Sudah hampir dua bulan kasus tersebut seakan jalan di tempat. Belum banyak perkembangan berarti setiap kali polisi memberikan keterangan kepada wartawan.
Menurut Kriminolog Universitas Indonesia Eko Haryanto, minimnya informasi terkait hubungan Akseyna dengan orang-orang yang memiliki motif pembunuhan menjadi alasan. Sebab, hingga kini polisi belum juga menemukan motif yang kuat orang untuk membunuh Akseyna.
"Memang perlu didalami orang yang pernah cekcok, atau tidak suka kepada korban, karena dia mungkin memiliki motifnya," kata Eko kepada Kompas.com, Kamis (11/6/2015).
Polisi sudah memeriksa ulang orang-orang yang dekat dengan Akseyna untuk memperoleh motif yang dimaksud. Polisi telah memeriksa teman-teman kampus, kos, hingga keluarga.
Orang dekat Eko mengatakan, pembunuhan secara umum dilakukan oleh orang dekat. Jika tidak ada motif yang benar-benar khusus, maka pelakunya kemungkinan besar adalah orang dekat.
"Faktanya demikian, orang dekat berpotensi melakukan pembunuhan. Pembunuhan itu rata-rata orang yang sangat dekat," ujar dia.
Ia mencontohkan, kasus pembunuhan bocah Angeline tersangka pembunuhnya adalah orang dekat. Sehingga ada dugaan pembunuh Akseyna pun adalah orang dekatnya. Sebab, orang dekat memiliki motif yang umum dalam membunuh.
Eko mengira polisi sudah memiliki kecurigaan terhadap beberapa orang dekat Akseyna, tetapi belum cukup bukti untuk menentukan tersangka.
TKP rusak
Salah satu kendala terbesar dari kasus ini adalah rusaknya tempat kejadian perkara (TKP). Sehingga, polisi kesulitan menemukan jejak pelakunya.
"Kami sayangkan TKP yang rusak karena begitu banyak warga yang datang sebelum polisi lakukan olah TKP," kata Direktur Reserse Kriminal Umum Komisaris Besar Krishna Murti di Mapolda Metro Jaya, beberapa waktu lalu.
Krishna mengatakan, pada malam yang menjadi waktu pembunuhan Akseyna, TKP diguyur hujan yang cukup deras. Kemudian, dari kondisi sepatu Akseyna yang rusak di bagian tumit, ada dugaan pemuda asal Yogyakarta itu diseret.
Sehingga, bila TKP tidak rusak, penyidik kemungkinan dapat menentukan jejak yang ditimbulkan di tanah dari penyeretan tersebut.
Jika TKP tidak rusak, anjing pelacak pun memiliki potensi besar untuk mengetahui arah larinya pelaku. Krishna mengatakan, rusaknya TKP ini bisa jadi pelajaran untuk kasus-kasus selanjutnya.
Ia pun meminta kepada warga, bila ada kejadian apapun untuk tidak berkumpul di TKP. Sebab, hal itu bisa mengakibatkan rusaknya TKP.
Eko mengakui, TKP yang rusak merupakan kendala besar dalam mengungkap kasus pembunuhan. Alasannya, TKP merupakan unsur penting dari pengungkapan kasus, terutama pembunuhan.
Dari sana polisi bisa menemukan petunjuk-petunjuk penting yang mengarah ke motif hingga dugaan pelaku.
Buntu
Polisi memang belum mau menyerah dalam mengungkap kasus kematian Akseyna. Namun, kesulitan-kesulitan yang dihadapi penyidik pun seakan menyeret kasus ini ke dalam jurang kebuntuan.
Menurut Eko, bila memang menghadapi kebuntuan sama sekali maka kasus Akseyna bisa masuk ke dalam kasus yang tidak terselesaikan. Ini terjadi jika kesulitan penyidik sudah sangat banyak misalnya dengan minimnya barang bukti dan seterusnya.
"Ini kasus sudah agak lama, TKP pun rusak, jadi mungkin saja mengalami kebuntuan," ujar Eko.
Namun, menurut dia, masyarakat tidak bisa menyalahkan pihak kepolisian bila kasus ini tidak terselesaikan. "Yang penting kepolisian sudah melakukan upaya-upaya mencari orang yang kenal baik dengan korban, dan bukti-bukti lainnya," tutur dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.