Mereka meminta pemerintah mengganti rugi lahan dan menolak direlokasi ke rusun. Mereka berdalih uang yang dikeluarkan untuk membangun rumah cukup besar.
Terkadang, mereka juga harus berutang untuk membangun rumah. Ketika rumah sudah jadi, pemerintah merobohkannya dan meminta warga tinggal di rusun dengan sistem sewa.
Ricuh
Warga Kapuk yang ingin mempertahankan rumah pun akhirnya ricuh. Mereka menolak ekskavator masuk membongkar rumahnya.
Mereka berharap pemerintah membiarkan warga membongkar sendiri rumahnya sehingga kayu-kayu dan perabotan lain bisa dijual.
Namun, Pemerintah Kota Jakarta Barat yang dipimpin Wali Kota Anas Efendi tetap menjalankan ekskavator memasuki permukiman warga.
Warga pun melawan dengan senjata bambu runcing. Aparat sempat menembakkan gas air mata ke arah kerumunan warga.
Kericuhan itu membuat dua warga Kapuk, Agus (24) dan Wawan (21), terluka. Agung terluka di bagian telinga kiri karena terkena linggis.
Wawan terluka cukup parah di bagian kepala. Mereka melaporkan insiden itu ke Polres Metro Jakarta Barat.
Anas menegaskan, penertiban tetap dilanjutkan karena merupakan tindak lanjut dari penertiban sebelumnya.
Setelah bangunan bersih, bibir kali segera diturap. Jalan inspeksi Kali Apuran itu juga ditargetkan tembus sampai Cengkareng Drain.
"Kami kasih warga ke rusunawa di Daan Mogot. Enam bulan lalu kami tertibkan, ini kelanjutannya. Makanya, kami tidak kasih surat peringatan," kata Anas.
Dalam operasi itu, pemerintah kota mengerahkan 1.000 personel gabungan Satpol PP, TNI, dan polisi.
Di atas lahan itu akan dibangun jalan inspeksi selebar 8 meter. Kali akan dikeruk untuk menambah daya tampung air.
Ambil alih jalur hijau
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menegaskan akan terus mengambil alih lahan ruang terbuka hijau atau sempadan sungai dan waduk yang diduduki warga.