Kepolisian Resor Kota Bekasi Kota pun memprioritaskan penanganan kasus tersebut. "Identitas pelaku sudah diketahui. Saat ini, petugas masih memburu yang bersangkutan," ujar Kepala Subbagian Humas Polresta Bekasi Kota Ajun Komisaris Siswo, Senin (16/3).
Kedua perampok yang mengenakan helm itu begitu tenang dan dingin dalam melancarkan aksinya. Meskipun kepergok korban dan keluarganya saat mencuri sepeda motor, dua perampok ini tak terlihat panik. Mereka bahkan tak mengeluarkan sepatah kata pun. "Waktu mengeluarkan pistol dan menembak pun mereka diam saja," kata Abdul Kodir (40), kakak ipar Acam.
Padahal, menurut kesaksian Abdul dan istri Acam, Kartini (38), kedua perampok kemungkinan masih berusia sekitar 20 tahun.
Setelah kepergok dan diteriaki maling, salah satu perampok menembak Acam dari jarak sekitar 1 meter dengan dingin. Kemudian, mereka kabur meninggalkan sepeda motor yang mereka kendarai.
Sejumlah warga di Bekasi pun mengaku khawatir. "Para perampok dan begal sekarang semakin nekat dan kejam. Di rumah saja belum tentu aman, apalagi kalau keluar rumah malam-malam," kata Asmawi (50), warga Cikunir, Bekasi Selatan.
Sosiolog dari Universitas Tarumanagara, Bonar Hutapea, mengatakan, fenomena usia pelaku kejahatan makin muda memicu keprihatinan. Apalagi, para pelaku kejahatan muda usia itu seperti tidak takut apa-apa dan tak merasa bersalah. Meskipun belakangan polisi kerap bertindak tegas terhadap para penjahat, ada kecenderungan mereka makin nekat.
Fenomena tersebut memang harus dilihat secara berlapis-lapis, dimulai dari sisi psikologis individual pelaku, pola asuh keluarga, komunitas, dan masyarakat secara luas. Namun, ketika fenomena tersebut menjadi suatu kecenderungan, mau tidak mau harus dilihat di level komunitas dan masyarakat.
"Tampaknya benar pernyataan sejumlah psikolog dan sosiolog bahwa ada anomali dalam masyarakat, yakni semua orang atau makin banyak orang berani melakukan apa saja sesukanya dan merasa tidak takut walaupun itu melanggar hukum atau aturan," tutur Hutapea.
Dia menilai, penegakan hukum belum cukup kuat. Akibatnya, muncul ketidakpercayaan masyarakat kepada para penegak hukum.
Keprihatinan makin menjadi saat masyarakat tahu bahwa banyak penegak hukum justru menjadi pusat persoalan. Menurut Hutapea, sebagian masyarakat yang memiliki tendensi melakukan kejahatan juga tahu para penegak hukum bukan pribadi-pribadi ideal yang sungguh-sungguh menegakkan hukum. Hal ini dapat memicu peningkatan kejahatan.
Sosiolog tersebut menambahkan, fenomena pelaku begal berusia muda harus dimaknai sebagai kondisi darurat yang harus segera ditangani sehingga dalam jangka pendek ada efek jera bagi siapa saja.
Untuk jangka menengah dan panjang, Hutapea berharap Kementerian Kebudayaan dan Pendidikan Dasar Menengah bersama para pemangku kepentingan segera memformulasikan pembangunan karakter. Wacana pembentukan direktorat jenderal khusus mengenai keluarga hendaknya segera diwujudkan.
"Menjaga anak muda, membangun generasi mendatang, tidak bisa lepas dari peran dan ketahanan keluarga. Coba perhatikan saja, para pelaku kejahatan yang masih anak-anak. Kalau kita telusuri lagi, mereka masih ada keluarganya," tutur Hutapea.
Terkotak-kotak
Penegak hukum dan penegakan hukum yang belum ideal menjadi pemicu terjadinya kejahatan juga dibenarkan Erlangga Masdiana, dosen kriminologi Universitas Indonesia. Menurut Erlangga, saat ini ada pengotak-kotakan di kalangan aparat penegak hukum. Di dalam masing-masing lembaga penegak hukum itu juga terkesan ada pengotakan.
Erlangga menambahkan, masyarakat sekarang juga melihat kontrol sosial dalam bentuk hukuman yang bertujuan mereduksi kejahatan ternyata tidak membuat kejahatan berkurang. Hal ini berarti ada lembaga-lembaga penting yang tidak bekerja efektif. "Hukum menjadi komoditas," katanya.
Dalam menangani kasus kejahatan pembegalan, Erlangga berpendapat, polisi sudah bekerja optimal. Mereka sudah cukup tegas. Namun, untuk menekan drastis kejahatan jalanan, akan sulit jika aparat penegak hukum lain, termasuk pemerintah daerah, tak konsisten dalam penegakan aturan hukum.
Pasalnya, pemerintah daerahlah yang memiliki kewenangan melarang orang-orang menjual, misalnya, suku cadang kendaraan bermotor ilegal. "Kalau banyak toko menjual barang-barang seperti itu, pemda harus merazianya dan mencabut izin usaha pemilik toko," katanya.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Martinus Sitompul mengatakan, kepolisian akan terus melaksanakan Operasi Cipta Kondisi dengan sasaran pemberantasan kejahatan pencurian atau perampasan kendaraan bermotor, yang sudah dijalankan sejak Januari lalu.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Heru Pranoto menambahkan, data menunjukkan, kejahatan pencurian atau perampasan sepeda motor dalam tiga bulan terakhir turun dibandingkan periode sama tahun 2014. Penurunannya bahkan sampai 10 persen.
"Operasi yang gencar kami laksanakan tidak lain untuk memberikan kepastian rasa aman kepada masyarakat," kata Heru.
PJU dipasang
Sementara itu, Pemerintah Kota Tangerang mulai memasang lampu penerangan jalan umum (PJU) di jalanan minim penerangan yang dinilai rawan aksi begal. Sebagai langkah awal, 41 lampu PJU sudah dipasang di Jalan Ir H Juanda, Kelurahan Batusari, Kecamatan Batuceper, yang menjadi akses warga Batuceper, Benda, dan Bandara Internasional Soekarno-Hatta.
Kehadiran lampu penerangan ini disambut baik warga. "Selama ini warga jarang melewati jalan ini pada malam hari, terutama setelah maraknya aksi begal di wilayah lain. Kalau lewat di tempat ini, kami selalu waspada. Tetapi, sekarang sudah terang, jadi aman," kata Tarjo (35), warga Batusari, Senin.
Hal itu diakui Jayadi, Ketua RT 003/004 Kelurahan Batusari. Menurut dia, pemasangan PJU dilakukan mulai dari persimpangan Jalan Pembangunan III sampai persimpangan Jalan Pembangunan I. (ILO/RTS/RAY/PIN)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.