sebanding dengan jumlah pasien.

Sutoto menyatakan bahwa dalam data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2012, jumlah dokter dengan penduduk Indonesia tidak sebanding sehingga bisa dikatakan hal ini paling buruk se-ASEAN (Association of South East Asian Nations).

"Kita punya 3 dokter untuk 10.000 penduduk, sementara di Malaysia 9 dokter untuk 10.000 penduduk, ini data terbaru yang menunjukkan kalau kita masih kekurangan dokter," jelas Sutoto di Jakarta, kepada wartawan, (20/3/2013).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Penampilan TikToker Galihloss Usai Jadi Tersangka, Berkepala Plontos dan Hanya Menunduk Minta Maaf

Penampilan TikToker Galihloss Usai Jadi Tersangka, Berkepala Plontos dan Hanya Menunduk Minta Maaf

Megapolitan
4 Pebisnis Judi 'Online' Bikin Aplikasi Sendiri lalu Raup Keuntungan hingga Rp 30 Miliar

4 Pebisnis Judi "Online" Bikin Aplikasi Sendiri lalu Raup Keuntungan hingga Rp 30 Miliar

Megapolitan
Remaja yang Tewas di Hotel Senopati Diduga Dicekoki Ekstasi dan Sabu Cair

Remaja yang Tewas di Hotel Senopati Diduga Dicekoki Ekstasi dan Sabu Cair

Megapolitan
Pintu Air Bendung Katulampa Jebol, Perbaikan Permanen Digarap Senin Depan

Pintu Air Bendung Katulampa Jebol, Perbaikan Permanen Digarap Senin Depan

Megapolitan
Masih Banyak Pengangguran di Tanah Tinggi, Kawasan Kumuh Dekat Istana Negara

Masih Banyak Pengangguran di Tanah Tinggi, Kawasan Kumuh Dekat Istana Negara

Megapolitan
Dinas SDA DKI: Normalisasi Ciliwung di Rawajati Bisa Dikerjakan Bulan Depan

Dinas SDA DKI: Normalisasi Ciliwung di Rawajati Bisa Dikerjakan Bulan Depan

Megapolitan
Warga Miskin Ekstrem di Tanah Tinggi Masih Belum Merasakan Bantuan, Pemerintah Diduga Tidak Tepat Sasaran

Warga Miskin Ekstrem di Tanah Tinggi Masih Belum Merasakan Bantuan, Pemerintah Diduga Tidak Tepat Sasaran

Megapolitan
Mobil Rubicon Mario Dandy Tak Laku Dilelang

Mobil Rubicon Mario Dandy Tak Laku Dilelang

Megapolitan
Khawatir Tak Lagi Dikenal, Mochtar Mohamad Bakal Pasang 1.000 Baliho untuk Pilkada Bekasi

Khawatir Tak Lagi Dikenal, Mochtar Mohamad Bakal Pasang 1.000 Baliho untuk Pilkada Bekasi

Megapolitan
Tiktoker Galihloss Akui Bikin Konten Penistaan Agama untuk Hiburan

Tiktoker Galihloss Akui Bikin Konten Penistaan Agama untuk Hiburan

Megapolitan
Polisi Sita Senpi dan Alat Bantu Seks dari Pria yang Cekoki Remaja hingga Tewas

Polisi Sita Senpi dan Alat Bantu Seks dari Pria yang Cekoki Remaja hingga Tewas

Megapolitan
Kebakaran Agen Gas dan Air di Cinere Depok, Empat Ruangan Hangus

Kebakaran Agen Gas dan Air di Cinere Depok, Empat Ruangan Hangus

Megapolitan
Polisi Tangkap Empat Pebisnis Judi 'Online' di Depok yang Jual Koin Slot lewat 'Live Streaming'

Polisi Tangkap Empat Pebisnis Judi "Online" di Depok yang Jual Koin Slot lewat "Live Streaming"

Megapolitan
Punya Penjaringan Sendiri, PDI-P Belum Jawab Ajakan PAN Usung Dedie Rachim di Pilkada Bogor

Punya Penjaringan Sendiri, PDI-P Belum Jawab Ajakan PAN Usung Dedie Rachim di Pilkada Bogor

Megapolitan
Begini Tampang Dua Pria yang Cekoki Remaja 16 Tahun Pakai Narkoba hingga Tewas

Begini Tampang Dua Pria yang Cekoki Remaja 16 Tahun Pakai Narkoba hingga Tewas

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com