Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kemacetan Jakarta Makin Lemahkan Produktivitas Pelaju

Kompas.com - 09/03/2015, 19:33 WIB

JAKARTA, KOMPAS — Kemacetan di Jakarta dan sekitarnya, terutama jalur Bekasi-Jakarta, semakin parah dan sudah mengganggu, bahkan melemahkan produktivitas para pelaju. Berdasarkan pantauan Kompas, tak satu pun jenis moda transportasi yang mampu menembus kemacetan secara manusiawi.

Pembangunan proyek infrastruktur yang belum selesai menjadi salah satu penyebab makin parahnya kemacetan. Menggunakan angkutan pribadi berbagai moda, Bekasi-Jakarta tiap pagi harus ditempuh dalam waktu lebih dari 1,5 jam. Angkutan umum juga tak mampu mengatasi persoalan.

Senin (9/3) pagi, kendaraan menumpuk di Jalan KH Noer Ali, Bekasi. Para pelaju yang menggunakan sepeda motor hanya mampu berjalan dengan kecepatan maksimal 10 km per jam.

Mulai dari Bekasi sampai di perbatasan dengan Duren Sawit, Jakarta Timur, kemacetan tak terhindarkan. Bahkan, lampu merah sebelum memasuki area Duren Sawit seperti tak berguna, pengendara kendaraan bermotor tak bergerak meskipun lampu menyala hijau.

Fachri (25), warga Bintara Jaya, Bekasi, berangkat pukul 06.00 dari rumahnya untuk menuju Jakarta. Pria itu terpaksa memarkir sepeda motornya di pinggir jalan untuk beristirahat sejenak.

Karyawan sebuah perusahaan swasta tersebut mengaku sudah biasa dengan kemacetan yang terjadi di jalur Bekasi-Kalimalang. "Setiap hari sudah macet, jadi sudah biasa," ujarnya.

Fachri harus menghabiskan waktu sekitar dua jam untuk bisa sampai tujuan. "Jalur ini belum seberapa macetnya. Nanti, ke arah Pancoran, lebih parah lagi," ucapnya.

Fachri mengungkapkan, dirinya jarang menggunakan moda transportasi lainnya, seperti kereta rel listrik (KRL). "Apalagi jarak dari rumah ke stasiun jauh," kata pria yang bekerja sebagai pengantar barang ini.

Merasakan hal yang sama, Jhon (48), seorang pedagang, harus memarkir motornya di pinggir jalan dekat Kalimalang untuk istirahat karena Istri dan dua anak perempuan yang diajaknya kelelahan. "Saya berangkat pukul 05.30, sekarang sudah pukul 07.00 itu pun belum lewat Kalimalang," ujarnya.

Berbeda dengan Fachri, Jhon tidak setiap hari melewati rute Bekasi-Jakarta. "Kalau bukan karena ada acara keluarga, saya jarang ke Bekasi, kampung istri saya," katanya.

Ia beserta keluarga tinggal di daerah Pancoran Lama dan membutuhkan waktu 1,5 jam perjalanan dari Bekasi. "Tambah macet karena banyak perbaikan jalan dan pelebaran jalan," tuturnya.

Pembangunan infrastruktur

Di sepanjang Jalan KH Noer Ali terdapat proyek pelebaran jalan sampai di perbatasan dengan Duren Sawit, Jakarta Timur. Akibatnya, jalan selebar 4 meter menjadi sangat sempit.

Beberapa titik kemacetan lainnya juga terlihat, seperti di Jalan Kalimalang Raya sampai di depan Polsek Duren Sawit. Polisi lalu lintas yang bertugas terpaksa mengambil alternatif dengan memfungsikan jalur yang menuju Bekasi untuk dipakai pengguna kendaraan bermotor yang datang dari arah berlawanan.

Selain proyek pelebaran jalan di Bekasi, beberapa proyek pembangunan infrastruktur, seperti angkutan massal cepat (mass rapid transit/MRT), jalan layang, dan perbaikan jalan, membuat kemacetan semakin parah. Kendaraan menumpuk di lampu merah Pancoran menuju Semanggi dan kawasan Sudirman.

Proyek pembangunan jalan layang di Pancoran mengokupasi jalan yang tidak sebanding dengan besarnya volume kendaraan yang lewat. Akibatnya, kemacetan terjadi. Pengguna sepeda motor hanya mampu melaju dengan kecepatan 10-20 km per jam.

Pembangunan proyek MRT juga sangat mengganggu laju lalu lintas. Daerah Semanggi-Sudirman hingga Senayan semakin macet akibat penyempitan jalan di titik-titik tersebut.

Keluhan pengendara mobil

Pengendara mobil pun mengeluh atas kemacetan parah sepanjang Jalan Raya Bekasi-Jakarta. Jarak waktu yang ditempuh setiap meter perjalanan berkisar 1-5 menit.

"Jangankan jalan biasa, jalan tol pun macet parah, ini mulai dirasakan sejak 2006," kata Amar (54), warga RT 005 RW 024, Kecamatan Bekasi Selatan, Bekasi.

Menurut dia, kemacetan mulai dirasakan sembilan tahun terakhir. Kalau dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, jalan tersebut tidak ada kemacetan. "Dulu, saya bawa mobil ke Jakarta hanya sekitar 30 menit, sekarang bisa satu-dua jam," ujar Amar.

Amar mengatakan, kemacetan ini diakibatkan maraknya kepemilikan kendaraan pribadi di Kota Bekasi dan Jakarta yang semakin meningkat. "Kita lihat, di Bekasi ini saja, satu keluarga punya mobil, bahkan bisa lebih dari dua. Mobil terus bertambah banyak, tetapi tidak ada pelebaran jalan," tutur Amar.

Untuk menghindari kemacaten tersebut, pemerintah sudah pernah mengupayakan pelebaran jalan di sejumlah tempat, seperti Bekasi-Cawang-Kampung Melayu. Namun, masih saja terjadi kemacetan.

Amar mengatakan, tingkat kemacetan tidak selalu sama waktunya, hanya terjadi di hari-hari tertentu saja. "Kemacetan parah itu pada hari Senin-Kamis, tetapi hari Jumat-Minggu masih normal," ujar ayah dari dua anak ini.

Kemacetan pada hari-hari tersebut terkadang membuat ia harus memarkir mobilnya di Stasiun Bekasi jika hendak ke Jakarta. "Naik kereta 10-15 menit sudah sampai di Jakarta, daripada pakai mobil bisa berjam-jam di perjalanan," ujarnya.

Tol juga macet

Dari pantauan Kompas, Senin pukul 07.30, Tol Bekasi-Jakarta pun tampak macet. Sejumlah kendaraan tampak hanya bisa merayap di sepanjang jalan tersebut. Waktu yang ditempuh per meter perjalanan juga berkisar 1-5 menit.

Pada ruas jalan itu, ada dua sampai lima lajur yang sering dilewati kendaraan roda empat. Misalnya, Jalan Raya Bekasi Barat-Jati Bening memiliki empat lajur, Jati Bening-Pondok Gede lima lajur, dan Pondok Gede-Cawang dua lajur.

Kemacetan juga terjadi di Tol Bekasi Barat-Jati Bening dan Jati Bening-Pondok Gede. Kendaraan beroda empat yang memadati jalan tersebut terlihat bergerak merayap. Pada umumnya, kendaraan merayap selama 1-2 menit. Sementara Tol Pondok Gede-Cawang yang memiliki dua lajur juga mengalami kemacetan selama 4-5 menit.

Jarak antarkendaraan dalam kemacetan di Jalan Raya Pondok Gede-Cawang sekitar 14-20 sentimeter. Terdengar riuh klakson panjang sejumlah sopir yang buru-buru dari arah Bekasi-Jakarta.

Pengendara lainnya, Sugeng Tri Widodo, mengatakan, kemacetan ini sangat menghambat ritme kerja dia, bahkan menurunkan produktivitasnya. "Banyak pekerjaan terbengkalai karena waktu habis di jalan," katanya.

Penumpang transjakarta

Kepadatan lalu lintas juga menghambat laju bus transjakarta hingga mengakibatkan penumpukan penumpang di sejumlah halte. Waktu tempuh bus hingga tujuan akhir pun lebih lambat dari waktu normal.

Di halte pemberangkatan Pulo Gadung, Jakarta Timur, bus transjakarta jurusan Pulo Gadung-Dukuh Atas berangkat setiap sepuluh menit sekali. Tidak ada penumpukan penumpang di halte bus ini. Sebagian besar penumpang mendapat tempat duduk, hanya sejumlah penumpang yang berdiri di dalam bus.

Di Jalan Pramuka, Jakarta Timur, terlihat kepadatan lalu lintas di jalur biasa. Bus transjakarta dapat melaju lebih cepat karena, sepanjang perjalanan, bus melintas di dalam jalur khusus bus transjakarta.

Namun, laju bus akhirnya terkendala puluhan pengendara sepeda motor dan mobil yang masuk ke jalur bus transjakarta. Di tiap persimpangan jalan, laju bus makin terhambat sepeda motor dan mobil.

Karena bus melaju pelan, waktu tunggu penumpang di sejumlah halte pun menjadi lebih lama. Ayu (26), pegawai swasta, menunggu bus di Halte Pramuka sekitar 30 menit.

"Saya harus bertahan berdesak-desakan di antara ratusan penumpang setiap hari," ujarnya. Menurut Ayu, jumlah bus transjakarta dari arah Pulo Gadung harus ditambah mengingat banyak pekerja seperti dirinya tinggal di pinggiran kota Jakarta.

Kepadatan lalu lintas membuat bus lebih lama sampai tujuan akhir. Dari Pulo Gadung-Dukuh Atas, bus menempuh 1,5 jam perjalanan. Saat lalu lintas tak padat, bus transjakarta untuk jurusan yang sama menempuh perjalanan kurang dari satu jam.

Kereta ditambah

Ruwetnya transportasi ini membuat kereta api menjadi idola dan andalan baru. Fenomena ini dianggap sehat karena kereta api memang dirancang menjadi alat transportasi massal. Namun, tingginya jumlah pelaju yang memanfaatkan kereta api hingga kini belum terakomodasi pihak penyelenggara jasa kereta api.

Senin (9/3), Sari (35) kembali mengalami keterlambatan keberangkatan kereta dari Stasiun Manggarai ke Stasiun Sudirman yang jadi stasiun tujuannya. Semestinya, kata Sari, kereta tujuan Stasiun Sudirman berangkat dari Stasiun Manggarai pukul 08.45, tetapi kereta itu baru tiba 08.50 dan berangkat 08.52.

"Saya masuk pukul 09.00 dan pastinya saya terlambat, apalagi ini kereta sudah penuh sekali. Saya tidak berani naik," ungkap Sari yang tinggal di Depok, Jawa Barat.

Kepadatan penumpang kereta di pagi hari memang sudah pada tahap mengerikan. Penumpang berjejalan rapat tanpa sekat, apalagi jika kereta terlambat tiba. Akibatnya, penumpang pun semakin menumpuk dan semakin rapat.

Penumpang kereta pun berharap agar jumlah kereta ditambah sehingga penumpang tak perlu berdesakan. Keterlambatan kereta juga harus diminimalkan agar penumpang tak dirugikan. (B09, B10, DNA, MDN)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Joki Tong Setan Bakar 'Tuyul' Rumah Hantu: Utang Tak Dibayar, Tak Punya Iktikad Baik

Joki Tong Setan Bakar "Tuyul" Rumah Hantu: Utang Tak Dibayar, Tak Punya Iktikad Baik

Megapolitan
Kontainer Tabrak Truk dan Warung Makan di Bekasi Dini Hari, Sopir Diduga Mengantuk

Kontainer Tabrak Truk dan Warung Makan di Bekasi Dini Hari, Sopir Diduga Mengantuk

Megapolitan
Polres Bogor Berencana Gandeng Selebgram untuk Berantas Judi 'Online'

Polres Bogor Berencana Gandeng Selebgram untuk Berantas Judi "Online"

Megapolitan
Duet Imam Budi-Ririn Sudah 'Soft Lauching' di Acara PKS Depok, Tinggal Tunggu Deklarasi

Duet Imam Budi-Ririn Sudah "Soft Lauching" di Acara PKS Depok, Tinggal Tunggu Deklarasi

Megapolitan
Dinding Tripleks dan Ruangan Penuh Debu, 'Sekolah di Utara' Cilincing Bakal Direnovasi

Dinding Tripleks dan Ruangan Penuh Debu, "Sekolah di Utara" Cilincing Bakal Direnovasi

Megapolitan
Pernah Tabrak Orang karena Sulit Melihat, Petani Maluku Bersyukur Bisa Operasi Katarak Gratis

Pernah Tabrak Orang karena Sulit Melihat, Petani Maluku Bersyukur Bisa Operasi Katarak Gratis

Megapolitan
Kemarahan Pria di Grogol Bakar Baju Istri yang Meninggalkannya hingga Bikin 4 Rumah Kebakaran

Kemarahan Pria di Grogol Bakar Baju Istri yang Meninggalkannya hingga Bikin 4 Rumah Kebakaran

Megapolitan
Plus Minus Pengusungan Anies-Sohibul sebagai Bakal Cagub-Cawagub Jakarta di Pilkada 2024...

Plus Minus Pengusungan Anies-Sohibul sebagai Bakal Cagub-Cawagub Jakarta di Pilkada 2024...

Megapolitan
Kemensos Bantu 240 Lansia Operasi Katarak Gratis di Kepulauan Tanimbar Maluku

Kemensos Bantu 240 Lansia Operasi Katarak Gratis di Kepulauan Tanimbar Maluku

Megapolitan
Jadi Wilayah Tertinggi Transaksi Judi Online, Pemkot Bogor Bentuk Satgas

Jadi Wilayah Tertinggi Transaksi Judi Online, Pemkot Bogor Bentuk Satgas

Megapolitan
Ngopi Bareng Warga Pesanggrahan, Kapolres Jaksel Ingatkan Bahaya Judi “Online”

Ngopi Bareng Warga Pesanggrahan, Kapolres Jaksel Ingatkan Bahaya Judi “Online”

Megapolitan
Jadwal dan Lokasi Samsat Keliling di Jakarta 27 Juni 2024

Jadwal dan Lokasi Samsat Keliling di Jakarta 27 Juni 2024

Megapolitan
Didukung Maju Pilkada Tangsel, Marshel Widianto Dianggap Belum Punya Kapabilitas

Didukung Maju Pilkada Tangsel, Marshel Widianto Dianggap Belum Punya Kapabilitas

Megapolitan
Daftar Lokasi SIM Keliling di Jakarta Hari Ini 27 Juni 2024

Daftar Lokasi SIM Keliling di Jakarta Hari Ini 27 Juni 2024

Megapolitan
Sebulan Setelah Kecelakaan Bus SMK Lingga Kencana: Suci Masih Terbaring, Makan Lewat Selang di Hidung

Sebulan Setelah Kecelakaan Bus SMK Lingga Kencana: Suci Masih Terbaring, Makan Lewat Selang di Hidung

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com