Warga Kecamatan Benda, Kota Tangerang ini menciptakan alat tersebut berangkat dari rasa penasarannya terhadap pengolahan sampah pada 2008.
"Saya awalnya browsing-browsing saja di Google, penasaran, bagimana sih cara mengubahnya. Kan ada yang sederhana, pakai kaleng, coba-coba sendiri," kata Hamidi saat ditemui Kompas.com di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Rawa Kucing, Kota Tangerang, Selasa (12/1/2016) siang.
Sebelum berhasil menciptakan alat yang mengubah sampah menjadi BBM sintetis, Hamidi mengaku beberapa kali gagal.
Meskipun demikian, kegagalan tersebut tidak menjadikan Hamidi patah semangat. Ia justru semakin penasaran dan mencoba terus agar semua sampah plastik bisa diubahnya menjadi lebih bermanfaat.
Bagi Hamidi, melakukan percobaan ilmiah dengan plastik bukan hal yang mudah. Ia mengaku banyak menemui kesulitan karena latar belakang pendidikannya bukan mempelajari kimia.
"Saya enggak pernah belajar soal itu. Kuliah saya dulu jurusan agama, SMA ambil (jurusan) sosial, kerja saya juga jadi housekeeping di hotel," tutur Hamidi.
Ditentang orang tua
Upaya Hamidi yang bergelut dengan sampah ini sempat ditentang orangtuanya.
Menurut ayah dan ibunya, Hamidi lebih baik fokus pada pekerjaannya di salah satu hotel Jakarta ketika itu.
Orangtua Hamidi juga menilai bahwa mengubah sampah menjadi BBM sintetis bukan kegiatan yang menguntungkan.
Atas dorongan orangtuanya, Hamidi sempat kembali fokus ke pekerjaannya sebagai housekeeping hotel dan meninggalkan sejenak kegiatannya mengelola sampah.
Namun, setelah melalui pertimbangan yang matang, Hamidi akhirnya memutuskan untuk benar-benar meninggalkan pekerjaannya di hotel dan fokus kembali mencari tahu cara mengubah sampah plastik menjadi BBM sintetis.
Upaya Hamidi bukannya tanpa hambatan. Selama mencari cara yang pas, cukup banyak kegagalan yang dialaminya, seperti minyak yang sudah selesai diolah kembali mengeras menjadi plastik, atau malah berubah menjadi bubuk.
Tetapi, percobaan tetap dilakukannya hingga pada tahun 2013, Hamidi berhasil mengubah sampah plastik menjadi minyak yang memiliki nilai ekonomis.
Cara Hamidi untuk mengecek minyak hasil olahan mesin buatannya sendiri pun sederhana.
Hamidi hanya membaca informasi dari internet tentang bahan bakar minyak jenis bensin dan solar.
Ia pun mengetes minyak yang hasilkan dari sampah plastik tersebut bersamaan dengan bensin dan solar yang dibeli di pom bensin.
"Kalau ngecek bensin premium, masukkin sterofoam saja. Kalau hancur, itu premium. Kalau solar, dimasukkin sterofoam itu enggak hancur. Begitu saja ngeceknya," ujar Hamidi.
Setelah dites secara sederhana, Hamidi pun mencoba BBM jenis premium yang dihasilkannya dari sampah tersebut sebagai bahan bakar sepeda motornya.
Sementara itu, BBM jenis solar dicobanya pada mobil bermesin diesel. Hasilnya, baik sepeda motor maupun mobil diesel itu bisa beroperasi normal.
Selama mencari cara mengubah sampah plastik menjadi BBM sintetis, Hamidi banyak mengubah alat atau mesin yang ia buat sendiri.
Hingga saat ini, Hamidi masih menyempurnakan alat pengolahan sampah yang diciptakannya itu. Menurut dia, alatnya itu belum sempurna sehingga masih harus diperbaiki di beberapa bagian.
Kini, Hamidi menjadi pekerja harian lepas (PHL) Pemerintah Kota Tangerang di bawah Dinas Kebersihan, Pertamanan, dan Pemakaman (DKPP) dan diberi ruang bekerja di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Rawa Kucing.
Ke depannya, Hamidi berjanji akan menggunakan ilmunya tersebut untuk pemanfaatan sampah rumah tangga di tingkat komunitas RW atau RT wilayah Kota Tangerang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.