Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tanda Kekerasan pada Wajah Akseyna Menepis Dugaan Bunuh Diri

Kompas.com - 30/05/2015, 15:08 WIB
JAKARTA, KOMPAS — Proses penyelidikan dan penyidikan kasus kematian Akseyna Ahad Dori (18) berlanjut. Polisi memastikan kematian mahasiswa Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia itu bukan karena bunuh diri. Hal itu mengacu pada luka tidak wajar yang ditemukan pada wajahnya.

Polisi memastikan pemuda tersebut dibunuh. Namun, polisi belum menetapkan tersangka.

Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Krishna Murti mengatakan, luka fisik itu menjadi salah satu indikasi bahwa kematian Akseyna bukan karena bunuh diri.

"Luka fisik di wajah yang bersangkutan, kalau bunuh diri harusnya mulus," ujar Krishna, Jumat (29/5).

Menurut Krishna, berbagai keanehan yang ditemukan itu membuat polisi membuka kembali penyelidikan dan penyidikan kematian Akseyna yang awalnya diduga bunuh diri. "Benar yang bersangkutan mati tidak wajar. Mati tidak wajar bisa disebabkan beberapa hal, bisa saja bunuh diri. Namun, dari hasil gelar perkara ulang, kami menduga mati tidak wajar tersebut bukan karena bunuh diri," ujarnya.

Ditemukan mengapung

Kematian Akseyna menjadi misteri yang belum terpecahkan sejak jasadnya ditemukan mengapung di Danau Kenanga UI, Depok, pada 26 Maret lalu. Saat ditemukan, korban mengenakan tas punggung berisi batu dan konblok yang membuat fisiknya tenggelam.

Awalnya dicurigai pemuda tersebut tewas karena dibunuh. Namun, belakangan muncul dugaan bunuh diri. Dugaan itu didasarkan pada secarik kertas berisi pesan tulisan tangan. Isi pesan berbahasa Inggris itu menyatakan korban pamit dan meminta untuk tidak usah dicari dan disertai permohonan maaf sehingga muncul dugaan bunuh diri.

Meski demikian, pada sisi lain berbagai kejanggalan lain juga ditemukan polisi sejak proses penyelidikan dimulai. "Beda antara bunuh diri tenggelam sama orang mati jatuh dari atas," ujar Krishna.

Menurut dia, meski misalnya berniat bunuh diri dengan menenggelamkan diri menggunakan batu, korban bisa berontak dan berpotensi terlepas dari tas yang berisi batu tersebut. Namun, dalam kasus Akseyna, tidak ada tanda itu sehingga bisa jadi korban ditenggelamkan setelah tewas atau dimasukkan ke danau dalam kondisi tidak sadar.

Kemungkinan terakhir itu tengah didalami karena dari hasil visum ditemukan adanya air yang masuk ke dalam paru-paru korban. Diduga ia masih bernapas sehingga air danau masuk ke paru-parunya.

Krishna mengungkapkan, pihaknya juga masih menunggu detail dari keterangan saksi ahli grafologi untuk mengungkap tulisan tangan yang ditemukan.

"Ada beberapa hal lain yang kami selidiki sehingga kasus ini dibuka ulang. Penyelidikan dan penyidikan sedang dikembangkan. Jika nanti betul terjadi tindak pidana, kami akan lakukan langkah-langkah dalam rangka mencari tersangka," katanya.

Dalam proses pengungkapan kasus itu, Krishna menyebut segala kemungkinan akan didalami. Dalam pengungkapan kasus, ada beberapa hal, misalnya alibi dan motifnya.

"Alibi mengurut konstruksi kronologis, misalnya ke mana saja yang bersangkutan, berhubungan dengan siapa saja, apa saja hubungannya, semua dilihat. Kalau motif, bisa dilihat dari beberapa macam-macam aspek, seperti dendam, sakit hati, perampokan, dan bunuh diri. Kalau bunuh diri kasusnya ditutup alias SP3. Tapi sampai saat ini tidak ada SP3," ujar Krishna.

Sebelumnya, ayah korban, Kolonel (Sus) Mardoto mencurigai kejanggalan-kejanggalan terkait kematian anaknya. Mulai dari bongkahan batu (konblok) yang ditemukan di tas korban, luka memar di sejumlah bagian tubuh, hingga secarik kertas yang diduga sebagai surat wasiat dari korban.

Mardoto menyangsikan kebenaran surat wasiat tersebut. Ia tak yakin putranya bakal menulis pesan kematian dengan bahasa Inggris, yang berbunyi "Will not return for please don't search for existence, my apologies for everything...."

"Kalau bunuh diri tidaklah perlu melakukan cara serumit itu (menulis surat wasiat)," ujar Mardoto.

Akseyna tercatat mahasiswa S-1 semester IV Program Studi Biologi angkatan 2013 Fakultas Matematika dan IPA UI. Keluarga kehilangan kontak dengan Akseyna sejak Sabtu (21/3). (RAY/RTS)

--------------

Artikel ini sebelumnya ditayangkan di harian Kompas edisi Sabtu, 30 Mei 2015, dengan judul "Tanda Kekerasan pada Wajahnya Menepis Dugaan Bunuh Diri".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Taruna STIP Tewas Dianiaya, Polisi Ungkap Pemukulan Senior ke Junior Jadi Tradisi 'Penindakan'

Taruna STIP Tewas Dianiaya, Polisi Ungkap Pemukulan Senior ke Junior Jadi Tradisi "Penindakan"

Megapolitan
Empat Taruna STIP yang Diduga Saksikan Pelaku Aniaya Junior Tak Ikut Ditetapkan Tersangka

Empat Taruna STIP yang Diduga Saksikan Pelaku Aniaya Junior Tak Ikut Ditetapkan Tersangka

Megapolitan
Motif Pelaku Aniaya Taruna STIP hingga Tewas: Senioritas dan Arogansi

Motif Pelaku Aniaya Taruna STIP hingga Tewas: Senioritas dan Arogansi

Megapolitan
Penyebab Utama Tewasnya Taruna STIP Bukan Pemukulan, tapi Ditutup Jalur Pernapasannya oleh Pelaku

Penyebab Utama Tewasnya Taruna STIP Bukan Pemukulan, tapi Ditutup Jalur Pernapasannya oleh Pelaku

Megapolitan
Polisi Tetapkan Tersangka Tunggal dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP Jakarta

Polisi Tetapkan Tersangka Tunggal dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP Jakarta

Megapolitan
Hasil Otopsi Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior: Memar di Mulut, Dada, hingga Paru

Hasil Otopsi Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior: Memar di Mulut, Dada, hingga Paru

Megapolitan
Akhir Penantian Ibu Pengemis yang Paksa Orang Sedekah, Dua Adiknya Datang Menjenguk ke RSJ

Akhir Penantian Ibu Pengemis yang Paksa Orang Sedekah, Dua Adiknya Datang Menjenguk ke RSJ

Megapolitan
Polisi Sebut Ahmad dan RM Semula Rekan Kerja, Jalin Hubungan Asmara sejak Akhir 2023

Polisi Sebut Ahmad dan RM Semula Rekan Kerja, Jalin Hubungan Asmara sejak Akhir 2023

Megapolitan
Praktik Prostitusi di RTH Tubagus Angke Dinilai Bukan PR Pemprov DKI Saja, tapi Juga Warga

Praktik Prostitusi di RTH Tubagus Angke Dinilai Bukan PR Pemprov DKI Saja, tapi Juga Warga

Megapolitan
Keluarga Harap Tak Ada Intervensi dalam Pengusutan Kasus Mahasiswa STIP yang Tewas Dianiaya Senior

Keluarga Harap Tak Ada Intervensi dalam Pengusutan Kasus Mahasiswa STIP yang Tewas Dianiaya Senior

Megapolitan
Pro-Kontra Warga soal Janji Dishub DKI Tertibkan Juru Parkir, Tak Keberatan jika Jukir Resmi

Pro-Kontra Warga soal Janji Dishub DKI Tertibkan Juru Parkir, Tak Keberatan jika Jukir Resmi

Megapolitan
Mahasiswa STIP Tewas Dianiaya Senior, Pengawasan dan Tata Tertib Kampus Jadi Sorotan

Mahasiswa STIP Tewas Dianiaya Senior, Pengawasan dan Tata Tertib Kampus Jadi Sorotan

Megapolitan
Hari Ini, Polisi Lakukan Gelar Perkara Kasus Mahasiswa STIP Tewas Diduga Dianiaya Senior

Hari Ini, Polisi Lakukan Gelar Perkara Kasus Mahasiswa STIP Tewas Diduga Dianiaya Senior

Megapolitan
Usul Heru Budi Bangun “Jogging Track” di RTH Tubagus Angke Dinilai Tak Tepat dan Buang Anggaran

Usul Heru Budi Bangun “Jogging Track” di RTH Tubagus Angke Dinilai Tak Tepat dan Buang Anggaran

Megapolitan
Polisi Sebut Pembunuh Wanita Dalam Koper Tak Berniat Ambil Uang Kantor yang Dibawa Korban

Polisi Sebut Pembunuh Wanita Dalam Koper Tak Berniat Ambil Uang Kantor yang Dibawa Korban

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com