Selain melihat realitas perilaku penumpang dan kondisi di jalan, kemarin, Nur Mahmudi juga mempraktikkan berbagai perilaku sopir angkot pada umumnya. Misalnya, langsung menghentikan angkot setiap melihat orang berdiri di pinggir jalan.
Sampai-sampai, ada pasangan suami istri yang marah-marah karena kagok terhalang angkot yang berhenti saat hendak menyeberang jalan.
Di satu titik, Nur Mahmudi terlalu menepi saat menurunkan penumpang. Alhasil, saat akan jalan lagi, ban depan angkot menyerempet trotoar.
Setelah menjalani satu rit angkot D11 itu, Nur Mahmudi mengatakan, selain harus memiliki SIM A Umum, sopir angkot juga harus memiliki ketenangan dan kesabaran. "Juga harus cerdik dan punya feeling. Kalau tidak, bisa tidak dapat penumpang," katanya.
Apalagi, kalau saingan di jalur itu banyak karena berbagai trayek angkot juga melewatiya sebagaimana trayek angkot D11 yang bersinggungan dengan sedikitnya lima trayek angkot lain. "Namun, dari keterangan Pak Fatoni bahwa sehari-hari masih dapat Rp 100.000 bersih, masih baguslah. Namun, memang, ke depan, dinas perhubungan harus lebih cermat dalam mengisi jalur. Angkot yang beroperasi di setiap jalur tidak boleh berlebihan," katanya.
Menurut dia, melihat kondisi infrastruktur dan sosial ekonomi masyarakat Depok, ia masih melihat angkot bisa diandalkan sebagai angkutan publik. Dia pun berpendapat, kepemilikan angkot oleh perorangan tetap diperbolehkan. "Kalau kita berpihak pada pemberdayaan ekonomi masyarakat, biarkan angkot dimiliki perorangan. Yang harus kita tingkatkan adalah pengawasan, khususnya terkait kualifikasi pengemudi, termasuk penegakan kedisiplinan mereka," katanya.
Pertanyaannya, mungkinkah angkot berdisiplin?
(RATIH PRAHESTI S)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.