Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Antusiasme dan Wajah Gelisah Warga Menanti Bus City Tour

Kompas.com - 24/12/2015, 16:27 WIB
Jessi Carina

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Bus tingkat gratis atau City Tour mendadak banyak diminati masyarakat Jakarta pada hari libur ini. Hal tersebut terlihat dari kerumunan warga di Halte Juanda, Kamis (24/12/2015) sore ini.

Bukan lima atau sepuluh orang yang menunggu datangnya bus tingkat tersebut, melainkan mencapai 30 orang, bahkan lebih. Mereka semua memasang tampang gelisah karena bus yang ditunggu tidak kunjung datang.

"Udah setengah jam ini nunggunya. Cuma setengah hari kali ya," ujar salah seorang warga, Rahmat.

Rahmat menunggu bersama istri dan tiga anak yang masih kecil. Dia mengatakan baru saja menghadiri peringatan Maulid Nabi yang memang baru saja diselenggarakan di Masjid Istiqlal sejak pagi tadi.

Selain Rahmat, ada pula keluarga lain yang memang ingin jalan-jalan di Jakarta. Mereka turun di Stasiun Juanda, kemudian melanjutkan perjalanan dengan menggunakan City Tour. Tujuannya bermacam-macam, ada yang ingin berkeliling, ada pula yang hanya ingin menumpang bus untuk pergi ke suatu tujuan tanpa membayar.

"Kalau saya sih bukan mau jalan-jalan, tetapi mau nebeng sampai Sarinah he-he-he," ujar seorang remaja, Putri, yang menunggu bersama 4 temannya.

Suasana ramai seperti ini sebenarnya jarang terjadi. Setiap hari, peminat City Tour tidak pernah sampai membeludak seperti sekarang. Orang yang menunggu di tiap halte juga setidaknya 3 sampai 5 orang saja.

Setelah lebih dari setengah jam menunggu, bus yang dinanti-nanti pun datang. Bak menunggu kereta atau moda transportasi massal lain, warga langsung berkerumun agar bisa masuk bus.

Ketika pintu bus dibuka, petugas memperingatkan warga untuk terlebih dahulu menunggu penumpang yang turun.

"Ayo, Bu, masuk," ujar salah seorang warga kepada ibunya.

Masyarakat berebut masuk ke dalam bus sambil berdesakan, mirip ketika masuk ke dalam kereta pada jam sibuk saat hari kerja. Ramai dan padat. Padahal, bus tersebut bukan angkutan umum, melainkan bus pariwisata.

Petugas bus sampai kewalahan menghadapi warga yang berebut masuk.

"Bu, enggak bisa semuanya yang masuk, ya. Jangan dipaksa, Bu. Pokoknya enggak boleh ada yang berdiri," ujar si petugas.

Bus tingkat memang tidak diperbolehkan mengangkut penumpang lebih dari jumlah kursi yang tersedia. Semua penumpang harus duduk, tidak boleh berdiri sambil bergelantungan. Sebab, tujuan bus ini memang untuk berpariwisata, bukan sebagai angkutan umum. Kenyamanan dalam berwisata lebih dikedepankan.

"Sudah tidak bisa masuk lagi, yah. Sudah tidak ada kursi. Di atas juga sudah penuh," ujar petugas lagi.

Alhasil, masih ada puluhan masyarakat yang tidak terangkut. Mereka hanya bisa menatap bus tingkat itu dengan kecewa.

"Gimana dong, nih, masa nunggu lama lagi," ujar seorang warga kebingungan.

Mereka pun harus rela melihat bus tingkat itu pergi. Satu per satu, mereka menyerah dan memilih untuk mencari alat transportasi alternatif.

Sisanya masih bertahan untuk menunggu bus tingkat itu datang lagi. Wajah mereka semakin gelisah. Keringat ikut bercucur pada siang hari yang terik itu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Megapolitan
Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Megapolitan
Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Megapolitan
Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Megapolitan
Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Megapolitan
Korban: Guling yang Dicuri Maling Peninggalan Almarhum Ayah Saya

Korban: Guling yang Dicuri Maling Peninggalan Almarhum Ayah Saya

Megapolitan
Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Megapolitan
Khawatir Rumahnya Diambil Pemerintah, Banyak Warga Tanah Tinggi Tak Ikut Program 'Bebenah Kampung'

Khawatir Rumahnya Diambil Pemerintah, Banyak Warga Tanah Tinggi Tak Ikut Program "Bebenah Kampung"

Megapolitan
Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Pakai Senpi, Peluru Tembus dari Pelipis Kanan ke Kiri

Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Pakai Senpi, Peluru Tembus dari Pelipis Kanan ke Kiri

Megapolitan
Maling Guling Beraksi di Cinere, Korban: Lucu, Kenapa Enggak Sekalian Kasurnya!

Maling Guling Beraksi di Cinere, Korban: Lucu, Kenapa Enggak Sekalian Kasurnya!

Megapolitan
Kronologi Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang

Kronologi Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang

Megapolitan
Mayat Bayi di Tanah Abang, Diduga Dibuang Ayah Kandungnya

Mayat Bayi di Tanah Abang, Diduga Dibuang Ayah Kandungnya

Megapolitan
2 Pria Rampok Taksi 'Online' di Kembangan untuk Bayar Pinjol

2 Pria Rampok Taksi "Online" di Kembangan untuk Bayar Pinjol

Megapolitan
Heru Budi: Jakarta Bisa Benahi Tata Kota jika Pemerintahan Pindah ke IKN

Heru Budi: Jakarta Bisa Benahi Tata Kota jika Pemerintahan Pindah ke IKN

Megapolitan
Polda Metro Jadwalkan Pemeriksaan Pendeta Gilbert Lumoindong Terkait Dugaan Penistaan Agama

Polda Metro Jadwalkan Pemeriksaan Pendeta Gilbert Lumoindong Terkait Dugaan Penistaan Agama

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com