Mereka menjadi tersangka atas perkara dugaan korupsi melalui dana swakelola Suku Dinas Tata Air Jakarta Barat dengan anggaran Rp 66,5 miliar pada APBD 2013. "Bagus, supaya kapok," kata Basuki, di Balai Kota, Selasa (11/8/2015).
Bahkan, pria yang akrab disapa Ahok itu mengimbau Kejagung segera menangkap ketiga pejabat itu jika mereka terbukti melakukan korupsi yang merugikan daerah. [Baca: Kejagung Tetapkan Tiga Anak Buah Ahok Tersangka Korupsi]
"Tangkap saja, bagus. Enggak apa-apa, mungkin juga kejadian di semua sudin kali," kata Basuki lagi.
Sementara itu, Basuki membuka kesempatan seluas mungkin bagi aparat untuk memeriksa anggaran maupun kemungkinan tindak korupsi Pemprov DKI.
Dengan banyaknya pegawai negeri sipil yang terlibat korupsi, apakah Basuki tidak ingin menjerat oknum DPRD pula?
Sebab, beberapa waktu lalu, Basuki sempat mengatakan, banyak anggaran "siluman" yang merupakan usulan DPRD DKI, tetapi pihak kepolisian hanya menjerat PNS DKI sebagai pengguna anggaran.
"Tanya sama Bareskrim dan Kejagung dong. Saya mana campurin urusan penyidik," kata Basuki.
Sebelumnya Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Tony Tribagus Spontana mengatakan, ketiga tersangka itu berinisial W, MR, dan P.
W saat ini menjabat sebagai Kepala Bidang Sistem Aliran Barat Dinas Tata Air Provinsi DKI Jakarta. Dia juga merupakan mantan Kepala Suku Dinas Pekerjaan Umum Tata Air Jakarta Barat periode April-Agustus 2013.
Tersangka kedua, MR, adalah Kepala Bidang Sungai dan Pantai Sistem Aliran Timur Dinas Tata Air Provinsi DKI Jakarta. Pada November 2012-April 2013, MR menjabat sebagai Kepala Suku Dinas Pekerjaan Umum Tata Air Jakarta Barat periode November-April 2013.
Sementara tersangka ketiga, yakni P, saat ini menjabat Kepala Suku Dinas Bina Marga Kota Administrasi Jakarta Barat. Dia juga mantan Kepala Suku Dinas Pekerjaan Umum Tata Air Jakarta Barat periode Agustus 2013-Desember 2013.
Berdasarkan penyelidikan, perkara dugaan korupsi itu terjadi saat Sudin PU Tata Air Jakbar menganggarkan swakelola empat kegiatan, yakni pemeliharaan infrastruktur lokal, pemeliharaan saluran drainase jalan, pengerukan dan perbaikan saluran penghubung, serta normalisasi bantaran sungai dan penghubung.
Perhitungan sementara, kerugian daerah mencapai Rp 19 miliar. "Dalam pelaksanaannya, diduga tidak sesuai dengan pertanggungjawaban laporan kegiatan dan laporan keuangan. Ada pemalsuan dokumen di dalamnya. Seolah-olah dikerjakan oleh pihak ketiga, padahal tidak," ujar Tony.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.