Kebijakan lain dari Ahok yang sempat menuai kontroversi adalah larangan penyembelihan hewan di sembarang tempat.
Dasar hukum peraturan yang diterapkan jelang Idul Adha tahun 2015/1436 Hijriah ini adalah Instruksi Gubernur (Ingub) Nomor 168 Tahun 2015 tentang Pengendalian, Penampungan, dan Pemotongan Hewan.
Aturan itu mencantumkan pelarangan penjualan serta pemotongan hewan kurban di pinggir jalan, larangan pemotongan hewan kurban di sekolah-sekolah. Kemudian hewan-hewan yang akan dijual dan disembelih juga harus dites kesehatan terlebih dahulu.
Dalam perkembangannnya, Ahok melonggarkan aturan di poin larangan penyembelihan di sekolah.
Ia akhirnya mengizinkan pemotongan hewan kurban di sekolah, dengan catatan, ada petugas dari instansi terkait yang ikut mengawasi.
4. Pembatasan lokasi unjuk rasa
Kebijakan lainnya dari Ahok yang menuai kontroversi adalah saat ia menerbitkan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 228 Tahun 2015 tentang Pengendalian Pelaksanaan Penyampaian Pendapat di Muka Umum pada Ruang Terbuka.
Peraturan ini mengatur unjuk rasa yang hanya boleh dilakukan di tiga lokasi, masing-masing di Parkir Timur Senayan, Alun-alun Demokrasi DPR/MPR RI, dan Silang Selatan Monumen Nasional (Monas), Jakarta Pusat.
Ahok beralasan, diterbitkannya peraturan tersebut bertujuan agar kegiatan unjuk rasa tertib dan tidak merugikan warga masyatakat lainnnya yang tengah beraktivitas.
Di dalam aturan itu, kata Ahok, juga diatur unjuk rasa tidak boleh sampai menutup jalan dan menutup laju bus transjakarta.
Banyak kalangan yang kemudian menolak diterapkannnya peraturan ini. Mereka menganggap peraturan ini tidak sesuai dengan semangat kebebasan mengemukakan pendapat di era reformasi.
Dalam perkembangannya, peraturan tersebut kemudian direvisi. Pokok revisi difokuskan pada tidak lagi dibatasinya lokasi unjuk rasa.
Bila sebelumnya lokasi unjuk rasa hanya boleh dilakukan di tiga lokasi. Pascarevisi, tiga lokasi tersebut dinyatakan bukanlah lokasi yang wajib. Melainkan lokasi yang disediakan oleh Pemprov DKI.