Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saat Sopir Taksi Cerita soal Pilkada DKI, Ahok hingga Ahmad Dhani

Kompas.com - 18/03/2016, 08:55 WIB
Kurnia Sari Aziza

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Hiruk pikuk serta gegap gempita Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI ternyata turut dirasakan oleh Endi (62). Pria yang bekerja sebagai sopir taksi Blue Bird itu berharap Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok menjadi Gubernur DKI Jakarta kembali. Seperti yang diungkapkan Endi kepada Kompas.com.

Kamis (17/3/2016) malam kemarin, perbincangan Pilkada DKI dimulai ketika radio menyiarkan berita tentang Ahok. Saat itu, sang penyiar radio membacakan berita Ahok yang akan didukung oleh Partai Hanura. Ia pun langsung bercerita panjang.

"Aduh si Ahok mending (maju) independen dah, enggak ada beban. Kalau dicalonin partai, partai itu penyebar penyakit, ditekan terus sampai selesai jadi gubernur," kata Endi.

"Lihat aja tuh Non, partai yang di DPR, KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) mau dikerdilkan terus. Yang kena sama KPK kan pejabat sama anggota DPR terus, rakyat enggak ada yang kena," keluh Endi.

Selama mengantarkan Kompas.com ke tempat tujuan, Endi tak hentinya berbicara dam mencurahkan pemikirannya. Selain tak mempercayai anggota dewan yang ada di pusat, ia juga sudah tidak percaya dengan anggota DPRD DKI. Ketidakpercayaannya akibat usulan pembelian uninterruptible power supply (UPS) yang mencapai Rp 6 miliar tiap unitnya.

"Gila kan? Masa harga UPS lebih mahal daripada harga bangun sekolah? Uang Tp 6 miliar mah bangun sekolah mewah," papar Endi.

"Saya pernah bawa penumpang orang PLN, dengerin radio begini. Dia bilang, 'gila aja enggak ada UPS harganya Rp 6 miliar'. Orang PLN Non, yang ngomong sama saya," kata Endi.

Pria yang sudah sejak tahun 1960 menetap di Mangga Besar, Jakarta Pusat itu mengungkapkan langkah Ahok dengan menghilangkan anggaran UPS membuat beberapa anggota DPRD berang. Akibatnya, Ahok terus "disikut" selama menjabat.

"Apalagi Abraham Lunggana (Wakil Ketua DPRD DKI Lulung) tuh. Ntar dia mau nyalonin (gubernur) lagi, siapa yang mau pilih dia? Ahmad Dhani (musisi) juga mau nyalonin (gubernur) lagi, ngurus keluarga aja kagak rampung-rampung. He-he," kata Endi sambil terus mengemudikan mobilnya.

Puluhan tahun menetap di Jakarta, Endi mengaku merasakan banyak perubahan di masa pemerintahan Ahok. Seperti pelayanan publik yang tidak lagi dipungut uang, banjir yang mulai teratasi, serta kawasan kumuh di Sunter yang semrawut sudah lebih rapi.

"Dulu di Sunter jadi tempat 'biawak' nyarang kali. Fanatik ras suku pasti ada, tapi Ahok kalau enggak kerja, kenapa ratingnya naik terus?" kata Endi. (Baca: Ahok Mantap 100 Persen Maju di Pilkada DKI Melalui Jalur Independen)

"Foke (mantan Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo) saja banjir masih dibilang genangan, kalau belum kena kumisnya dibilang belum banjir. Memang banjir enggak bisa dihindari, cuma banjir yang sekarang lebih cepat surut," tambah Endi.

Selain itu, ia merasakan pejabat DKI kini bekerja lebih baik. Sebab, kinerja pejabat selalu dikontrol. Sementara, kata dia, biasanya pejabat bekerja hanya karena tidak ingin kehilangan jabatan.

"Memang di satu sisi, kebijakan Ahok dianggap bejat, kayak PKL (pedagang kaki lima) digusurin. Tapi kalau mau Jakarta rapi, sampai kapan itu dibiarin? Pertama bangun tenda di trotoar, lama-lama triplek, lama-lana tembokan bangunan, taruh tempat tidur lagi," kata Endi tertawa.

Ahok sempral mulutnya

Radio di taksinya masih terus menyala. Endi berhenti sejenak ketika akan membayar tol. Kemudian ia kembali berbicara lagi. Kali ini, terkait kekurangan yang dimiliki Ahok.

"Kurangnya Ahok cuma sempral aja ngomongnya. Karena dia bisa dikatakan bukan politikus, tapi orang dagang. Lulung aja ditunjuk-tunjuk terus sama dia, karena dia enggak terikat partai mana-mana. Enak kan," kata Endi. (Baca: Antara Kritik dan Apresiasi Kinerja Ahok Pimpin Jakarta)

Meski demikian, Endi tidak menyerahkan KTP DKI nya kepada "Teman Ahok" untuk mendukung pencalonan Ahok maju melalui jalur independen. Endi mengaku tidak tahu menahu perihal pengumpulan KTP itu.

"Kalau mau, datang saja ke rumah saya. Nanti sekeluarga saya kasih KTP semua, tapi nanti balikin lagi ya KTP nya. Ha-ha-ha," kata Endi seraya menghentikan laju kemudinya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Razia Dua Warung Kelontong di Bogor, Polisi Sita 28 Miras Campuran

Razia Dua Warung Kelontong di Bogor, Polisi Sita 28 Miras Campuran

Megapolitan
Tanda Tanya Kasus Kematian Akseyna yang Hingga Kini Belum Terungkap

Tanda Tanya Kasus Kematian Akseyna yang Hingga Kini Belum Terungkap

Megapolitan
Pedagang di Sekitar JIExpo Bilang Dapat Untung 50 Persen Lebih Besar Berkat Jakarta Fair

Pedagang di Sekitar JIExpo Bilang Dapat Untung 50 Persen Lebih Besar Berkat Jakarta Fair

Megapolitan
Beginilah Kondisi Terkini Jakarta Fair Kemayoran 2024...

Beginilah Kondisi Terkini Jakarta Fair Kemayoran 2024...

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Akhir Pelarian Perampok 18 Jam Tangan Mewah di PIK 2 | Masjid Agung Al-Azhar Gelar Shalat Idul Adha Hari Minggu

[POPULER JABODETABEK] Akhir Pelarian Perampok 18 Jam Tangan Mewah di PIK 2 | Masjid Agung Al-Azhar Gelar Shalat Idul Adha Hari Minggu

Megapolitan
Diduga Joging Pakai 'Headset', Seorang Pria Tertabrak Kereta di Grogol

Diduga Joging Pakai "Headset", Seorang Pria Tertabrak Kereta di Grogol

Megapolitan
Pemeras Ria Ricis Gunakan Rekening Teman untuk Tampung Uang Hasil Pemerasan

Pemeras Ria Ricis Gunakan Rekening Teman untuk Tampung Uang Hasil Pemerasan

Megapolitan
Anies Bakal 'Kembalikan Jakarta ke Relnya', Pengamat: Secara Tak Langsung Singgung Heru Budi

Anies Bakal "Kembalikan Jakarta ke Relnya", Pengamat: Secara Tak Langsung Singgung Heru Budi

Megapolitan
Pedagang Kerak Telor di PRJ Mengeluh Sepi Pembeli: Dulu Habis 50 Telor, Kemarin Cuma 10

Pedagang Kerak Telor di PRJ Mengeluh Sepi Pembeli: Dulu Habis 50 Telor, Kemarin Cuma 10

Megapolitan
Keluarga Akseyna Minta Polisi Dalami Penulis Lain dalam Surat Wasiat sesuai Analisis Grafolog

Keluarga Akseyna Minta Polisi Dalami Penulis Lain dalam Surat Wasiat sesuai Analisis Grafolog

Megapolitan
Kasus Akseyna Berlanjut, Keluarga Sebut Ada Informasi yang Belum Diterima Penyidik Baru

Kasus Akseyna Berlanjut, Keluarga Sebut Ada Informasi yang Belum Diterima Penyidik Baru

Megapolitan
SP2HP Kedua Terbit, Keluarga Akseyna: Selama Ini Sering Naik Turun, Pas Ramai Baru Terlihat Pergerakan

SP2HP Kedua Terbit, Keluarga Akseyna: Selama Ini Sering Naik Turun, Pas Ramai Baru Terlihat Pergerakan

Megapolitan
Polisi Terbitkan SP2HP Kedua Terkait Kasus Akseyna, Keluarga Berharap Aparat Jaga Momentum

Polisi Terbitkan SP2HP Kedua Terkait Kasus Akseyna, Keluarga Berharap Aparat Jaga Momentum

Megapolitan
Tak Bisa Biayai Pemakaman, Keluarga Tak Kunjung Ambil Jenazah Pengemis Korban Kebakaran di Pejaten

Tak Bisa Biayai Pemakaman, Keluarga Tak Kunjung Ambil Jenazah Pengemis Korban Kebakaran di Pejaten

Megapolitan
Keluarga Pengemis Sebatang Kara di Pejaten Barat Lepas Tangan Usai Mendiang Tewas Akibat Kebakaran

Keluarga Pengemis Sebatang Kara di Pejaten Barat Lepas Tangan Usai Mendiang Tewas Akibat Kebakaran

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com