Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sosok Kombes Krishna Murti, dari Reserse dan Cerita Kaus "Turn Back Crime"

Kompas.com - 25/01/2016, 07:00 WIB
Kahfi Dirga Cahya

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Nama Komisaris Besar Krishna Murti kini tengah melambung tinggi. Berbagai kasus diungkap oleh lulusan Akademi Kepolisian tahun 1991 yang kini menjabat sebagai Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya.

Besar dari keluarga berlatar Tentara Nasional Indonesia (TNI) membuat Krishna tak pernah berpikir untuk masuk polisi. Saat itu, tepatnya tahun 1988, saat ia mendaftar di Akabri, ia malah terpilih masuk dalam Akademi Kepolisian

"Prinsipnya kan anak muda, yang penting jadi taruna. Ya udah. Saya jadi apa? Masuk Akpol. 'Tetap taruna?' saya tanya. Ya sudahlah saya terima. Saya enggak mikir jadi polisi dan enggak tahu dunia polisi," kata Krishna di ruangannya, Selasa (19/1/2016).

Selama masa pendidikan di akademi, Krishna menjadi komandan batalyon taruna. Baginya, kesempatan tersebut sangat langka. Sebab, ia tak hanya mendapat ilmu tentang kepolisian, tetapi juga sebagai pemimpin kelak nanti.

"Kalau akademi bisa dikejar, tapi kalau kepemimpinan enggak akan terulang. Makanya, di taruna saya belajar kepemimpinan dan kalau Akpol itu dididik jadi pemimpin," tegas Krishna.

Jatuh cinta pada reserse

Setelah lulus, Krishna mendapat tawaran untuk menjadi polisi lalu lintas, tetapi ditolak. Ia mengaku sudah jatuh cinta dari awal dengan reserse sehingga memutuskan untuk menjadi polisi reserse.

"Begitu saya lulus, saya melihat polisi action dan saya putuskan jadi reserse, dan itu jalan hidup saya di situ," kata Krishna.

Krishna bercerita, ia pernah menjabat sebagai Kapolsek Randudongkal dengan pangkat inspektur dua (dulu letnan dua).

Saat itu, ia menangani kasus penemuan bayi di saluran tinja yang diduga dibunuh. Sebagai lulusan akademi, ia dituntut bisa menyelesaikan sesuai dengan kaidah kepolisian.

"Sementara anggota ngajak ke orang pintar dan mengandalkan informan. Zaman dulu begitu," kata Krishna.

Ia sempat menuruti dan mendengar ucapan dari "orang pintar" tersebut. Setelah didengar, omongan orang pintar tersebut sebenarnya sudah ada di pikiran banyak orang, seperti pelakunya perempuan, berambut panjang, cantik, dan belum pergi tidak terlalu jauh.

"Saat keluar, saya bilang ke anggota, 'Itu yang dinamakan orang pintar karena kamu enggak pintar. Jadi yang diomongin barang logika semua. Kenapa kamu percaya? Saya bilang, pulang lagi. Balik ke TKP'," kata Krishna.

Olah TKP dilakukan dengan menanyakan aktivitas sebelumnya di tempat tersebut. Ia bercerita, saat itu ada arisan yang dilakukan oleh ibu-ibu. Ia meminta untuk dicek siapa yang habis melahirkan.

Ternyata saat semua dicek, nihil. Namun, ada satu lagi yang belum dicek, yakni anak gadis yang duduk di bangku sekolah menegah pertama (SMP). Anggotanya sempat bilang tidak mungkin dia pelakunya. Krishna bersikeras dan akhirnya dicek.

"Pas dicek, pelakunya anak SMP habis melahirkan. Rupanya dia diperkosa pacarnya. Jadi terungkap yang buang bayi si anak itu," kata Krishna.

Pengalaman lainnya saat ia menjabat sebagai Kasat Serse Narkoba Polwiltabes Surabaya pada tahun 1997. Ia menyebut membongkar habis sindikat narkoba di Kota Pahlawan tersebut.

"Sampai Kabag SDM bilang, 'Krishna kamu dibeli bandar, harga kamu Rp 250 juta'. Saya dibilang dipromosikan jadi kapolsek supaya saya enggak hantam narkotik di Surabaya. Saya bilang, 'Bapak terima? Enggak'," cerita Krishna yang pernah menjabat sebagai Sekretaris Kapolda Metro Jaya.

Ia akhirnya tetap di posisi tersebut hingga sekolah di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK). Darah reserse ternyata belum usai, saat ia menjabat sebagai Kapolsek Metro Penjaringan pada tahun 2001, ia juga mengungkap pembunuhan bos PT Asaba oleh mantan prajurit Intai Amfibi (Taifib), Suud Rusli. 

Ia juga pernah duduk sebagai Kasat Serse Polres Metro Jakarta Utara. Saat itu, ia menggulung organisasi masyarakat yang berperilaku preman.

Prestasi Krishna juga tak berhenti di situ. Saat di Bareskrim Polri, ia menjabat sebagai Kanit Tindak Pidana Perbankan.

"Dulu kan dibedol desa. Saya kembalikan aset 22 juta dollar milik Century," kata Krishna.

Dinas di PBB

Tak hanya lihai dalam reserse, Krishna juga memiliki kemampuan dalam berorganisasi secara internasional. Pada tahun 1996, ia diberangkatkan ke Bosnia. Di sana, ia mengemban misi perdamaian oleh Pasukan Bangsa-Bangsa (PBB).

"Saya pertama kali melihat dampak perang yang dahsyat, jutaan dan miliaran peluru. Stadion bola jadi kuburan massal. Dari situ tertanam nyawa manusia dan hak asasi harus dilindungi," kata Krishna.

Di sana, ia menjabat sebagai Transitional Police Force. Untuk pangkat letnan satu, Krishna menyebut posisinya saat itu cukup tinggi.

"Kalau di PBB, polisi namanya rankless mission. Jadi meskipun kamu bintara, tapi kamu bagus, bisa di atas," tambah Krishna.

Selain itu, Krishna juga dipercaya untuk menjadi Komandan Kontingen ke Sudan. Di sana, ia juga mengemban misi perdamaian.

"Saya di sana membangun sistem PBB dan pernah mengalami 22 orang pasukan PBB mati ditembak pemberontak," kata Krishna.

Kariernya di dunia internasional berada di pucuk tertinggi pada tahun 2011. Ia terpilih sebagai Police Planning Officer PBB dan berkantor di New York.

Bukan perkara mudah untuk menggapai posisi tersebut. Ia harus bersaing dengan 100 orang dari 100 negara berbeda.

Syarat lainnya juga ketat, seperti minimal S-2, minimal dua kali misi PBB, serta menulis buku dan jurnal internasional.

"Saya berkunjung ke puluhan negara. Pimpin meeting dengan kepala biro, menteri. Itu jabatan tinggi. Jadi saya berpengalaman merancang pemolisian di seluruh dunia di negara konflik," kata Krishna.

Pada tahun 2013, ia memutuskan untuk pulang ke Indonesia. Ia mengaku ingin mengembangkan karier dan mengabdi pada Indonesia.

Sebar "virus"

Dalam bertugas, Krishna selalu berprinsip tegas dan harus bisa menyelesaikan semua perkara. Prinsip tersebut dipegang teguh hingga kini ia menjabat sebagai Dir Reskrimum Polda Metro Jaya.

Bukan perkara mudah dalam memegang tampuk tertinggi reserse di Polda Metro Jaya. Sebab, kompleksitas masalah Jakarta mirip seperti di kota besar New York, Tokyo, dan Beijing. Salah satu cara yang ia lakukan yaitu dengan menyebar "virus" semangat kepada anak buahnya.

"Kalau dalam terori kepemimpinan, saya ini kepemimpinan yang menyebarkan virus. Jadi ide itu menyebar," kata Krishna.

Ia mencontohkan brand "Turn Back Crime" yang digunakan untuk baju anak buahnya saat ini berpengaruh dalam kinerja pengungkapan. Prinsipnya, Krishna membuat masyarakat percaya terlebih dulu kepada polisi.

"Kalau saya trust building dulu. Orang bangga dengan polisi, baru di dalam (polisi) jadi pride dan enggak mau aneh-aneh. Karena dia mau menjaga public image," kata Krishna.

Dampak langsung, lanjut Krishna, sampah yang tidak bisa keluar di Jakarta beberapa bulan lalu. Preman yang menghadang pun langsung takut saat melihat baju turn back crime apel di lokasi.

"Waktu itu diblokir preman Bantargebang dan Cileungsi. Premannya langsung kabur sendiri. Sehingga, kalau kaus biru turun, sama saja berhadapan dengn anak buah Krishna Murti," kata Krishna.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Nasib Nahas Efendy yang Tewas di Kali Sodong, Diburu Mata Elang dan Dipukuli hingga Tak Berdaya

Nasib Nahas Efendy yang Tewas di Kali Sodong, Diburu Mata Elang dan Dipukuli hingga Tak Berdaya

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 18 Mei 2024 dan Besok: Pagi ini Cerah Berawan

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 18 Mei 2024 dan Besok: Pagi ini Cerah Berawan

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Kapolri Beri Hadiah Casis Bintara yang Dibegal dengan Diterima Jadi Polisi | Kilas Balik Kronologi Pembunuhan Vina Cirebon

[POPULER JABODETABEK] Kapolri Beri Hadiah Casis Bintara yang Dibegal dengan Diterima Jadi Polisi | Kilas Balik Kronologi Pembunuhan Vina Cirebon

Megapolitan
Berkoordinasi dengan Polda Jabar, Polda Metro Jaya Bantu Buru 3 DPO Pembunuh Vina

Berkoordinasi dengan Polda Jabar, Polda Metro Jaya Bantu Buru 3 DPO Pembunuh Vina

Megapolitan
Pria di Kali Sodong Dibunuh 'Debt Collector' Gadungan karena Tolak Serahkan Motor

Pria di Kali Sodong Dibunuh "Debt Collector" Gadungan karena Tolak Serahkan Motor

Megapolitan
KPU DKI Verifikasi Dokumen Dukungan Bacagub Independen Dharma Pongrekun hingga 29 Mei

KPU DKI Verifikasi Dokumen Dukungan Bacagub Independen Dharma Pongrekun hingga 29 Mei

Megapolitan
PPK GBK Ungkap Riwayat Kepemilikan Tanah Tempat Berdirinya Hotel Sultan

PPK GBK Ungkap Riwayat Kepemilikan Tanah Tempat Berdirinya Hotel Sultan

Megapolitan
Perubahan Jadwal KRL, Transjakarta, MRT, dan LRT Saat Pencanangan HUT Ke-497 Jakarta 19 Mei

Perubahan Jadwal KRL, Transjakarta, MRT, dan LRT Saat Pencanangan HUT Ke-497 Jakarta 19 Mei

Megapolitan
Epy Kusnandar Isap Ganja di Atas Pohon pada Waktu Subuh

Epy Kusnandar Isap Ganja di Atas Pohon pada Waktu Subuh

Megapolitan
'Bullying' Siswi SMP di Bogor Diduga karena Rebutan Cowok

"Bullying" Siswi SMP di Bogor Diduga karena Rebutan Cowok

Megapolitan
KDRT dan Terlibat Kasus Penistaan Agama, Pejabat Kemenhub Dibebastugaskan

KDRT dan Terlibat Kasus Penistaan Agama, Pejabat Kemenhub Dibebastugaskan

Megapolitan
Mayat di Kali Sodong Ternyata Korban Perampokan dan Pembunuhan, Polisi Tangkap Pelakunya

Mayat di Kali Sodong Ternyata Korban Perampokan dan Pembunuhan, Polisi Tangkap Pelakunya

Megapolitan
Ini Rekayasa Lalu Lintas di Bundaran HI Saat Pencanangan HUT Ke-497 Jakarta pada 19 Mei

Ini Rekayasa Lalu Lintas di Bundaran HI Saat Pencanangan HUT Ke-497 Jakarta pada 19 Mei

Megapolitan
Epy Kusnandar Direhabilitasi sedangkan Yogi Gamblez Ditahan, Ini Alasan Polisi

Epy Kusnandar Direhabilitasi sedangkan Yogi Gamblez Ditahan, Ini Alasan Polisi

Megapolitan
Sidang Konflik Lahan, Hakim Periksa Langsung Objek Perkara di Hotel Sultan

Sidang Konflik Lahan, Hakim Periksa Langsung Objek Perkara di Hotel Sultan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com