Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus Kematian Mahasiswa UI, Polisi Sebut Bunuh Diri Jadi Opsi Terakhir

Kompas.com - 02/06/2015, 19:36 WIB
Windoro Adi

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Krishna Murti menegaskan, dugaan bunuh diri pada kasus tewasnya Mahasiswa Universitas Indonesia Akseyna Ahad Dori (18) menjadi opsi terakhir. Sebelumnya, polisi memastikan, mahasiswa yang tewas di Danau Kenanga itu tewas dibunuh.

"Opsi pertama, korban dibunuh, opsi kedua, korban kecelakaan, opsi terakhir, korban bunuh diri," kata Krishna. [Baca: Polisi Pastikan Akseyna Tewas Dibunuh, Surat Wasiat Diduga Dibikin Pelaku]

Ia dan tim gabungan yang belum mengambil kesimpulan terhadap ketiga opsi tersebut karena masih belum cukup bukti pada masing-masing dugaan.

"Kami sudah mengumpulkan keterangan 25 saksi, mengulang otopsi jenazah korban, memperbaiki dan mengembangkan sistem serta pola penyelidikan dalam kasus ini. Kasus ini harus tuntas," kata dia saat dihubungi Selasa (2/6/2015). Hari itu ia baru saja membentuk tim gabungan untuk mengungkap kasus ini.

Mengutip hasil otopsi ulang, Krishna mengatakan, pada jenazah ditemukan sejumlah luka dalam dan luka luar.

Ayah yakin Akseyna dibunuh

Ayah korban, Kolonel (Khusus) Mardoto yang dihubungi terpisah kemarin berharap, polisi bisa segera mengungkap kasus yang menimpa anaknya.

"Saya yakin anak saya tewas dibunuh dan bukan bunuh diri atau karena kecelakaan," tuturnya.

Mardoto lalu menjelaskan alasannya. Alasan pertama adalah adanya surat wasiat palsu hasil pemeriksaan grafolog (pakar tulisan tangan). "Ini kan menunjukkan ada seseorang yang berniat jahat terhadap anak saya," ujarnya.

Mengenai surat wasiat ini, Mardoto sudah penyampaikan panjang lebar di www.Mardoto.com.
Alasan kedua adalah adanya sejumlah luka di tubuh Akseyna.

"Saat pertama melihat jenazahnya, saya tidak mengenali lagi wajah anak saya karena luka-luka memar yang membuat wajahnya hitam dan sulit dikenali," ucapnya.

Ketika Mardoto memandikan jenazah putranya, ia melihat luka di dada dan punggungnya.
"Di leher ada dekok (Jawa : cekungan) yang saya duga bekas jeratan. Jika benar maka saya menduga anak saya meninggal karena dijerat lehernya," ujar Mardoto.

Menurut dia, Akseyna terakhir berkomunikasi dengan keluarga lewat telepon genggam pada hari libur Nyepi pertengahan Maret 2015.

"Ibunya yang telepon. Saat itu kami sekeluarga sedang berlibur ke Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah. Kami bergantian menanyakan kegiatan dan keadaan dia. Tak ada keluhan yang dia sampaikan. Semuanya lancar dan menyenangkan," kata Mardoto.

Ia tidak tahu mengenai kemungkinan putranya dibunuh oleh orang yang berselisih, bersaing, atau yang mendendam putranya.

"Kami tidak tahu karena kami kan tinggal di Yogya. Jarang ke Jakarta. Demikian sebaliknya. Kami kurang mengenal lingkungan sosial terutama kawan-kawan Akseyna. Komunikasi kami hanya lewat telepon genggam," ujarnya.

Akseyna ditemukan tewas pada 28 Maret 2015 lalu. Di paru-parunya ditemukan air dan pasir. Hasil otopsi menyebutkan, Akseyna masih bernafas saat berada di dalam air.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Solidaritas Pelaut Indonesia Minta Senioritas ala Militer di STIP Dihapuskan

Solidaritas Pelaut Indonesia Minta Senioritas ala Militer di STIP Dihapuskan

Megapolitan
Polisi Tangkap Pemalak Sopir Truk yang Parkir di Jalan Daan Mogot

Polisi Tangkap Pemalak Sopir Truk yang Parkir di Jalan Daan Mogot

Megapolitan
Setuju Jukir Liar Minimarket Ditertibkan, Anggota DPRD DKI: Meresahkan

Setuju Jukir Liar Minimarket Ditertibkan, Anggota DPRD DKI: Meresahkan

Megapolitan
'Budaya Kekerasan di STIP Tak Ada Kaitannya dengan Dunia Kerja di Kapal'

"Budaya Kekerasan di STIP Tak Ada Kaitannya dengan Dunia Kerja di Kapal"

Megapolitan
4 Tersangka Kasus Tewasnya Taruna STIP di Tangan Senior Terancam 15 Tahun Penjara

4 Tersangka Kasus Tewasnya Taruna STIP di Tangan Senior Terancam 15 Tahun Penjara

Megapolitan
Pemerataan Air Bersih di Jakarta, Mungkinkah?

Pemerataan Air Bersih di Jakarta, Mungkinkah?

Megapolitan
Begini Peran 3 Tersangka Baru Kasus Tewasnya Taruna STIP di Tangan Senior

Begini Peran 3 Tersangka Baru Kasus Tewasnya Taruna STIP di Tangan Senior

Megapolitan
Bertambah 3, Kini Ada 4 Tersangka Kasus Penganiayaan Taruna STIP hingga Tewas

Bertambah 3, Kini Ada 4 Tersangka Kasus Penganiayaan Taruna STIP hingga Tewas

Megapolitan
Polisi Tak Ingin Gegabah dalam Penyidikan Kasus Tewasnya Taruna STIP di Tangan Senior

Polisi Tak Ingin Gegabah dalam Penyidikan Kasus Tewasnya Taruna STIP di Tangan Senior

Megapolitan
Polisi Bantah Senior Penganiaya Taruna STIP hingga Tewas adalah Anak Pejabat

Polisi Bantah Senior Penganiaya Taruna STIP hingga Tewas adalah Anak Pejabat

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta 9 Mei 2024 dan Besok: Tengah Malam ini Cerah Berawan

Prakiraan Cuaca Jakarta 9 Mei 2024 dan Besok: Tengah Malam ini Cerah Berawan

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Cerita Eks Taruna STIP soal Lika-liku Perpeloncoan oleh Senior | Junior di STIP Disebut Wajib Panggil Senior dengan Sebutan “Nior”

[POPULER JABODETABEK] Cerita Eks Taruna STIP soal Lika-liku Perpeloncoan oleh Senior | Junior di STIP Disebut Wajib Panggil Senior dengan Sebutan “Nior”

Megapolitan
Rute Transjakarta 10A Rusun Marunda-Tanjung Priok

Rute Transjakarta 10A Rusun Marunda-Tanjung Priok

Megapolitan
Rute KA Cikuray, Tarif dan Jadwalnya 2024

Rute KA Cikuray, Tarif dan Jadwalnya 2024

Megapolitan
Bantah Pernyataan Ketua STIP soal Tak Ada Lagi Perpeloncoan, Alumni: Masih Ada, tapi pada Enggak Berani Berkoar

Bantah Pernyataan Ketua STIP soal Tak Ada Lagi Perpeloncoan, Alumni: Masih Ada, tapi pada Enggak Berani Berkoar

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com